Pusat Kolaborasi Riset BRIN diharapkan mendorong kerja sama antarpeneliti untuk memperkuat ekosistem riset. Dengan begitu, kuantitas dan kualitas riset dapat ditingkatkan dan berkelanjutan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
ORGANISASI RISET PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL (BRIN)
Peneliti dari Balai Besar Teknologi Pati Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah memproses tepung beras yang akan dijadikan sebagai beras terfortifikasi.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Riset dan Inovasi Nasional meluncurkan pusat kolaborasi riset yang bermitra dengan peneliti di perguruan tinggi dan industri. Kerja sama ini diharapkan meningkatkan daya saing bangsa melalui berbagai hasil penelitian.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan, pusat kolaborasi riset (PKR) mengedepankan substansi penelitian yang spesifik sehingga lebih meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset. Skema ini mendorong kerja sama antarpeneliti untuk memperkuat ekosistem riset.
Sejauh ini BRIN mempunyai 85 pusat riset yang generik. Peneliti, tidak hanya di lembaga itu, difasilitasi untuk merespons perkembangan riset dan ilmu pengetahuan yang sangat cepat dan semakin detail.
”BRIN ada bukan hanya untuk melayani 85 pusat riset itu, melainkan seluruh periset di Indonesia. Bisa siapa saja,” ujarnya dalam Peluncuran dan Walidasi (Webinar Fasilitasi dan Pendanaan Riset dan Inovasi) Edisi PKR BRIN Batch 1 secara daring, Jumat (11/3/2022).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko
Menurut Handoko, pembentukan pusat riset permanen akan menjadi beban karena perubahan bidang kajiannya sangat dinamis. Jadi, sumber daya manusia dan industri dioptimalkan agar adaptif mengikuti dinamika riset tersebut.
Selain peneliti BRIN dan perguruan tinggi atau industri, riset melibatkan mahasiswa bidang keahlian terkait. Dengan begitu, kuantitas dan mutu riset dapat ditingkatkan dan berkelanjutan. ”Riset tidak bisa melompat, harus tahap demi tahap. Namun, proses tahapannya bisa dipercepat,” ucapnya.
Handoko menuturkan, PKR bukan skema baru, melainkan pembaruan dari pusat unggulan iptek sebelumnya. BRIN berkewajiban memperkuat ekosistem riset sehingga setiap orang dapat terlibat dalam penelitian.
Sebanyak 38 proposal penelitian diajukan dalam fasilitasi PKR gelombang I 2022. Setelah seleksi administrasi, terpilih 15 proposal. Kemudian, melalui seleksi substansi dan review usulan anggaran, ditetapkan enam proposal yang menerima fasilitas PKR bersama BRIN.
Kelengkapan administrasi menjadi salah satu faktor proposal tidak lulus seleksi. Pemilihan proposal juga berdasarkan rekam jejak peneliti dalam riset-riset yang dilakukan sebelumnya.
Handoko berharap semakin banyak pihak mengajukan proposal menarik dan kompetitif. ”Ke depan, kami juga akan mengembangkan menjadi PKR internasional yang berafiliasi dengan kampus lokal dan mitra global,” katanya.
PKR dapat berlangsung selama tujuh tahun. Namun, evaluasinya dilakukan setiap tahun. BRIN berkomitmen mendukung prosesnya, seperti fasilitas penelitian, riset generik, dan operasional lainnya.
Seleksi proposal
Enam proposal terpilih meliputi PKR biosensor dan biodivais untuk pengendalian penyakit tropis dan wabah penyakit dari Institut Teknologi Bandung (ITB), PKR biofilm (Universitas Gadjah Mada), dan PKR kosmetik berteknologi nano berbasis biomassa (Universitas Mulawarman).
Beberapa proposal lainnya adalah riset metabolomik fungsional, biomarker dan mekanismenya (Universitas Indonesia), penelitian dan pengembangan biomaterial dari sumber daya hayati kelautan (Universitas Padjadjaran), serta PKR biomassa dan biorefineri (Unpad).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Presiden Direktur Honeywell Indonesia Alex Pollack (kiri) berbincang dengan Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsah Suryadi saat meresmikan laboratorium kontrol di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/12/2016). Laboratorium tersebut sebagai akses mahasiswa untuk mengetahui teknologi sistem kendali terbaru di industri penyulingan dan manufaktur.
Pelaksana Tugas Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono, menambahkan, PKR sebagai wadah kerja sama pemanfaatan riset dan inovasi, terutama bertaraf internasional, bidang spesifik multi dan interdisplin demi mendorong budaya kolaborasi riset. ”Dengan demikian, nantinya menjadi centre of excellence atau hub tumbuhnya ilmu pengetahuan dan teknologi baru berbasis riset,” ujarnya.
Agus menyampaikan, saat ini PKR baru dibuka untuk periset dari perguruan tinggi sebagai pengusul. Ke depan, kolaborasi akan diperluas, tidak hanya kampus, tetapi juga rumah sakit atau lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) di industri.
Meski telah mengintegrasikan semua unit litbang, BRIN masih membutuhkan berbagai aspek kompetensi sehingga saling melengkapi antara perguruan tinggi, industri, dan lembaga litbang.
”Periset bisa saling bersinergi menuju PKR unggul yang meningkatkan daya saing. Diharapkan semakin kuat dan banyak kolaborasinya sehingga menghasilkan output berkualitas,” ujarnya.
Agus menuturkan, indikator kinerja PKR di antaranya, publikasi ilmiah pada jurnal internasional berindeks global, jumlah lisensi atau naskah akademik, dan mahasiswa S-3 yang dibimbing terkait fokus unggulan riset. Selain itu, juga kontrak kerja sama produk dalam pengembangan bisnis serta paten dan hak kekayaan intelektual.
Seleksi administrasi PKR gelombang II 2022 dijadwalkan pada awal April mendatang. Dilanjutkan seleksi substansi pada pertengahan April dan proposal terpilih akan diumumkan akhir April 2022.
Agus menambahkan, pendaftaran dibuka sepanjang tahun. Jika proposal tidak terpilih, dapat diikutsertakan pada gelombang selanjutnya. ”Animo PKR ini cukup besar dari periset, di BRIN dan universitas. Industri juga mau terlibat di sini untuk meningkatkan budaya kolaborasi antara peneliti di Indonesia,” jelasnya.
Sejumlah peneliti mengecek spesimen dalam proyek Kolaborasi Riset Jerman-Indonesia CRC990-EFForTS, 30 Desember 2021 lalu di Universitas Jambi. Riset kolaboratif itu melibatkan IPB, Universitas Jambi, Universitas Tadulako, dan Universitas Gottingen.
Ketua pengusul PKR biosensor dan biodivais untuk pengendalian penyakit tropis dan wabah penyakit, Prof Brian Yuliarto, mengatakan, penelitian itu dilatarbelakangi masih tingginya kasus penyakit tropis di Indonesia, seperti demam berdarah, malaria, dan cikungunya. Oleh karenanya, dibutuhkan inovasi berbentuk biosensor dan biodivais untuk membantu diagnosis dini dan memetakan penyebaran penyakit.
”Jadi, ketika ada sebaran penyakit, termasuk pandemi, kita dapat dengan cepat merespons dengan menguasai teknologinya. Syukur jika berkolaborasi dengan industri untuk memproduksinya,” ucapnya.
Penelitian itu fokus pada pengembangan biosensor dengan teknik elektrokimia, fluoresens, dan surface plasmon resonance (SPR). Sistem sensor dan diagnostik kit berbasis sumber daya alam Indonesia.
”Diharapkan realisasi dan komersialisasi teknologi biosensor yang dikembangkan dapat mengatasi penyebaran wabah penyakit,” katanya. Riset dijadwalkan berlangsung hingga 2026.
Sementara Ketua pengusul PKR biofilm, Prof Titik Nuryastuti, berharap penelitian itu menjadi riset unggul dan berkesinambungan yang berimplikasi pada bidang kesehatan. Selain itu, penelitian tersebut diharapkan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya riset biofilm dan dampak infeksinya.