BPOM Menerbitkan Izin Penggunaan Darurat Obat Molnupiravir
Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan izin penggunaan darurat Molnupiravir sebagai obat bagi pasien Covid-19. Obat ini diindikasikan untuk pengobatan Covid-19 dengan gejala ringan sampai sedang.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) obat Molnupiravir sebagai terapi untuk pasien Covid-19. Izin penggunaan obat ini diperuntukkan pasien yang tidak memerlukan oksigen dan pasien yang berisiko terinfeksi Covid-19 berat.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito mengatakan, obat Molnupiravir yang disetujui untuk pengobatan Covid-19 berupa kapsul 200 miligram (mg). Obat ini didaftarkan oleh PT Amarox Pharma Global dan diproduksi oleh Hetero Labs Ltd, India.
”Obat ini diindikasikan untuk pengobatan infeksi Covid-19 ringan sampai sedang pada pasien dewasa usia 18 tahun ke atas yang tidak memerlukan pemberian oksigen dan memiliki peningkatan risiko menjadi infeksi Covid-19 berat,” ujarnya, dalam siaran pers, di Jakarta, Jumat (14/1/2022).
Penny menjelaskan, obat Molnupiravir diberikan dua kali sehari sebanyak empat kapsul dengan berat masing-masing kapsul 200 miligram. Obat ini disarankan untuk dikonsumsi selama lima hari.
Berdasarkan hasil evaluasi dari aspek keamanan, pemberian molnupiravir relatif aman dan memberikan efek samping yang dapat ditoleransi. Hingga saat ini, efek samping yang paling sering dilaporkan, antara lain, mual, sakit kepala, mengantuk, nyeri abdomen (nyeri perut), dan nyeri pada orofaring.
Selain itu, hasil uji nonklinik dan uji klinik menunjukkan, Molnupiravir tidak menyebabkan gangguan pada fungsi hati. Meski begitu, Molnupiravir tidak boleh digunakan untuk ibu hamil serta perempuan usia subur yang tidak hamil yang menggunakan kontrasepsi.
Terkait dengan aspek efikasi, hasil uji klinik fase tiga memperlihatkan Molnupiravir dapat menurunkan risiko perawatan di rumah sakit dan risiko kematian sebesar 30 persen pada pasien Covid-19 derajat ringan hingga sedang. Sementara pada pasien dengan derajat ringan, risiko tersebut menurun 24,9 persen.
Obat ini diindikasikan untuk pengobatan infeksi Covid-19 ringan sampai sedang pada pasien dewasa usia 18 tahun ke atas yang tidak memerlukan pemberian oksigen dan memiliki peningkatan risiko menjadi infeksi Covid-19 berat.
Penny menyampaikan, PT Amarox Pharma Global kini mempersiapkan produksi obat Molnupiravir di dalam negeri untuk mendukung ketersediaan obat tersebut di Indonesia. Transfer teknologi juga sedang diproses di fasilitas produksi PT Amarox Pharma Global di Cikarang, Jawa Barat.
”Surat persetujuan penggunaan fasilitas produksi kapsul nonbetalaktam telah diterbitkan pada 3 Januari 2022 dan setelah persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dapat dipenuhi oleh industri, produksi lokal direncanakan siap diproduksi pada awal Maret 2022. Hal ini semakin meningkatkan upaya kita bersama dalam mendukung kemandirian industri obat dalam negeri,” tuturnya.
Sebelumnya, BPOM juga menerbitkan izin penggunaan darurat untuk beberapa obat Covid-19, di antaranya antivirus Favipiravir, antivirus Remdesivir, dan antibodi monoklonal Regdanvimab. Terkait obat Molnupiravir yang baru mendapatkan izin penggunaan darurat, obat ini dikembangkan oleh Merck Sharp & Dohme (MSD).
Setelah berhasil dikembangkan, MSD memberikan voluntary licensing (VL) ke sejumlah produsen obat di India, salah satunya Hetero Labs Ltd, India. Pemberian VL ini ditujukan untuk memenuhi akses kebutuhan suplai global dengan cepat dan tetap memperhatikan mutu serta memberikan pilihan terhadap harga yang kompetitif.
Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi memaparkan, kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan varian Omicron terus bertambah. Pada 12 Januari 2022, sebanyak 66 kasus baru telah terkonfirmasi sehingga kini total kasus varian Omicron di Indonesia menjadi 572 kasus.
”Hampir setengahnya atau sekitar 276 orang telah selesai menjalani isolasi, sedangkan sisanya 296 orang masih isolasi. Dari hasil pemantauan di lapangan, mayoritas gejalanya ringan dan tanpa gejala. Jadi belum butuh perawatan yang serius,” katanya.
Dari 66 kasus yang baru dilaporkan, Nadia menyampaikan, 33 kasus merupakan kasus dari pelaku perjalanan internasional dan 33 kasus dari transmisi lokal. Sebagian besar kasus tersebut tengah menjalani karantina di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran.
Nadia menambahkan, pelaksanaan 3T atau tes, lacak, dan isolasi harus ditingkatkan untuk menghadapi lonjakan jumlah kasus Covid-19. Hal ini perlu dilakukan, terutama di daerah yang berpotensi mengalami penularan kasus tinggi.
Untuk meningkatkan tes Covid-19, Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan kit SGTF (S-gene Target Failure) dalam tes Polymerase chain reaction (PCR) ke seluruh laboratorium pembina maupun laboratorium pemeriksaan milik pemerintah.
Kementerian Kesehatan juga akan meningkatkan rasio pelacakan pada daerah yang jumlah kasus positifnya lebih dari 30 orang untuk mencegah penyebaran yang semakin luas. Proses pelacakan akan turut melibatkan TNI, Polri, dan masyarakat.
Selain itu, ketersediaan ruang isolasi terpusat dan isolasi mandiri untuk kasus dengan gejala ringan dan tanpa gejala akan dipastikan mencukupi. Sementara untuk gejala sedang dan berat juga telah disiapkan RS dengan kapasitas tempat tidur yang memadai.
”Mengingat varian ini jauh lebih cepat menyebar dibandingkan varian Delta, masyarakat diimbau untuk selalu waspada. Caranya, dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan 5M (mencuci tangan, mengenakan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas), dan menyegerakan mendapatkan vaksin Covid-19,” tutur Nadia.