Alam merupakan sumber penghidupan terpenting bagi sejumlah warga Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Ancaman alih fungsi lahan akan berdampak besar terhadap keberlanjutan penghidupan masyarakat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun mempunyai potensi alam melimpah, Kabupaten Tambrauw menjadi satu dari delapan daerah di Papua Barat yang masuk daftar daerah tertinggal 2020–2024. Warga lokal di sana membutuhkan pendampingan berkelanjutan agar potensi itu menjadi sumber penghidupan yang berujung pada kesejahteraan.
Potensi itu, di antaranya, adalah komoditas pertanian dan wisata di Distrik Bikar, sumber daya hutan di Distrik Selemkai, serta produk kriya di Distrik Fef. Hal itu disampaikan tim Kaoem Telapak, organisasi nonpemerintah yang fokus pada isu lingkungan, secara daring, Kamis (17/2/2022).
Tim melakukan asesmen mengenai sumber penghidupan masyarakat di ketiga distrik tersebut pada November-Desember 2021. Sejumlah isu yang mengemuka dalam asesmen itu, di antaranya, ialah melemahnya ketahanan pangan masyarakat, minimnya inovasi pertanian, kurangnya praktik pengolahan pascapanen, serta infrastruktur transportasi dan listrik tidak memadai.
Project officerKaoem Telapak, Rifqi Asy’ari, menyebutkan, masyarakat Tambrauw cenderung menerapkan sistem mono produksi atau pertanian subsistem. Petani hanya fokus pada komoditas yang ditanamnya.
”Hasil produksinya langsung dijual. Setelah itu, mereka membeli lagi produk olahan berbahan komoditas yang mereka hasilkan dari orang lain,” ujarnya.
Oleh sebab itu, warga memerlukan pendampingan berkelanjutan untuk mengolah hasil pertanian yang mereka tanam sendiri. Dengan begitu, akan memberi nilai tambah dan berdampak terhadap kesejahteraan warga.
Di Distrik Bikar, misalnya, terdapat sejumlah komunitas masyarakat yang menghasilkan kelapa, bawang merah, nanas, kakao, kacang hijau, kacang tanah, dan petatas atau ubi jalar. Hasil panennya dijual ke Distrik Sausapor dan kemudian dibawa ke Sorong.
Bikar juga mempunyai potensi wisata di Pulau Dua. Pulau ini menawarkan keindahan pantai pasir putih dengan pemandangan laut lepas Samudra Pasifik. Di sana terdapat kegiatan konservasi penyu dan bakau.
”Wisata menjadi potensi yang bisa dimanfaatkan oleh warga. Sudah ada sejumlah infrastruktur pendukung yang dibangun pemerintah, tetapi belum terkelola dengan baik,” ujarnya.
Sementara di Distrik Fef, sebagai ibu kota Kabupaten, banyak warga bekerja sebagai aparatur sipil negara. Sebagian warga lainnya bertani dan memproduksi produk kriya. Di sana juga terdapat komunitas warga yang bergerak di bidang jasa lingkungan.
Komunitas di Fef didominasi oleh perempuan dalam pemanfaatan komoditas pertanian dan kriya. Lokasinya juga strategis karena terletak di antara Sorong dan Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat.
”Kerentanan di distrik ini adalah alih fungsi lahan untuk pembangunan dan kerusakan ekosistem hutan,” katanya.
Project researcherKaoem Telapak, Yoga Sita, Krismata menyebutkan, alam merupakan sumber penghidupan terpenting di ketiga distrik tersebut. Ancaman alih fungsi lahan akan berdampak besar terhadap keberlanjutan penghidupan masyarakat.
Menurut dia, potensi tanaman pangan dan obat-obatan, sagu, dan jasa lingkungan perlu dioptimalkan melalui kolaborasi dengan universitas. ”Jika dikemas menarik dan dikelola berkelanjutan, itu dapat menjadi potensi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,” ucapnya.