Ketika Anak Harus Menjalani Isolasi Mandiri
Isolasi mandiri perlu dilakukan secara disiplin dan dijalankan sampai tuntas. Hal itu penting untuk memutus rantai penularan Covid-19. Pemantauan juga perlu diperhatikan selama masa isolasi mandiri, termasuk pada anak.
Pekan lalu, Emmanuel Sahelangi (32) terkonfirmasi positif Covid-19. Gejalanya ringan sehingga ia cukup melakukan isolasi mandiri di rumah. Namun, saat ini tidak hanya ia yang terinfeksi. Istri dan anaknya yang masih berusia dua bulan juga terkonfirmasi positif Covid-19 dari hasil tes usap reaksi berantai polimerase (PCR).
”Sebenarnya tidak ada rasa khawatir karena gejala yang muncul juga ringan. Namun, saya lebih khawatir pada anak. Saya khawatir kalau sampai terkena pneumonia atau sesak napas berat. Di awal penularan, anak saya sempat demam,” tuturnya.
Tidak ada perawatan atau obat-obatan khusus yang harus dikonsumsinya. Khusus untuk istri, obat dan vitamin yang diminum memang bisa dikonsumsi oleh ibu hamil. Dokter pun hanya menyarankan agar pemberian air susu ibu (ASI) tetap banyak.
Jumlah bayi dan anak yang tertular Covid-19 pada gelombang ketiga Covid-19 saat ini cukup besar. Kementerian Kesehatan melaporkan, sebanyak 13,3 persen kasus terkonfirmasi positif Covid-19 terjadi pada kelompok usia 0-18 tahun. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat, pada 7 Februari 2022, jumlah anak positif Covid-19 mencapai 7.993 kasus atau meningkat hampir 10 kali lipat dibandingkan 24 Januari 2022 di mana terdapat 676 kasus.
“Jadi, jangan disangka bahwa penularan Covid-19 hanya terjadi pada orang dewasa atau lansia. Peningkatan kasus kini juga terjadi pada usia anak, apalagi dengan varian Omicron yang lebih cepat dan lebih mudah menular,” ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso.
Ia menuturkan, sekalipun mayoritas kasus yang ditemukan pada anak bergejala ringan dan tanpa gejala, kewaspadaan tetap diperlukan karena sejumlah kasus ditemukan dengan kondisi berat. Sejumlah pasien anak ditemukan mengalami gagal jantung. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah dampak Covid-19 berkepanjangan (long covid) yang bisa dialami.
Tidak sedikit anak yang sudah sembuh dari Covid-19 dilaporkan mengalami diabetes melitus. Selain itu, kondisi khas yang kini banyak ditemukan pada anak setelah tertular Covid-19 ialah terjadi sindrom inflamasi multisistem pada anak (MIS-C/multisystem inflammatory syndrome in children). Gangguan ini ditandai dengan demam lebih dari tiga hari yang disertai dengan ruam pada mulut, tangan, dan kaki, shock, serta adanya diare, muntah, atau nyeri perut.
Baca juga : Jangan Abaikan Risiko Covid-19 pada Anak
Karena itu, upaya pencegahan menjadi amat penting. Varian Omicron yang sangat infeksius membuat penularan di masyarakat masif terjadi. Orangtua diimbau untuk menjaga dan melindungi anak dari risiko penularan Covid-19.
Jangan disangka penularan Covid-19 hanya terjadi pada orang dewasa atau lansia. Peningkatan kasus kini juga terjadi pada usia anak, apalagi dengan varian Omicron yang lebih cepat dan lebih mudah menular.
Tidak disarankan untuk membawa anak di tengah keramaian, seperti mal dan pusat perbelanjaan. Anak juga harus disiapkan untuk cakap menjalankan protokol kesehatan, antara lain memakai masker dengan benar, mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan orang lain.
Tanda bahaya
Meski begitu, Piprim menuturkan, orangtua juga harus paham perawatan anak yang tertular Covid-19. Pemantauan perlu dilakukan secara rutin, terutama untuk memantau tanda-tanda kegawatan dan tanda bahaya yang bisa dialami oleh anak.
Tanda bahaya tersebut ialah anak menjadi banyak tidur dan kurang aktif seperti biasanya, kesadaran menurun, terlihat sesak atau sulit bernapas, napas menjadi lebih cepat atau tersengal-sengal, saturasi oksigen kurang dari 95 persen, kejang, mata merah, muncul ruam, demam lebih dari 39 derajat celsius, mata menjadi cekung, serta buang air berkurang dan berwarna pekat. Pada anak yang masih menyusu, tanda bahaya yang bisa dilihat adalah anak menjadi tidak bisa menyusu.
Apabila salah satu dari gejala tersebut ditemukan pada anak, orangtua perlu segera membawa anak ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat yang menyediakan layanan Covid-19 pada anak. Konsultasi dengan dokter melalui layanan telekonsultasi juga bisa dilakukan.
Pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), Nastiti Kaswandani, mengatakan, pada bayi dengan ibu yang juga terkonfirmasi positif Covid-19, menyusui tetap bisa dilakukan menyesuaikan kondisi ibu. Jika kondisi ibu dan bayi baik, menyusui bisa dilakukan secara langsung. Namun, jika kondisi klinis ibu tidak stabil atau cenderung berat, ASI bisa diberikan dengan cara diperah.
Dalam merawat anak dengan Covid-19, penggunaan obat sebaiknya tidak sembarangan. Obat yang diberikan harus sesuai dengan anjuran dokter. Dalam buku Panduan bagi Keluarga dan Masyarakat: Pencegahan dan Isolasi Mandiri Anak dan Remaja dengan Covid-19 telah dituliskan obat-obat yang disarankan untuk anak.
Jika anak mengalami demam, parasetamol bisa diberikan dengan dosis 10-15 miligram per kilogram berat badan anak yang dapat dikonsumsi setiap 4-6 jam sekali. Dosis maksimal yang dianjurkan 75 miligram per kilogram berat badan per hari yang jangan diberikan lebih dari 4.000 miligram per hari. Sebaiknya, pemberian obat dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter.
Sementara untuk konsumsi multivitamin, anak bisa diberi vitamin C, vitamin D3, dan zinc. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan usia dan kebutuhan harian. Durasi pemberian pun harus diperhatikan. Obat lain juga bisa diberikan sesuai dengan anjuran dokter. Meski begitu, orangtua tetap harus mengutamakan untuk memberikan makanan dengan gizi seimbang.
Piprim menambahkan, hal lain yang juga perlu diperhatikan ketika isolasi mandiri adalah aktivitas fisik. Walaupun berada di dalam rumah, aktivitas fisik seperti olahraga ringan penting dilakukan. Pembatasan kegiatan selama masa pandemi ini telah meningkatkan angka obesitas pada anak. Padahal, obesitas bisa menjadi penyakit penyerta yang berbahaya dalam penularan Covid-19. Risiko penyakit lain juga bisa mengintai.
Dalam panduan isolasi mandiri, termasuk isolasi mandiri pada anak, isolasi mandiri dianggap selesai dilakukan apabila hasil pemeriksaan tes usap ulang menunjukkan hasil negatif. Tes usap ulang bisa dilakukan setelah 10 hari gejala muncul atau setelah 10 hari dinyatakan positif Covid-19. Pada anak dengan gejala ringan atau sedang, isolasi mandiri bisa dinyatakan selesai setelah 10 hari isolasi mandiri dilakukan ditambah tiga hari setelah bebas gejala. Untuk anak dengan komorbid, konsultasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum selesai melakukan isolasi mandiri.
Baca juga : 40 Persen Pasien Covid-19 Anak Meninggal Dunia
Pemantauan pada anak yang tertular Covid-19 juga perlu dilanjutkan meskipun sudah dinyatakan sembuh. Hal ini untuk mencegah adanya potensi long covid. Gejala infeksi Covid-19 masih bisa dirasakan lebih dari 12 minggu setelah terinfeksi. Waspadai jika anak mengalami kelelahan yang ekstrem, sesak napas, nyeri dada, gangguan konsentrasi, gangguan tidur, pusing, sering kesemutan, nyeri sendi, depresi, nyeri telinga, ruam, batuk, nyeri tenggorokan, serta suhu tubuh yang meningkat. Disarankan untuk segera konsultasi dengan petugas kesehatan apabila gejala tersebut ditemukan pada anak.
”Pemantauan dan konsultasi rutin tetap perlu dilakukan meskipun anak sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Risiko long covid perlu diwaspadai agar anak bisa cepat mendapatkan penanganan. Vaksinasi pada anak juga harus terus diperluas untuk melindungi anak dari risiko perburukan,” kata Piprim.