Kepesertaan JKN sebagai Syarat Pelayanan Publik Diterapkan Bertahap
Bukti kepesertaan program JKN-KIS akan menjadi syarat untuk mengakses berbagai layanan publik. Pada 1 Maret 2022, aturan itu akan berlaku untuk pembelian tanah secara individu.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepesertaan aktif program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat menjadi syarat bagi masyarakat dalam mengakses berbagai pelayanan publik, seperti jual beli tanah, izin usaha, jamaah umrah dan haji, serta permohonan surat izin mengemudi. Hal itu akan diterapkan secara bertahap guna mendorong perluasan kepesertaan program tersebut.
Aturan terkait dengan kepesertaan aktif JKN-KIS sebagai syarat akses terhadap pelayanan publik tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. Dalam aturan itu, 30 kementerian/lembaga terlibat mendorong optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), termasuk memperluas kepesertaan program itu.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar di Jakarta, Jumat (25/2/2022), mengatakan, tujuan kepesertaan wajib dan gotong royong dimaksudkan agar semua penduduk memiliki akses terhadap JKN-KIS. Semua warga juga berperan untuk bergotong royong membiayai masyarakat yang sakit.
”Karena, ada ketentuan yuridisnya. Jadi, sanksi tidak mendapat layanan publik bagi masyarakat yang belum menjadi peserta JKN-KIS itu benar adanya. Namun, persoalan regulasi yang muncul selama ini ialah masalah komunikasi dan edukasi sehingga tidak semua warga paham,” ujarnya.
Karena itu, ketentuan terkait dengan kewajiban sebagai peserta JKN-KIS perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat. Kepesertaan wajib itu sudah sesuai dengan hukum dalam asuransi, yakni semakin banyak peserta yang terdaftar akan makin besar pula iuran yang masuk. Dengan begitu, pembiayaan layanan kesehatan kian mudah.
Meski begitu, menurut Timboel, sejumlah aturan dalam instruksi presiden tersebut perlu dikaji ulang. Itu terutama terkait dengan kewajiban pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri kurang dari enam bulan serta jamaah haji dan umrah untuk menjadi peserta aktif program tersebut.
Menurut dia, aturan tersebut dinilai kurang tepat karena program JKN-KIS belum bisa memberikan pelayanan manfaat di luar negeri. Pekerja migran Indonesia serta jamaah haji dan umrah yang mengalami sakit di luar negeri biaya pengobatannya tidak bisa dijamin dalam program itu.
Karena, memang ada ketentuan yuridisnya. Jadi, sanksi tidak dapat layanan publik bagi masyarakat yang belum menjadi peserta JKN itu benar adanya. Namun, persoalan regulasi yang muncul selama ini ialah masalah komunikasi dan edukasi sehingga tidak semua masyarakat paham.
Terlepas dari itu, sanksi tidak mendapatkan akses layanan publik bagi masyarakat yang belum menjadi peserta JKN-KIS dinilai tidak memberatkan. Masyarakat bisa memiliki kepesertaan program itu pada segmen peserta mandiri kelas tiga dengan biaya iuran Rp 35.000 per bulan. Sementara masyarakat tidak mampu akan terdaftar sebagai peserta bantuan iuran yang iurannya akan ditanggung oleh pemerintah.
”Secara simultan, penerapan aturan ini juga harus diiringi dengan peningkatan layanan bagi peserta JKN. Pemerataan akses kesehatan bagi semua peserta juga harus dipastikan, termasuk akses terhadap tenaga kesehatan dan obat-obatan,” kata Timboel.
Kesiapan kementerian
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Andie Megantara, dalam acara Forum Merdeka Barat, Kamis (24/2/2022), mengatakan, aturan terkait dengan kewajiban kepesertaan JKN dalam mengakses pelayanan publik akan dilakukan secara bertahap. Penerapan persyaratan tersebut akan disesuaikan dengan kesiapan dari kementerian/lembaga terkait.
”Jadi, tidak semua aturan itu akan dilaksanakan sama per 1 Maret 2022 ini. Kita akan lakukan secara gradual. Saat ini yang akan diterapkan pertama per 1 Maret ialah syarat kepesertaan JKN yang kaitannya dengan pembelian tanah,” ujarnya.
Staf Khusus Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi menambahkan, aturan syarat kepesertaan JKN baru diterapkan untuk pembeli saja, sementara bagi penjual belum diberlakukan. Apabila saat berkas permohonan belum dilampirkan kartu JKN-KIS, proses masih bisa dilanjutkan. Akan tetapi, diharapkan ketika waktu pengambilan berkas, calon pembeli sudah harus melampirkan kartu JKN-KIS.
”Untuk sementara ini, karena kita tahu maksud dari inpres itu adalah optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan untuk 100 persen warga negara Indonesia, kita telah sepakati bahwa untuk syarat bagi badan hukum masih kita tangguhkan. Jadi, syarat ini baru berlaku bagi individu yang akan membeli tanah, bangunan, ataupun rumah, belum pada badan hukum sebagai pembeli,” katanya.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan, program JKN-KIS diselenggarakan sebagai bentuk kehadiran negara untuk memastikan semua penduduk bisa mendapatkan perlindungan sosial di bidang kesehatan. Karena itu, prinsip dari program JKN adalah wajib dan gotong royong.
Melalui Inpres No 1/2022, hal itu diharapkan bisa mendorong perluasan cakupan kepesertaan program JKN-KIS. Masyarakat yang belum menjadi anggota JKN bisa tersaring sehingga capaian kepesertaan bisa terwujud.
Saat ini, jumlah peserta JKN telah mencapai 230 juta orang atau sekitar 80 persen dari penduduk Indonesia. Ditargetkan, pada 2024, peserta JKN-KIS bisa mencapai 98 persen dari total penduduk.
”BPJS Kesehatan juga terus berupaya memperluas kepesertaan melalui berbagai media sosial atau berbagai diskusi publik. Kita juga bekerja sama dengan berbagai pihak serta mendekati berbagai lembaga dan kementerian untuk mendukung optimalisasi program JKN,” ucap Ghufron.