Kepala BRIN meresmikan Gedung Laboratorium Terpadu Riset Oseanografi di kawasan Ancol, Jakarta. Fasilitas laboratorium yang ada di Gedung Laterio, antara lain, untuk riset vertebrata, botani laut, dan penginderaan jauh.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
Humas BPPT
Kapal Riset Baruna Jaya IV milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang sekarang menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional.
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN Laksana Tri Handoko meresmikan Gedung Laboratorium Terpadu Riset Oseanografi di kawasan Ancol, Jakarta, Selasa (22/2/2022). Segala fasilitas ataupun peralatan penunjang yang dimiliki gedung ini diharapkan dapat mendorong dan memperkuat kolaborasi serta hasil-hasil riset kelas dunia di bidang kelautan.
Gedung Laboratorium Terpadu Riset Oseanografi (Laterio) merupakan fasilitas riset delapan lantai dengan kelengkapan beragam laboratorium yang disiapkan sebagai regional hub untuk riset kelautan. Gedung yang dibangun pada 2020-2021 ini dapat digunakan oleh semua pihak baik periset, akademisi, maupun mahasiswa di seluruh Indonesia karena bersifat terbuka (open laboratory).
Saat peresmian, Laksana menyampaikan, salah satu fokus BRIN saat ini adalah memperkuat infrastruktur riset. Sebab, kualitas riset sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) unggul, infrastruktur, dan anggaran.
”Infrastruktur sangat penting untuk menarik SDM unggul, bisa dari diaspora, lulusan S-3, atau periset asing. Mereka sangat diperlukan untuk berkolaborasi dan mau menjalankan riset bersama dengan periset kita. Oleh karena itu, keberadaan infrastruktur riset yang unggul dan terbaru menjadi sangat penting,” ujarnya.
Selama ini riset di bidang oseanografi di Indonesia masih sangat minim. Oleh karena itu, riset ini perlu dipercepat dengan penguatan kapal armada dan SDM agar kekayaan maritim Indonesia bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat.
Meski dapat menjadi peluang untuk memperkuat riset, Handoko juga memandang bahwa fasilitas ini akan memunculkan tantangan bagi Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian dan Maritim BRIN. Tantangan tersebut ialah menarik mitra dan talenta global, termasuk diaspora untuk bekerja serta berkolaborasi di Gedung Laterio.
KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA
Laksamana Muda Harjo Susworo, Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidrosal), melihat rantai jangkar kapal batubara MV Ever Judger di perairan Teluk Balikpapan, Kaltim, Selasa (17/4).
Menurut Handoko, ke depan, BRIN juga akan menjalin kerja sama dengan TNI Angkatan Laut dalam melakukan relaksasi eksplorasi kemaritiman secara khusus yang memakai armada kapal riset dari BRIN. Kerja sama ini dijajaki mengingat eksplorasi kemaritiman juga membutuhkan petugas keamanan dari TNI sehingga proses ekspedisi lebih lancar.
Handoko mengakui bahwa selama ini riset di bidang oseanografi di Indonesia masih sangat minim. Oleh karena itu, riset ini perlu dipercepat dengan penguatan kapal armada dan SDM agar kekayaan maritim Indonesia bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat.
”BRIN ingin para periset lebih banyak melakukan riset tentang laut dalam karena ini masih sangat minim, baik dari aspek biodiversitas, fisika oseanografi, maupun lainnya. Selain itu juga masih banyak misteri dan potensi yang tersembunyi di laut dalam. Sebanyak 60 persen laut di Indonesia juga merupakan laut dalam. Itulah sebabnya kami juga menambah kapal riset baru,” tuturnya.
Revitalisasi infrastruktur
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian dan Maritim BRINOcky Karna Radjasa mengatakan, Gedung Laterio merupakan bagian dari revitalisasi infrastruktur riset kelautan. Sebagai salah satu prioritas riset nasional (PRN), bidang kemaritiman membutuhkan dukungan SDM dan infrastruktur bertaraf internasional.
”Peralatan yang dimiliki saat ini sudah out of date (tidak berlaku) dalam konteks mendukung riset di bidang oseanografi. Jadi, dukungan peralatan dari lantai satu sampai delapan akan menjadi ujung tombak riset kelautan dan oseanografi yang terbaik di Indonesia,” ucapnya.
LIPI
Spesies baru biota laut dalam yang diidentifikasi peneliti Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Ocky menjelaskan, Gedung Laterio menjadi salah satu fasilitas unggulan dengan instrumen terpadu. Fasilitas laboratorium yang ada di Gedung Laterio, antara lain, untuk riset vertebrata, botani laut, plankton, ekotoksik, invertebrata, biogeokimia, mikrobiologi, logam berat, geologi, mikroteknik, ekofisiologi, hingga penginderaan jauh.
”Dengan pendekatan laboratorium terpadu, fasilitas riset bisa digunakan dalam satu lantai gedung yang sama. Gedung Laterio juga akan menjadi pusat data nasional yang mendukung pemanfaatan data kelautan, bahkan yang bersifat real time,” tuturnya.
Gedung ini dibangun melalui pendanaan Hibah Luar Negeri program Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) yang didanai oleh Bank Dunia. Investasi yang diberikan sebesar Rp 73 miliar untuk gedung dan Rp 49,5 miliar guna mendukung sistem dan instrumentasi laboratorium serta interior kantor.
Selain di Ancol, fasilitas serupa juga tengah dibangun di Pulau Pari (DKI Jakarta), Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan Ambon (Maluku). Fasilitas di Pulau Pari akan digunakan untuk pengembangan kapasitas SDM. Sedangkan fasilitas di Ambon digunakan untuk penguatan riset di bidang laut dalam.