Pengurangan Emisi dari Pengelolaan Sampah Ditingkatkan
KLHK telah meningkatkan kegiatan pengelolaan sampah dengan mendampingi empat desa Proklim di Bali. Potensi pengurangan emisi melalui program ini diperkirakan mencapai 1.262 gigagram setara karbondioksida.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah terus berupaya mengelola sampah dengan disinergikan ke dalam program penurunan emisi di tingkat lokal, khususnya Program Kampung Iklim. Upaya ini dapat berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca hingga ribuan gigagram setara karbondioksida.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengemukakan, selama Januari-Februari 2022, KLHK telah meningkatkan kegiatan pengelolaan sampah di tingkat regional. Salah satu kegiatan tersebut yakni pendampingan empat desa Program Kampung Iklim (Proklim) di Gianyar, Bali.
“Empat lokasi Proklim yang didampingi akan menjadi proyek percontohan bagi 3.270 kampung iklim lainnya di seluruh Indonesia. Melalui kegiatan pengelolaan sampah di empat lokasi tersebut, terhitung potensi pengurangan emisi gas rumah kaca yakni 1.262 gigagram setara karbondioksida pada tahun 2030,” paparnya dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di Jakarta, Senin (21/2/2022).
Vivien memandang, potensi pengurangan emisi ini cukup impresif. Sebab, empat desa ini dapat memberikan kontribusi yang nyata pada pengurangan emisi dari sub sektor sampah meskipun jumlah penduduknya sedikit. Dengan adanya pendampingan, diharapkan kapasitas pengelolaan sampah keempat desa tersebut dapat meningkat signifikan.
Peringatan HPSN 2022 mengambil tema “Kelola Sampah, Kurangi Emisi, Bangun Proklim”. Tema ini diambil karena sampah merupakan salah satu sektor yang berkontribusi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Jumlah signifikan gas metana yang dihasilkan dari tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah berperan besar dalam menciptakan efek GRK.
Selain itu, permasalahan lainnya ialah masih adanya aktivitas pengelolaan sampah yang salah, seperti pembakaran terbuka dan pembuangan ilegal. Di sisi lain, sampai saat ini tidak ada pemanfaatan gas metana di TPA dan minimnya proses daur ulang sampah kertas.
Dalam mengatasi persoalan sampah ini, kata Vivien, pemerintah telah menetapkan strategi dan melaksanakannya melalui kapasitas kebijakan serta kelembagaan dengan pendekatan mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang(3R). Surat Edaran Menteri LHK pada HPSN 2022 juga telah menggeser upaya pengelolaan sampah ke aspek kolaborasi dalam ketahanan ekologi, ekonomi, dan sosial masyarakat.
Proses pengelolaan sampah juga dilakukan dengan pendekatan terhadap pemimpin agama yang dikoordinasi sejumlah majelis taklim Indonesia dan organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta keuskupan Bogor. Ke depan, kolaborasi dalam pengelolaan sampah juga akan melibatkan organisasi keagamaan lainnya.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyampaikan, menurunkan emisi di sektor persampahan sangat penting karena terkait dengan upaya menahan material yang akan terbuang menjadi gas dan posisi sebagai substitusi energi alternatif. Dengan pengolahan yang sesuai, sampah bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti sumber energi listrik, pupuk, maupun bahan baku industri.
Menurut Alue, sejak 2016, semangat dan peringatan HPSN berlangsung dengan tema untuk membangun kesadaran publik dalam upaya pengurangan sampah. Kini, peringatan HPSN bergeser pada aktualisasi produktivitas masyarakat melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan sampah yang memberikan dampak positif terhadap pengendalian perubahan iklim.
Alue mendorong agar HPSN 2022 dapat menjadi tonggak pencapaian untuk meningkatkan kolaborasi dalam mengelola sampah yang lebih baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai hal ini, di antaranya, dengan memperkuat aksi mitigasi di sektor limbah dan meningkatkan peran pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak lainnya dalam pengelolaan sampah yang komprehensif.
Rencana induk
Secara terpisah, Pendiri dan CEO Waste4Change Bijaksana Junerosano menyepakati bahwa keterlibatan dan kolaborasi berbagai pihak termasuk pemerintah daerah sangat penting dalam pengelolaan sampah. Ia pun mendorong agar pemerintah kabupaten/kota dapat menetapkan rencana induk (masterplan) pengelolaan sampah.
“Mayoritas masterplan persampahan di Indonesia masih berupa teknis tetapi tidak didukung dengan mekanisme layak kredit. Pembuktian hal ini sangat mudah. Masterplan persampahan level kabupaten/kota dianggap memenuhi persyaratan untuk diimplementasikan bila lembaga keuangan bersedia membiayainya,” ujarnya.
Sebagai upaya meningkatkan proses pengelolaan sampah di Indonesia, Ia pun merekomendasikan agar setiap pemerintah kabupaten/kota dapat membuat masterplan yang layak kredit agar tidak terus bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam masterplan ini, pengelolaan sampah harus terkait antara tempat pembuangan sampah (TPS) 3R, bank sampah, swasta, dan aspek penunjang lainnya.
Mayoritas masterplan persampahan di Indonesia masih berupa teknis tetapi tidak didukung dengan mekanisme layak kredit. Pembuktian hal ini sangat mudah
Selain itu, penegakan peraturan persampahan dan pembenahan sistem retribusi yang layak serta berkeadilan berbasis volume perlu diperkuat. Penetapan sistem restribusi ini dapat mengacu pada Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penghitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah.
“Sebagai pelaku pengelola sampah sektor swasta, kami juga berharap pemerintah pusat membuat panduan yang jelas bagaimana peran swasta dalam kerjasama dengan pemerintah daerah. Sebab, terkadang pemerintah daerah belum siap dengan kehadiran swasta karena takut pendapatan asli daerahnya berkurang,” ucap Bijaksana.
Ia kembali mengingatkan bahwa pengelolaan sampah di seluruh dunia dibuat dengan perspektif jangka panjang. Hal ini membuat seluruh pihak termasuk negara harus rugi terlebih dahulu karena akan mengubah paradigma masyarakat sebelum mencapai pelayanan yang optimal.