Situs Manusia Purba Sangiran Masih Menyimpan Misteri
Baru sekitar 40 persen situs manusia purba Sangiran yang dieksplorasi. Hal ini menjadikan Sangiran sebagai “lahan“ penelitian yang tidak akan habis diteliti.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Manusia purba Homo erectus semula diperkirakan tiba di Pulau Jawa 1,5 juta tahun lalu. Menurut teori Out of Africa, mereka bermigrasi dari Afrika sejak 1,8 juta tahun lalu dengan berjalan kaki. Namun, teori kedatangan Homo erectus berubah dengan adanya temuan-temuan baru di situs manusia purba Sangiran.
Sangiran ada di Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah. Sangiran pertama kali dinyatakan sebagai situs hominid pada 1934 oleh GHR von Koenigswald, seorang ahli paleontologi. Ia memprediksi bakal ada temuan-temuan paleontologi lain di situs ini di masa depan. Ucapannya terbukti dengan penemuan delapan spesimen manusia purba pada periode 1934-1936.
Pada 1934, ditemukan fosil Homo erectus berusia 1,5 juta tahun di Sangiran. Itu merupakan temuan Homo erectus tertua di Indonesia selama beberapa dekade. Pada 2019, penggalian yang diketuai Profesor Riset Harry Widianto mengubah persepsi tersebut.
Penggalian di 2019 berujung pada penemuan fragmen tulang Homo erectus. Fragmen itu ditemukan beberapa meter di bawah permukaan tanah, tepatnya di formasi Pucangan Tengah. Usia fragmen tulang itu diperkirakan 1,7 juta tahun.
Selain itu, peneliti pun menemukan macan, buaya, lele, dan penyu yang usianya juga 1,7 juta tahun. Menurut Harry Widianto, hal ini menandakan bahwa kronologi kehadiran makhluk hidup di Sangiran mesti direvisi.
”Selama ini kita masih berpegang pada teori Out of Africa. Tapi, apa sekarang kita harus mengacu ke teori multiregional, yaitu bahwa distribusi Homo erectus di dunia tidak berasal dari Afrika, tapi berbagai tempat di dunia? Untuk itu, kita mesti mendapat data yang lebih kuat,” kata Harry yang juga peneliti ahli utama Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada diskusi daring BERANDA #05, Rabu (2/2/2022) malam.
Sebelumnya, arkeolog Truman Simanjuntak menyebut, berdasarkan teori Out of Africa, persebaran Homo erectus bermula dari Afrika pada 1,8 juta tahun lalu dan sampai di Pulau Jawa pada 1,5 juta tahun lalu. Kedatangan Homo erectus di Jawa diprediksi terjadi ketika air laut menyusut dan menjadi daratan selama zaman es.
Belum selesai diteliti
Harry mengatakan, Sangiran adalah situs yang tidak akan pernah selesai diteliti. Sejak 1934, temuan paleontologi masih bisa diperoleh hingga kini. Ia mengatakan, ada 110 spesimen Homo erectus yang ditemukan di Sangiran.
Sangiran disebut sebagai refleksi proses kehidupan manusia selama lebih dari 2 juta tahun karena jejak manusia ditemukan 1,7 juta tahun lalu. Selain itu, ada pula jejak fauna dan artefak di lapisan bumi Sangiran.
Yang sudah dieksplorasi (di Sangiran) sekarang baru 40 persen. Sekitar 60 persen lainnya masih di perut bumi Sangiran. Sangiran adalah situs yang masih menyimpan banyak sekali data.
”Yang sudah dieksplorasi (di Sangiran) sekarang baru 40 persen. Sekitar 60 persen lainnya masih di perut bumi Sangiran. Sangiran adalah situs yang masih menyimpan banyak sekali data,” katanya.
Adapun, Sangiran dulunya berupa lautan dalam. Lingkungan Sangiran berubah seiring zaman menjadi daerah rawa, kemudian menjadi daratan.
Terdapat endapan berusia jutaan tahun di Sangiran. Hal ini dipengaruhi letak Sangiran yang berada di antara Gunung Lawu dan Gunung Merapi. Di dalam endapan tersebut biasanya ditemukan fosil manusia, fauna, hingga artefak.
Sebagai contoh, di Sangiran ditemukan fosil Mastodon sp berusia 1,5 juta tahun. Ada pula fosil Stegodon sp berumur 1 juta tahun. Keduanya adalah nenek moyang gajah sumatera. Temuan tersebut memberi gambaran tentang evolusi gajah dari zaman ke zaman.
”Sangiran sangat penting bagi evolusi manusia, fauna, dan lingkungan,” kata Harry.