Antibodi yang terbentuk dari pemberian vaksinasi dosis primer akan menurun setelah enam bulan vaksin diberikan. Karena itu, vaksin dosis penguat diperlukan untuk mempertebal pertahanan terhadap virus penyebab Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Pemberian vaksin Covid-19 terbukti mampu mengurangi dampak perburukan dari penularan Covid-19. Risiko penyakit yang parah, kebutuhan rawat inap di rumah sakit, bahkan kematian, bisa ditekan apabila seseorang sudah mendapat vaksinasi dosis lengkap.
Meski begitu, berbagai studi menunjukkan, efektivitas vaksin dalam membentuk kekebalan tubuh akan menurun seiring berjalannya waktu. Tingkat efektivitas vaksin paling tinggi terjadi saat satu sampai dua bulan pascavaksinasi. Setelah itu, efektivitas vaksin menurun signifikan setelah enam bulan pemberian vaksin. Itu terjadi pada berbagai jenis vaksin Covid-19 yang tersedia saat ini.
Dari analisis meta regresi yang dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 22 Desember 2021, penurunan efektivitas vaksin terjadi pada empat jenis vaksin yang diteliti, yakni BNT162b2 (Pfizer BioNTech), mRNA 1273 (Moderna Covid-19), Ad26.COV2.S (Janssen), dan ChAdOx1-S (AstraZeneca). Rata-rata efektivitas dari vaksin tersebut terhadap penyakit parah menurun 8 persen setelah periode enam bulan pada semua kelompok umur.
Efektivitas vaksin menurun pada kelompok umur yang lebih tua. Pada kelompok usia di atas 50 tahun, efektivitas vaksin terhadap penyakit parah menurun 10 persen. Efektivitas terhadap penyakit bergejala pun menurun sebesar 32 persen pada kelompok usia tersebut.
Karena itu, pemberian dosis penguat diperlukan, terutama pada kelompok usia lanjut. Setidaknya sudah ada 120 negara yang sudah mulai memberikan dosis penguat, termasuk Indonesia.
Adapun WHO telah memberikan rekomendasi untuk pemberian vaksin Covid-19 dosis penguat pada kelompok usia 60 tahun ke atas yang mendapatkan vaksin dosis primer dengan vaksin Coronavac (Sinovac).
Vaksin dosis penguat yang diberikan bisa dengan jenis yang sama dari vaksin primer atau homolog maupun dengan jenis yang berbeda atau heterolog. Keduanya sama-sama efektif secara imunologi. Artinya, baik pemberian vaksin penguat dengan jenis yang sama ataupun jenis berbeda, mampu meningkatkan antibodi tubuh.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sebelumnya telah menerbitkan izin penggunaan darurat atau EUA pada lima jenis vaksin untuk vaksinasi penguat. Kelima jenis vaksin tersebut, yakni vaksin CoronaVac, Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifivax.
Kepala Badan POM Penny K Lukito di Jakarta, Senin (10/1/2022), mengatakan, setiap jenis vaksin menunjukkan tingkat imunogenisitas berbeda setelah 28 hari pemberian.
Jenis vaksin yang diberikan sebagai dosis penguat bisa bertambah seiring dengan perkembangan terbaru dari hasil penelitian yang dilakukan. Vaksin yang sudah mendapatkan izin penggunaan darurat ini telah diuji terkait keamanan, mutu, dan khasiatnya.
Meski izin penggunaan darurat sudah diterbitkan oleh Badan POM, pemilihan jenis vaksin yang akan diberikan ke masyarakat tetap diputuskan oleh Menteri Kesehatan. Sebagai langkah awal, vaksin yang diberikan saat ini akan menggunakan vaksin dengan jenis yang berbeda.
Bagi sasaran yang mendapatkan vaksin primer (vaksin dosis utama) dengan jenis Sinovac, vaksin penguat yang diberikan, yaitu setengah dosis vaksin Pfizer atau setengah dosis vaksin AstraZeneca. Sementara itu, sasaran yang mendapatkan vaksin primer dengan jenis AstraZeneca dapat menerima vaksin penguat dengan vaksin Moderna sebanyak setengah dosis.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, vaksin penguat dengan jenis vaksin berbeda memiliki peningkatan antibodi relatif sama atau lebih baik dari vaksin penguat dengan dosis sama. Pemberian vaksin penguat dengan setengah dosis juga dinilai mampu meningkatkan antibodi yang sama atau lebih baik dari pemberian satu dosis serta memiliki dampak kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) yang lebih ringan.
Prioritas
Pemberian vaksin dosis penguat atau vaksin penguat di Indonesia telah dimulai pada 12 Januari 2022. Dalam pemberian vaksin ini, warga lanjut usia atau lansia dan masyarakat dengan gangguan imunitas akan jadi prioritas setelah tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan vaksin dosis penguat terlebih dahulu. Dalam program pemerintah, vaksin dosis penguat akan diberikan secara gratis.
Vaksinasi penguat atau booster bagi warga lansia dapat dilakukan di seluruh kabupaten atau kota. Sementara vaksinasi penguat untuk masyarakat rentan non-lansia baru bisa dilaksanakan di wilayah yang mencapai target dosis pertama minimal 70 persen dari total populasi dan dosis pertama untuk warga lansia minimal 60 persen.
Anggota Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Soedjatmiko menyampaikan, vaksinasi dosis penguat perlu diprioritaskan pada lansia karena mempertimbangkan besarnya risiko yang terjadi akibat penularan Covid-19. Selama dua tahun pandemi terjadi di Indonesia, sebanyak 46 persen kasus kematian terjadi pada warga lansia.
”Antibodi yang terbentuk pada warga lansia dari hasil imunisasi primer juga lebih rendah dari usia muda dan lebih cepat menurun. Karena itu, lansia harus diprioritaskan,” ujarnya.
Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Iris Rengganis menuturkan, pemberian vaksin dosis penguat tetap harus memperhatikan kemungkinan adanya kejadian ikutan pascaimunisasi. Upaya penapisan awal tetap diperlukan, terutama pada warga lansia yang biasanya memiliki komorbid atau penyakit penyerta.
”Untuk skrining, tidak berbeda dengan pemberian vaksinasi primer. Namun, disarankan pada warga lansia bisa menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu, seperti pengukuran tekanan darah sebelum divaksinasi. Komorbid yang ada juga harus dipastikan terkontrol,” tuturnya.
Vaksinasi penguat tidak hanya bertujuan untuk melindungi dari ancaman varian Omicron, melainkan juga varian Delta yang saat ini masih bertransmisi di tengah masyarakat.
Soedjatmiko menambahkan, vaksinasi penguat tidak hanya bertujuan untuk melindungi dari ancaman varian Omicron, melainkan juga varian Delta yang saat ini masih bertransmisi di tengah masyarakat. Meski demikian, langkah pencegahan lain yang lebih penting harus tetap diperhatikan, yakni menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Cakupan vaksinasi dosis primer pun harus dipastikan semakin meluas dan merata. Perlindungan dari vaksinasi akan semakin optimal apabila seluruh masyarakat sudah mendapatkan vaksin dosis lengkap.
Kementerian Kesehatan per 12 Januari 2022 mencatat, total penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap sebanyak 118,1 juta orang atau 56,7 persen dari total sasaran. Meski begitu, cakupan ini belum merata, bahkan masih ada 21 provinsi dengan cakupan vaksinasi dosis kedua kurang dari 50 persen. Cakupan terendah di Provinsi Papua (20,7 persen), Maluku (26,8 persen), dan Aceh (29,2 persen).