Tim peneliti di IPB University mengembangkan produk enzim rekombinan buatan dan produksi dalam negeri. Hasil inovasi ini bisa untuk memenuhi kebutuhan reagensia dalam tes PCR yang meningkat saat pandemi Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Kebutuhan reagensia pendukung pemeriksaan berbasis reaksi rantai polimerase (PCR) semakin besar. Padahal, sebagian besar reagensia masih didapatkan secara impor. Tim peneliti dari IPB University pun berupaya untuk menghasilkan reagensia berupa produk enzim rekombinan buatan dan diproduksi di dalam negeri.
Teknik pemeriksaan berbasis reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction/ PCR) banyak digunakan dalam bidang biologi molekuler. Selama pandemi Covid-19, teknik pemeriksaan tersebut semakin banyak dimanfaatkan sebagai cara untuk mendeteksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Penggunaan yang semakin banyak ini membuat kebutuhan kit PCR pun kian besar. Tidak hanya mesin PCR, kebutuhan reagensia untuk mendukung pemeriksaan PCR juga makin besar. Sementara ketersediaan reagensia di Indonesia saat ini masih bergantung dari produk luar negeri. Hal ini menyebabkan ketersediaan reagensia sulit didapatkan, terutama ketika banyak permintaan di tingkat global.
Keterbatasan reagensia sempat terjadi ketika lonjakan kasus Covid-19 terjadi di banyak negara di dunia. Selain harga menjadi lebih mahal, proses pemesanannya pun menjadi lebih sulit karena negara yang memproduksi reagensia tersebut menghentikan ekspor ke luar negeri.
Oleh sebab itu, penelitian dan pengembangan reagensia dari dalam negeri sangat mendesak. Diharapkan, Indonesia bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bahkan, membantu memenuhi kebutuhan secara global.
Berangkat dari situasi itu, para peneliti dari Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University Bogor pun berupaya untuk mengembangkan enzim dari bagian reagensia dalam pemeriksaan PCR secara konvensional maupun real time. Inovasi yang telah dihasilkan itu pun kini telah memiliki merek dagang yang disebut Inventpro.
Ketua Peneliti Produk Inventpro, Joko Pamungkas dalam acara peluncuran produk Enzime ReverseTranscriptose (RT) Inventpro, akhir Desember 2021, mengatakan, Enzim Reverse Transcriptase (RT) Inventpro merupakan enzim rekombinan asal gen sintetik Moloney Murine Leukemia Virus (MMLV) dan Simian Retrovirus Serotipe-2 (SRV-2) yang sudah dimodifikasi pada beberapa asam amino lainnya. Enzim itu dihasilkan melalui proses ekspresi dalam sistem Escherichia coli dengan menggunakan sumber DNA dari gen sintetik.
Gen sintetik dipilih karena memudahkan proses konstruksi rekayasa genetik. Konstruksi rekayasa ini diperlukan untuk menghindari efek dari penggunaan kode genetik individual (individual codon usage) yang dapat memengaruhi efektivitas ekspresi gen. Penggunaan gen sintetik melalui teknologi sintesis gen juga relatif baru. Selain itu, belum pernah dikembangkan enzim rekombinan sejenis dari gen sintesis tersebut.
“Enzim Reverse Transcriptase (RT) Inventpro sangat penting di dalam pengembangan teknologi, terutama di bidang bioteknologi dan kegiatan yang terkait dengan pengujian biomolekuler atau uji-uji yang memerlukan suatu sintesis DNA dari materi genetik RNA,” kata Joko.
Pengujian biomolekuler tersebut, terutama untuk pengujian dari virus yang memiliki materi genetik. Apabila akan dilakukan amplifikasi materi genetik, mesin PCR tidak dapat melakukan pengujian sehingga materi genetik RNA harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Enzim Reverse Transcriptase (RT) Inventpro inilah yang berperan dalam proses komplementari DNA dari materi genetik RNA.
Joko mengatakan, para peneliti sekarang berhasil mengembangkan kit Enzim RT Inventpro sistem sintesis cDNA serta Enzim RT InventPro murni. Dengan pengadaan enzim murni itu diharapkan bisa digunakan untuk pengujian lain selain pengujian berbasis PCR.
Keunggulan
Produk enzim RT Inventpro diklaim memiliki sensitivitas sebanding dengan produk komersial kualitas premium yang digunakan untuk sintesis cDNA dalam amplifikasi gen dari berbagai jenis spesimen. Secara spesifik, enzim ini juga telah teruji pada amplifikasi gen Spike (S) Sars-CoV-2.
Joko menuturkan, enzim ini telah teruji memiliki periode simpan minimal dua tahun dengan fungsi sintesis terjaga dengan baik. Sebagai produk dalam negeri, enzim ini lebih mudah dijangkau dan dipastikan ketersediaannya. Harga dari produk ini pun jauh lebih terjangkau, yakni 25 persen dari harga produk komersial dengan kualitas premium.
Produk enzim RT Inventpro sudah mengantongi izin produksi dengan nomor FK.01.02/VI/474/2018 dan dapat diproduksi melalui PT BioMedical Technology Indonesia. Sejak awal pengembangan, penelitian enzim ini sudah dilakukan bersama dengan PT Biomedical Technology Indonesia dengan pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan pada 2019 dan 2021.
Enzim Reverse Transcriptase (RT) Inventpro sangat penting di dalam pengembangan teknologi, terutama di bidang bioteknologi dan kegiatan yang terkait dengan pengujian biomolekuler atau uji-uji yang memerlukan suatu sintesis DNA dari materi genetik RNA.
Direktur PT Biomedical Technology Indonesia Gunadi Setiadarma menuturkan, produk enzim RT Inventpro dinilai dapat bersaing dengan produk-produk lain yang serupa. Itu terutama jika ditinjau dari segi harga dan kemudahan dalam penyedian di dalam negeri.
“Inovasi ini memiliki nilai penting dalam pengembangan bioteknologi di Indonesia dan juga ilmu pengetahuan secara umum. Enzim ini pun memiliki nilai ekonomi yang strategis sekaligus mendukung kemajuan bidang biomolekuler dan bioteknologi di Indonesia,” tuturnya.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University Ernan Rustiadi menyampaikan, inovasi enzim Inventpro memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan di IPB University cukup beragam, termasuk di bidang kesehatan. Inovasi tersebut juga menjadi bentuk sumbangsih dalam memberikan solusi atas pandemi Covid-19.
“Kerjasama dan kolaborasi akan terus ditingkatkan agar lebih banyak luaran yang dihasilkan untuk mengatasi berbagai persoalan di masyarakat,” ucap dia.
Rektor IPB University Arif Satria, dalam siaran pers beberapa waktu lalu, mengutarakan, inovasi yang dihasilkan IPB University ini didapatkan dari hasil pengamatan terhadap realitas. Ia menyebut, interaksi antara dunia riset dan dunia nyata akan menghasilkan solusi yang baik. ”Kombinasi antara imajinasi peneliti dan kebutuhan lapangan ini kombinasi yang tidak boleh dipisahkan,” katanya.
Kehadiran inovasi di bidang medis ini menempatkan IPB University tidak hanya berkiprah di bidang pangan, tetapi juga di bidang kesehatan dan biomedis. ”Dengan adanya inovasi Inventpro, IPB University menempatkan diri tidak hanya di bidang pangan, tetapi dalam bidang kesehatan,” ujarnya.
”Ketika kita berbicara mengenai kesehatan, maka kita harus membahas tentang kesehatan manusia, kesehatan hewan, kesehatan tanaman, dan kesehatan lingkungan. Kesehatan manusia tidak bisa terlepas dari kesehatan hewan, apalagi berkaitan dengan sumber penyakit di masa depan yang diproyeksikan banyak bersumber dari hewan,” kata Arif.