Warga Lansia dan Orang dengan Komorbid Disarankan Tidak Isolasi Mandiri
Warga lansia dan orang dengan komorbid merupakan kelompok rentan ketika tertular Covid-19. Pemantauan harus dilakukan dengan optimal untuk mencegah terjadinya perburukan ataupun kematian.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga lanjut usia dan masyarakat dengan komorbid atau penyakit penyerta merupakan kelompok yang rentan mengalami perburukan ketika tertular Covid-19. Karena itu, meski tidak bergejala atau hanya bergejala ringan, kelompok itu disarankan menjalani perawatan di fasilitas kesehatan agar kondisi kesehatannya terpantau dengan baik.
Data RS Online Kementerian Kesehatan per 13 Februari 2022 menunjukkan, dari 1.090 pasien Covid-19 yang meninggal, sebanyak 48 persen memiliki komorbid, 49 persen merupakan warga lansia, dan 68 persen belum divaksinasi. Adapun komorbid yang paling banyak ditemui adalah diabetes melitus.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan yang juga Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Rabu (16/2/2022), menyampaikan, kelompok rentan perlu dijaga agar tidak mengalami perburukan ketika tertular Covid-19. Untuk mencegah risiko yang bisa terjadi, kelompok rentan diharapkan tidak melakukan isolasi mandiri agar pemantauan dari tenaga kesehatan bisa lebih optimal.
”Isolasi mandiri memiliki syarat, baik syarat rumah maupun syarat klinis. Jika pasien berusia lebih dari 45 tahun dan memiliki komorbid, tidak disarankan untuk menjalani isolasi mandiri. Sekalipun saat ini belum ada laporan kematian saat menjalani isolasi mandiri, hal ini perlu diantisipasi,” ujarnya.
Nadia menuturkan, upaya percepatan vaksinasi juga terus didorong. Jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama mencapai 188,8 juta orang atau 90,6 persen dari target sasaran. Sementara penduduk yang sudah mendapatkan vaksin dosis kedua sebesar 137,4 persen atau 66,01 persen. Saat ini diperkirakan ada sejumlah warga belum menerima dosis kedua lebih dari batas waktu pemberian atau kelompok sasaran drop out.
Terkait hal itu, pemerintah mendorong agar sasaran drop out atau putus vaksinasi yang dalam waktu lebih dari enam bulan tidak mendapatkan vaksin dosis kedua untuk mengulangi pemberian vaksinasi primer. Jenis vaksin yang diberikan bisa berbeda dari vaksin sebelumnya. Data Kementerian Kesehatan mencatat, ada 2,4 juta sasaran vaksinasi yang belum mendapatkan vaksinasi dosis kedua lebih dari enam bulan.
Isolasi mandiri memiliki syarat, baik syarat rumah maupun syarat klinis. Jika pasien berusia lebih dari 45 tahun dan memiliki komorbid, tidak disarankan untuk menjalani isolasi mandiri.
Selain itu, Nadia menambahkan, cakupan vaksinasi pada warga lansia harus terus dikejar. Warga lansia merupakan kelompok masyarakat yang divaksin pada tahap awal. Namun, cakupannya masih rendah. Jumlah warga lansia yang sudah mendapat vaksin dosis kedua 10,9 juta orang atau 50,9 persen dari target sasaran. Warga lansia yang mendapatkan vaksin penguat juga masih minim, yakni sekitar 1 juta orang atau 5,09 persen dari target sasaran.
Kendala yang dihadapi adalah adanya persepsi yang salah terkait vaksinasi warga lansia. Masih banyak dari mereka yang memiliki persepsi bahwa vaksinasi dapat memunculkan efek samping dari komorbid yang mereka miliki. Selain itu, tidak sedikit warga lansia yang juga takut disuntik.
”Kita terus mendorong percepatan vaksinasi pada warga lansia. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari penjemputan, mendorong mereka untuk mendapatkan vaksinasi bersama anggota keluarga lain, vaksinasi door to door atau keliling, serta vaksinasi dengan dorongan organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan,” tutur Nadia.
Konsultasi jarak jauh
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan Setiaji menuturkan, layanan konsultasi jarak jauh atau telekonsultasi serta telemedicine yang disediakan untuk pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri telah diperluas.
Jika sebelumnya layanan tersebut masih diberikan kepada pasien di Jawa dan Bali, kini sudah diperluas ke Sumatera (Medan dan Palembang), Kalimantan (Balikpapan dan Banjarmasin), dan Sulawesi (Manado dan Makassar).
Berdasarkan laporan layanan Covid-19, sejak 17 Januari-14 Februari 2022, jumlah pasien yang menerima pesan Whatsapp terkait status positif Covid-19 berjumlah 364.850 orang. Dari jumlah itu, 158.075 orang melakukan triase untuk perawatan dengan 43 persen di antaranya mengakses layanan telemedik. Sebanyak 136.028 pasien mendapatkan resep elektronik dan 129.100 resep telah diproses.
”Dengan bertambahnya kasus Covid-19, kami memperluas layanan telemedicine. Selain itu, kami telah melakukan penambahan hasil antigen positif untuk layanan isoman sehingga pasien dengan hasil tes antigen positif akan di-cover (ditanggung). Masyarakat yang belum mendapatkan pesan Whatsapp soal status positif Covid-19 bisa juga cek website Isoman.kemkes.go.id,” ucap Setiaji.