Korban Jiwa Meningkat, Tenaga Kesehatan Perlu Waspada
Korban jiwa karena Covid-19 di Indonesia terus meningkat seiring dengan meluasnya penularan. Selama Februari 2022 tiga tenaga kesehatan meninggal.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Jumlah korban jiwa karena Covid-19 di Indonesia terus meningkat dan risikonya dikhawatirkan bakal meningkat jika penularan terus meluas, terutama di daerah dengan cakupan vaksinasi rendah. Selama Februari 2022, tiga tenaga kesehatan juga meninggal dunia setelah terinfeksi Covid-19.
Kasus harian bertambah 57.426 orang pada Kamis (24/2/2022) dan kasus aktif bertambah 14.591 orang sehingga total menjadi 586.113 orang. Sementara korban jiwa bertambah 317 dalam sehari, dan hal ini merupakan penambahan tertinggi sejak 10 September 2021.
Penambahan korban jiwa terbanyak terjadi di Jawa Timur, mencapai 90 orang, disusul Jakarta dan Jawa Tengah, masing-masing 48 orang, serta Jawa Barat 24 orang. Penambahan korban jiwa di luar Jawa yang terbanyak terjadi di Bali sebanyak 14 orang dan Kepulauan Riau sebanyak 10 orang, Sulawesi Selatan 9 orang, Lampung 9 orang dan Sumatera Selatan 7 orang.
Data Pusara Digital LaporCovid-19 mencatat, selama bulan Februari 2022 terdapat tiga tenaga kesehatan yang meninggal dunia. Satu orang dokter meninggal pada 8 Februari 2022.
Berikutnya, perawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet berusia 24 tahun meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Persahabatan pada Rabu (23/2). Sebelum meninggal dunia, tenaga kesehatan ini positif Covid-19 pada 24 Januari 2022, walaupun hasil tes terakhir sudah negatif. Satu tenaga kesehatan di Cianjur, Jawa Barat meninggal pada Senin (21/2), setelah menjalani perawatan karena Covid-19.
Ketua Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaedi saat dikonfirmasi mengatakan, dua tenaga kesehatan yang meninggal baru-baru ini bukanlah dokter, tapi perawat. Sekalipun jumlah dokter yang positif Covid-19 terus bertambah, rata-rata bergejala ringan.
Dokter yang meninggal selama gelombang Omicron ini terjadi pada 8 Februari 2022 lalu. Dokter spesialis anak ini meninggal di usia 80 tahun. Selain terkonfirmasi positif Covid-19, dokter yang berusia 80 tahun ini juga memiliki penyerta jantung dan PPOK (penyakit paru obstruktif kronis).
Efektifitas vaksin penguat
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengatakan, seiring dengan meningkatnya angka kematian, termasuk pada tenaga kesehatan, wacana tentang pemberian vaksin penguat (booster) lagi perlu dipertimbangkan lagi.
Tjandra mengatakan, data di Israel menunjukkan, pada waktu varian Delta mendominasi imunitas sesudah booster yang dosis ketiga dengan vaksin mRNA ternyata menurun seiring waktu. Sementara data di Inggris, imunitas yang didapat dari booster lebih cepat menurun pada varian Omicron dibandingkan varian Delta.
"Laporan lain dari Amerika Serikat, Israel, Inggris menunjukkan bahwa booster dengan mRNA akan dapat melindungi terhadap kemungkinan masuk rumah sakit sampai lima bulan terhadap varian Delta, dan sampai tiga bulan terhadap varian Omicron," ujar Tjandra.
Berdasarkan laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, efektivitas vaksin m-RNA untuk mencegah seseorang masuk rumah sakit karena varian Omicron mencapai 91 persen pada dua bulan pertama sesudah disuntik booster dan lalu menjadi 78 persen sesudah empat bulan disuntik vaksin penguat.
Seiring dengan meningkatnya angka kematian, termasuk pada tenaga kesehatan, wacana tentang pemberian vaksin penguat ( booster) lagi perlu dipertimbangkan lagi.
Adapun efektivitas vaksin penguat untuk mencegah pasien harus berobat jalan ke instalasi gawat darurat adalah 87 persen, dan angka ini turun menjadi 66 persen sesudah empat bulan disuntik vaksin penguat.
"Ada dua pendapat tentang penurunan angka ini. Sebagian mengatakan bahwa walau turun tapi angka 78 persen masih cukup baik, sementara pendapat lain mengatakan bahwa penurunan ini perlu diantisipasi dengan pemberian booster ke dua untuk kembali meningkatkan efikasinya," kata Tjandra.
Dengan alasan ini, tambah Tjandra, beberapa negara mulai mempertimbangkan kemungkinan pemberian dosis ke empat, atau booster ke dua, di antaranya Israel, Chili, Kamboja, Denmark, Swedia dan Jerman, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat.
Tjandra mengatakan, pemberian vaksin penguat berikutnya harus mempertimbangkan manfaat apa yang diharapkan, apakah untuk mencegah infeksi atau mencegah penyakit menjadi berat, dan juga pertimbangan pada kelompok mana akan diberikan, dan jenis vaksin yang ada.
"Sekarang kalau mungkin akan dipertimbangkan pemberian vaksin penguat kedua maka setidaknya adalah pada kelompok khusus, misalnya petugas kesehatan, atau juga kaum lanjut usia dan mereka yang dengan komorbid cukup berat," katanya.