Teripang merupakan makanan lezat bagi sebagian orang. Fauna ini berfungsi menjaga dasar laut tetap bersih dan produktif. Saat ini, keberadaan sejumlah jenis teripang terancam punah.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Setelah diambil dari dasar laut, teripang diolah dengan cara dijemur dan siap dijual seperti yang terlihat di Pulau Tamdalan Nawa, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku pada Jumat (25/8/2017).
Pemanenan berlebih telah menempatkan sejumlah populasi spesies teripang di peraian Karang Penghalang Besar Australia dalam kondisi berbahaya. Teripang merupakan menu masakan laut yang digemari masyarakat di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur.
Studi ini dipimpin Kenny Wolfe dari The University of Queensland (UQ) di Australia. Mereka meneliti data perikanan yang dikumpulkan di sepanjang tempat penangkapan ikan (fishing ground) utama di Australia. Mereka lalu merekomendasikan perubahan regulasi untuk mencegah kepunahan teripang dari perairan tropis Australia.
“Karang Penghalang Besar (Great Barrier Reef) merupakan rumah bagi 10 dari 16 jenis teripang yang terancam punah di seluruh dunia,”kata Wolfe dalam siaran pers UQ, 11 Februari 2022.
Ia mengatakan, data yang mereka kumpulkan menunjukkan beberapa spesies dengan nilai komersial tertinggi telah mengalami penurunan populasi. Penyebab penurunan populasi tersebut yaitu peningkatan dan pemanenan global yang terus menerus. Laporan riset ini ada dalam jurnal Biological Conservation, Februari 2022.
Intervensi kebijakan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan populasi teripang lainnya tidak mulai berjalan menuju kepunahan.
“Mereka (teripang) dipandang sebagai makanan lezat bagi sebagian orang, tetapi teripang adalah cacing tanah atau penyedot debu di laut, membantu menjaga dasar laut tetap bersih dan produktif. Mereka sangat penting untuk ekosistem laut yang sehat,” kata dia, menjelaskan fungsi teripang dalam ekosistem laut.
Salah satu jenis teripang tropis yang menghilang dengan cepat yaitu dari kelompok teatfish. "Teatfish terdaftar di CITES (Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah) yang memberikan dasar kuat untuk membatasi panen dan ekspor mereka," kata Dr Wolfe.
Dokumentasi Balai Bio Industri Laut-LIPI
Balai Bio Industri Laut-LIPI di Nusa Tenggara Barat, melalukan perbanyakan populasi teripang pasir yang hasilnya diberikan kepada nelayan untuk dibudidayakan sebagai sumber penghasilan alternatif.
Meski demikian, dua dari spesies teatfish yaitu teatfish putih (teripang susu) dan teatfish hitam (teripang koro), mewakili lebih dari 20 persen dari total tangkapan perikanan Queensland baru-baru ini. "Populasi teatfish paling berisiko karena nilai pasarnya yang tinggi dan reproduksi yang buruk,” kata dia.
Perlu perlindungan lebih
Ia mengatakan, pada kenyataannya populasi teripang susu dan teripang koro ini belum pulih meski penangkapannya ditutup pada tahun 1999 karena panen berlebihan. Lalu penangkapannya dibuka kembali pada 2019.
"Pada Desember 2021, kami melihat secercah harapan, ketika Menteri Lingkungan Federal (Australia) Sussan Ley mendukung daftar CITES, dan sebagai pengakuan atas keadaan berbahaya mereka memutuskan bahwa panen teripang koro tidak akan diizinkan,” kata dia.
Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai kemenangan besar untuk salah satu dari 10 teripang di Australia yang terancam punah atau rentan. Ia pun mengingatkan bahwa intervensi kebijakan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan populasi teripang lainnya tidak mulai berjalan menuju kepunahan.
Rekan peneliti, Prof Maria Byrne dari The University of Sydney, mengatakan, peraturan perundang-undangan yang efektif sangat penting untuk melindungi teripang. "Perikanan teripang di Karang Penghalang Besar telah lama beroperasi di bawah apa yang dikenal sebagai Sistem Pengukuran Kinerja non-regulasi -- dan karena itu tidak mengikat," kata dia.
Ia pun memaparkan, sebenarnya sistem pengukuran tersebut merekomendasikan penilaian stok teripang secara teratur. Tetapi hal ini tidak dilakukan sehingga industri telah beroperasi tanpa gagasan nyata tentang dampak panen mereka terhadap keberlanjutan stok.
"Ke depan, penting untuk memiliki kerangka kebijakan yang diatur dan ditegakkan undang-undang untuk penilaian stok independen reguler untuk semua spesies teripang tropis yang dipanen di Karang Penghalang Besar,” kata dia.
Dengan demikian, panen berkelanjutan dan identifikasi intervensi spesifik spesies dapat dilakukan dan dinilai. Hal itu dinilai penting untuk kesehatan terumbu karang dan memberikan kontribusi penting untuk menjalankan rencana Terumbu Karang 2050 dari Pemerintah Australia dan Queensland, memastikan status "berisiko" UNESCO dari Karang Penghalang Besar dapat dihindari, serta untuk memenuhi Strategi Perikanan Berkelanjutan terbaru.
Di Indonesia, saat ini belum ada regulasi nasional yang mengatur perlindungan teripang. Namun, teripang merupakan salah satu dari 20 jenis yang menjadi prioritas KKP. Rencana pengelolaan teripang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) 2016 - 2020.
Secara aturan internasional, CITES memasukkan beberapa spesies teripang dalam appendix II yaitu segala pengambilan dari alam dan di perdagangkan akan di batasi berdasarkan kuota yang telah disetujui dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya. Spesies yang masuk ke dalam appendix II CITES ialah Holothuria fuscogilva (teripang susu), H nobilis (teripang koro), dan H whitmaei.