BMKG Ingatkan Potensi Curah Hujan Ekstrem di Papua pada 14-17 Januari
Banjir yang melanda Kabupaten dan Kota Jayapura, Papua, berangsur surut. Namun, bencana hidrometeorologi masih mengancam. Hujan ekstrem berpotensi terjadi beberapa hari ke depan sehingga dapat memicu banjir dan longsor.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Curah hujan tinggi memicu banjir dan longsor di Kabupaten dan Kota Jayapura, Papua, pada 7 Januari 2022. Delapan orang tewas, empat orang luka berat, dan lima orang luka ringan akibat bencana hidrometeorologi itu. Bencana masih mengancam karena hujan ekstrem berpotensi melanda pada 14-17 Januari mendatang.
Banjir dan longsor berdampak terhadap 1.927 unit rumah, enam fasilitas ibadah, satu fasilitas kesehatan, satu pasar, dan delapan fasilitas pendidikan. Kawasan terdampak meliputi Distrik Sentani, Sentani Timur, Nimbokrang di Kabupaten Jayapura, serta Distrik Abepura, Jayapura Selatan, dan Heram di Kota Jayapura.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengimbau pemerintah dan masyarakat Jayapura berhati-hati terhadap potensi curah hujan tinggi. ”Mulai 14 Januari akan terjadi peningkatan intensitas hujan lagi. Saat ini mungkin mereda, tetapi (tanggal) 14, 15, dan 16 akan terjadi (hujan dengan) intensitas ekstrem. Yang mengalami (hujan) ekstrem ini memang ada di beberapa wilayah lainnya, tetapi (tanggal) 14-17 Papua dan Papua Barat juga akan terkena (hujan) ekstrem lagi,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Hal itu disampaikan Dwikorita dalam rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Rapat tersebut membahas penanganan banjir dan longsor di Jayapura.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta BMKG terus menginformasikan perkembangan cuaca di Jayapura. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan bencana susulan.
”Termasuk tadi ada saran dan rekomendasi kepada Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) untuk segera meninjau kembali desain infrastruktur terutama yang belum memperhitungkan perubahan iklim. Ini mungkin bisa dijadikan dasar dan mudah-mudahan kejadian di Jayapura bisa dijadikan prototipe dan model untuk kemudian diterapkan di daerah lain,” ujarnya.
Muhadjir mengimbau posko penanganan darurat bencana terus memperhatikan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Hal itu termasuk pemenuhan kebutuhan spesifik kelompok rentan, seperti bayi, anak-anak, dan warga lanjut usia.
Pemulihan sektor fisik, seperti sarana prasarana pendidikan dan pusat pelayanan keagamaan, akan dikoordinasikan dengan Kementerian PUPR, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan pemerintah daerah.
”BNPB dan pemda setempat juga segera menyusun kajian kebutuhan pascabencana untuk dijadikan dasar perencanaan kegiatan pemulihan,” ujarnya.
Pemerintah masih berusaha mengatasi dampak bencana, baik korban jiwa maupun kerusakan terhadap fasilitas umum. Berbagai upaya yang telah dilakukan, antara lain, penyaluran dana siap pakai oleh BNPB sebesar Rp 250 juta untuk penanganan darurat dan bantuan logistik dari sejumlah kementerian dan lembaga.
”Begitu juga dengan penetapan-penetapan tanggap darurat. Semua melibatkan komponen-komponen yang bertanggung jawab, seperti TNI/Polri, BNPB, Basarnas, pemda, dan tentu saja kementerian-kementerian teknis yang lain,” ujarnya.
Berdasarkan laporan BNPB, banjir di Jayapura yang sempat mencapai setinggi 1,5 meter itu kini berangsur surut. Adapun wilayah yang masih tergenang berada di Kompleks Perumahan Organda dengan ketinggian muka air berkisar 30-50 sentimeter.