Memperpanjang Masa Simpan Produk Pangan dengan Teknik Iradiasi
Tim peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional mengembangkan teknik iradiasi pangan. Teknik itu dapat dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan pengolahan pascapanen dari hasil pertanian yang belum maksimal.
Teknik iradiasi pangan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan pengolahan pascapanen dari hasil pertanian yang selama ini belum maksimal. Sayangnya, pemahaman masyarakat terkait teknik ini masih kurang. Pemanfaatannya pun belum masif di Indonesia.
Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai teknik iradiasi pangan membuat penerimaan terhadap produk pangan iradiasi menjadi tidak optimal. Padahal, teknik iradiasi pada produk pangan justru memiliki berbagai manfaat. Itu mulai dari mencegah hama pada sayur dan buah, memperpanjang masa simpan produk sayur dan buah, serta memperpanjang waktu simpan produk olahan pangan.
Iradiasi pangan merupakan metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator. Penyinaran ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan serta membebaskan produk pangan dari mikroorganisme yang berbahaya. Proses ini juga mampu meningkatkan keamanan pangan.
”Iradiasi pangan merupakan proses yang aman, efektif, dan efisien. Selain itu, iradiasi pangan juga tidak bisa dipisahkan dari serangkaian tahapan jaminan mutu yang telah diterapkan sebelum bahan pangan diiradiasi sampai didistribusikan dan disimpan,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Pusat Riset Proses Radiasi Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Irawan Sugoro saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (6/3/2022).
Baca juga: Dorong Inovasi Pangan Lokal untuk Cegah Tengkes
Saat ini, setidaknya teknik iradiasi pangan sudah disetujui di 50 negara di dunia dan telah diterapkan untuk keperluan komersial selama puluhan tahun di Amerika Serikat, Jepang, dan sejumlah negara di Eropa.
Irawan mengatakan, pro dan kontra terhadap produk pangan atau bahan bahan yang diproses dengan radiasi dinilai menjadi tantangan berat dalam pemanfaatan teknologi ini secara meluas. Aplikasi teknologi radiasi untuk pangan masih perlu didukung dengan program sosialisasi yang intensif.
Berbagai manfaat bisa didapatkan dari teknik iradiasi pangan. Teknik ini dapat mengurangi mikroorganisme berbahaya pada produk pangan atau bahan pangan seperti bakteri Salmonella dan E coli sehingga dapat mengurangi penyakit infeksi. Biaya yang biasanya digunakan untuk mengatasi infeksi pada bahan pangan pun bisa ditekan.
Selain itu, iradiasi pangan dapat dimanfaatkan untuk dekontaminasi (pembersihan zat pencemar) dari bumbu dan rempah sehingga dapat mencegah kerusakan rasa dan aroma dari bahan pangan tersebut. Proses ini juga tidak menyebabkan penurunan kualitas dan nutrisi dari produk yang diradiasi. Tekstur dan penampilan produk juga tidak berubah.
Dari teknik iradiasi pangan, proses pertumbuhan tunas dan proses kematangan buah bisa diperlambat sehingga masa simpan dari buah lebih panjang. Iradiasi pangan juga dapat mencegah serangan dari hama. Tidak hanya itu, proses iradiasi juga bisa digunakan untuk menghilangkan hama-hama tersembunyi seperti larva alat dalam daging buah dan kutu putih di balik kelopak buah.
Dengan begitu, produk yang telah diradiasi menjadi lebih ekonomis karena tidak banyak produk pangan yang terbuang karena busuk. Prosesnya juga praktis karena dapat dilakukan pada produk dalam kemasan sehingga reinfestasi hama bisa dicegah.
Iradiasi dapat dilakukan untuk pangan dalam jumlah besar, baik dalam bentuk curah maupun dikemas. Proses ini juga tidak mengubah kesegaran produk karena tidak menggunakan panas.
Saat ini, teknik iradiasi pangan bisa dimanfaatkan untuk berbagai produk pangan dan bahan pangan. Aplikasi teknik ini bisa pada komoditas pertanian, seperti buah dan sayur, biji-bijian, rempah, serealia, pangan olahan, dan pangan siap saji. Adapun produk yang sudah banyak memanfaatkan proses iradiasi, antara lain, cokelat bubuk, kentang, kerupuk udang, ikan tuna, merica, ikan asin, kopi herbal, dan rumput laut.
BRIN pun telah mengembangan teknik iradiasi untuk dimanfaatkan pada produk pangan khas Indonesia, seperti rendang, pepes, dan gudeg yang bisa memiliki masa simpan sampai dua tahun tanpa mengurangi rasa dan kualitas dari makanan tersebut. Selain itu, proses ini juga sudah diaplikasikan pada buah lokal, seperti mangga gedong, manggis, dan salak pondoh.
Iradiasi pangan merupakan proses yang aman, efektif, dan efisien. Selain itu, iradiasi pangan juga tidak bisa dipisahkan dari serangkaian tahapan jaminan mutu yang telah diterapkan sebelum bahan pangan diiradiasi sampai didistribusikan dan disimpan.
”Produk lainnya yang sedang ditindaklanjuti untuk dimanfaatkan dan masih dalam proses riset yakni produk daun-daunan segar seperti daun pisang, singkong, dan kelor yang banyak diekspor ke Eropa dan Jepang. Diharapkan dari proses iradiasi ini dapat memperpanjang masa simpannya,” ujar Irawan.
Proses iradiasi
Proses iradiasi dapat dilakukan pada produk yang sudah dalam bentuk kemasan maupun yang masih dalam bentuk curah (bulk). Prosesnya hampir sama dengan sterilisasi pada proses termal, yakni dengan memberikan energi dalam jumlah yang terkendali untuk mengeliminasi berbagai kontaminan biologi yang merugikan.
Proses iradiasi dilakukan secara terkontrol dan sangat hati-hati untuk mendapatkan efek yang diinginkan tanpa merusak produk dan tidak menurunkan kualitas, nutrisi, cita rasa, ataupun tekstur dan penampilan dari produk tersebut. Pada proses iradiasi juga tidak membuat makanan menjadi radioaktif. Tidak ada zat radioaktif yang ada di produk yang diradiasi.
”Hal terpenting dari proses iradiasi, terutama iradiasi yang dilakukan di fasilitas Iradiator Merah Putih (IGMP), yakni memastikan produk tidak melebihi volume wadah atau penyimpan wadah. Terkait waktu itu tergantung dari dosis iradiasi yang diminta konsumen. Semakin tinggi dosisnya, semakin lama waktu iradiasinya. Waktu ini juga bergantung pada aktivitas dari sumber radioaktif,” kata Irawan.
Baca jug : Mendaur Ulang Plastik dengan Iradiasi
Adapun teknologi yang digunakan dalam teknik iradiasi pangan dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya, yakni radiasi yang berasal dari radioaktif dan radiasi dari non radioaktif. Pada iradiasi dengan sumber radioaktif, teknologi yang digunakan yakni sinar gamma yang dipancarkan dari unsur kobalt (Co-60) atau sesium (Cs-137).
Sementara pada iradiasi dari sumber nonradioaktif, teknologi yang digunakan seperti sinar X dan elektron. Sinar radioaktif yang dipancarkan ke produk makanan dengan sumber sinar X tidak disinarkan secara langsung, tetapi dengan cara merefleksikan aliran elektron berenergi tinggi dari unsur logam berat.
Sementara elektron, proses yang dilakukan memakai akselerator elektron untuk menghasilkan berkas elektron. Pada teknik ini tidak ada substansi radioaktif yang digunakan selama proses iradiasi.
Selain untuk produk makanan, iradiasi ini bisa dilakukan pada kosmetik, alat kesehatan, dan produk herbal. Proses iradiasi pangan yang dilakukan juga sudah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pangan Radiasi.
Pada prinsipnya, ada empat hal yang perlu diperhatikan, yakni tujuan iradiasi yang bisa digunakan untuk pengawetan, sterilisasi, karantina buah (fitosanitari), dan penelitian; proses iradiasi yang dilakukan di fasilitas gamma radiator; keunggulan yang didapatkan yaitu efisiensi, efektivitas, dan tidak meninggalkan residu; serta aman bagi konsumen.
Irawan menyampaikan, pengembangan lebih lanjut perlu dilakukan agar teknik iradiasi pangan bisa lebih masif dilakukan di Indonesia. Karena itu, iradiator atau akselerator untuk teknik iradiasi perlu diadakan di daerah lain di lokasi yang lebih dekat dengan pengusaha atau eksportir buah. Saat ini baru tersedia di IGMP Puspiptek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan Indogamma di Bekasi, Jawa Barat.
”Agar radiasi pangan dapat diimplementasikan secara optimal baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional diperlukan dukungan kuat dari para pemangku kepentingan di semua sektor, dari instansi pemerintah maupun dunia usaha dan masyarakat,” katanya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir ORTN BRIN Kristedjo Kurnianto dalam siaran pers menuturkan, teknologi iradiasi gamma terbukti lebih unggul dari teknik konvensional. Iradiasi dapat menjadi solusi yang digunakan untuk pengawetan produk pangan dan meningkatkan kualitas produk sehingga nilai jualnya tidak turun.
”Produk pertanian yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi rusak karena pengolahan pascapanen yang tidak optimal dan terjadinya perubahan iklim. Dengan teknologi iradiasi, persoalan tersebut diharapkan bisa diatasi,” katanya.