Pelonggaran Aktivitas Masyarakat Dilakukan secara Bertahap
Pemerintah tengah menyusun aturan untuk memasuki masa endemi Covid-19. Pelonggaran aktivitas masyarakat pun mulai dilakukan secara bertahap.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah menyusun aturan pengendalian pandemi menuju masa endemi Covid-19. Pelonggaran kegiatan masyarakat akan dilakukan secara bertahap dengan memastikan upaya yang dilakukan tetap sesuai dengan perkembangan kasus yang terjadi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menuturkan, sejumlah indikator harus dicapai agar Indonesia bisa masuk dalam kondisi endemi. Indikator yang menjadi pertimbangan itu antara lain transmisi virus di komunitas pada level 1, cakupan vaksinasi lengkap minimal 70 persen, capaian testing dan pelacakan yang sesuai standar, serta laju penularan kurang dari 1.
”Pelonggaran-pelonggaran aktivitas masyarakat, termasuk pelonggaran protokol kesehatan, akan dilakukan sesuai dengan keadaan tren kasus. Pada prinsipnya kita akan mencari titik keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan nonkesehatan karena ini harus sinergi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Nadia mengatakan, pelonggaran yang saat ini dilakukan telah mempertimbangkan situasi terkini terkait tren penularan kasus di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, kasus baru terkonfirmasi positif Covid-19 menurun. Selama sepekan setidaknya kasus baru menurun 38,15 persen. Jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit juga turun 13,7 persen selama sepekan.
Berdasarkan kondisi ini pula pelonggaran dilakukan pada aktivitas masyarakat. Penapisan melalui tes antigen ataupun tes PCR kini tidak lagi berlaku sebagai syarat perjalanan dalam negeri. Namun, pelonggaran ini bukan berarti berlaku untuk seluruh pelaku perjalanan domestik. Penghapusan aturan tes antigen hanya berlaku pada pelaku perjalanan yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis primer lengkap atau sudah mendapatkan dosis penguat (booster).
Nadia pun mendorong agar perluasan cakupan vaksinasi dosis lengkap terus dipercepat. Saat ini cakupan vaksinasi dosis lengkap sudah diberikan pada 148,5 juta orang atau sudah mencapai 71,3 persen dari total sasaran vaksinasi. Meski demikian, capaian tersebut masih merata.
Pelonggaran-pelonggaran aktivitas masyarakat, termasuk pelonggaran protokol kesehatan, akan dilakukan sesuai dengan keadaan tren kasus. Pada prinsipnya kita akan mencari titik keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan nonkesehatan karena ini harus sinergi.
Setidaknya baru 12 provinsi yang mencapai 70 persen sasaran vaksinasi dosis kedua. Selain itu baru enam provinsi yang mencapai target lebih dari 60 persen untuk vaksinasi dosis kedua pada lansia. Seluruh kepala daerah pun didorong agar segera mempercepat cakupan vaksinasi bagi masyarakat di daerahnya.
”Saat ini kita juga sudah menerapkan mekanisme heterologus untuk vaksinasi, baik untuk pemberian vaksinasi dosis kedua maupun booster. Ini juga berlaku pada sasaran vaksinasi yang jadwal vaksin dosis keduanya sudah terlewat lebih dari enam bulan. Jadi tidak perlu menunggu jenis vaksin tertentu karena bisa dikombinasikan dengan jenis vaksin lain,” kata Nadia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang juga Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Tjandra Yoga Aditama menuturkan, sekalipun laju penularan Covid-19 mulai melandai, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Rumah sakit dan sistem kesehatan nasional harus tetap dipastikan siap untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan kasus.
Pemberian vaksin penguat perlu ditingkatkan secara maksimal. Cakupan yang kini baru mencapai enam persen dinilai masih amat rendah untuk melindungi masyarakat dari ancaman penularan Covid-19.
Selain itu, kasus kematian harus ditekan secara optimal. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka kematian akibat Covid-19 masih meningkat. Dalam sepekan terakhir, kematian pada kasus Covid-19 meningkat 16,7 persen.
”Surveilans harus terus dilakukan secara ketat sehingga jika terjadi peningkatan kasus bisa terdeteksi sejak dini. Peningkatan juga diperlukan pada WGS (pengurutan genom secara keseluruhan) untuk mewaspadai dan mendeteksi jika ada varian baru,” kata Tjandra.