Dokter Hewan, Mari Berbagi Cerita
Harian Kompas dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) menggelar Webinar "Tips dan Trik Menulis Opini di Kompas", Selasa (15/02/2022).
“Dokter hewan, mari berbagi cerita, karena pasti ceritanya banyak. Cerita tentang binatang itu banyak dan menarik”.
Begitu Tri Agung Kristanto, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas, mengawali pembicaraannya dalam Webinar “Tips dan Trik Menulis Opini di Kompas”, Selasa (15/2/2022).
Webinar ini terselenggara atas kerja sama antara Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) dan Harian Kompas.
Dalam diskusi virtual yang dipandu Drh Iwan Berri Prima tersebut, Ketua Umum PB PDHI Dr Drh Muhammad Munawaroh mengemukakan latar belakang kerja sama ini. Ada potensi dokter hewan mampu menyampaikan ide atau pendapat dalam bentuk tulisan.
“Tapi ada kendala mengapa tulisan tidak terbit. Kami menjembatani bagaimana agar tulisan para kolega ini dapat tampil di Kompas, baik Kompas digital (Kompas.id) maupun Kompas cetak. Dengan demikian pendapat dokter hewan dapat dibaca oleh masyarakat secara luas,” tuturnya.
Munawaroh menyebut salah satu peserta webinar yang tulisannya banyak dimuat di Harian Kompas, yaitu Dr Drh Soeharsono, seorang praktisi dan pensiunan penyidik penyakit hewan di Denpasar, Bali. Dalam catatan Harian Kompas, sedikit 62 tulisan telah ditulis oleh Soeharsono, yang meliputi tulisan opini dan surat pembaca, sejak tahun 1996.
“Menulislah seperti sedang curhat, mencurhatkan pemikiran, seperti bertutur kepada teman. Kalau mau mudah, rekamlah dengan ponsel, lalu rekamannya diketik ulang,” kata Tri Agung Kristanto.
Rubrik opini berada di halaman 6 dan 7 Harian Kompas, sedangkan surat pembaca di halaman 7. Tri Agung Kristanto memberi contoh tulisan Dr Drh Tri Satya Putri Naipospos yang sedikitnya 35 tulisan opininya dimuat di Harian Kompas sejak tahun 2001.
Karena dedikasinya yang juga dituangkan dalam tulisannya di Kompas, Tri Satya Putri Naipospos mendapat Anugerah Cendekiawan Berdedikasi Kompas tahun 2020.
Tri Agung Kristanto juga menyampaikan beberapa surat pembaca yang ditulis oleh dokter hewan. “Menulis surat pembaca ini dapat menjadi latihan sebelum menulis opini,” katanya.
Yohanes Krisnawan, editor Desk Opini Harian Kompas, menambahkan surat pembaca dalam perkembangannya tidak hanya berisi keluhan konsumen, tetapi berisi opini singkat. “Surat pembaca menjadi menarik karena berisi pendapat berdasarkan kenyataan,” katanya.
Krisnawan menyampaikan kebijakan dan tradisi menulis opini di Harian Kompas. Beberapa catatan yang disampaikan Krisnawan di antaranya dari tulisan opini yang masuk puluhan tulisan per hari, bahkan awal pandemi tahun 2020 sempat mencapai 100-an per harinya. Sementara tulisan yang dimuat berkisar empat tulisan di Harian Kompas dan tiga tulisan di Kompas.id dalam sehari.
“Kredibilitas artikel Anda akan tergantung pada otoritas, kompetensi, pemahaman, dan pengalaman dan kualitas argumen yang Anda bangun. Nama besar saja tidak menjamin artikel akan dimuat,” ujar Krisnawan tentang salah satu tips menulis opini.
Dalam sesi tanya jawab, Drh Ruri Astuti Wulandari antara lain menanyakan apa standar seorang dianggap pakar di bidangnya, apakah ada standar gelar tertentu. “Sebetulnya tidak perlu gelar seperti guru besar atau doktor. Seorang petugas statistik di Soe, Nusa Tenggara Timur, tetapi pakar karena pengalaman mengurus data riil, tulisannya dimuat. Pengalaman menjadi kepakaran. Sebaiknya di belakang nama, ditulis kompetensi sesuai topik yang ditulis,” kata Krisnawan.
Tri Agung Kristanto menambahkan, kompetensi bisa dibangun melalui aktivitas penulis. “Misalnya dokter hewan yang menulis novel layangan putus, kenapa tidak dia menulis untuk rubrik sastra dan budaya di Kompas?” katanya.
Ruri juga menanyakan apakah bagaimana menyikapi bahasa berita kedokteran hewan yang biasanya ilmiah dan membosankan. “Kalau ada istilah-istilah teknis bisa dijelaskan dengan bahasa yang lebih umum,” ujar Tri Agung Kristanto.
Drh Antonia Agnes Sri Budiastri Cahyaningtyas menanyakan apakah tulisan di blog pribadi dapat dikirimkan sebagai tulisan opini. “Saran saya tidak karena tulisan sudah terpublikasi ke publik. Kalau mau, tema di blog dikemas ulang dengan pendekatan berbeda, dapat ditulis sebagai opini,” ujar Tri Agung Kristanto.
Drh Iwan Berri Prima menyampaikan kesimpulan, “Dokter hewan, mari berbagi cerita. Banyak keahlian dan keilmuan yang bisa kita bagi dalam bentuk tulisan.”
Pada akhir webinar, ia membacakan pantun, “Kalau ada sumur di ladang, bolehlah kita menumpang mandi. Kalau ada tulisan dokter hewan yang akan datang, bolehlah dimuat di Kompas.id”.