Pola makan nabati dan mengurangi konsumsi hewani bisa menurunkan emisi karbon. Selain ramah bagi lingkungan, konsumsi lebih banyak sumber pangan berbasis tumbuhan juga baik untuk kesehatan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hampir 100 miliar ton karbon dioksida dapat ditarik dari atmosfer pada akhir abad ini. Hal tersebut bisa dilakukan jika penduduk di dunia beralih ke pola makan nabati dan mengurangi konsumsi hewani.
Perhitungan ini dilaporkan para peneliti dari Universitas Leiden dan China Agricultural University di jurnal Nature Food edisi 10 Januari 2022.
Kajian menemukan, area yang dibutuhkan hewan untuk merumput dan menanam pakan sangat besar. Berdasarkan kalkulasi mereka, luasannya mencapai 80 persen dari semua lahan pertanian atau 35 persen dari total lahan yang dapat dihuni di dunia.
Dengan data ini, para peneliti kemudian menghitung bahwa jika negara-negara berpenghasilan tinggi pindah dari produk hewani, lebih sedikit lahan yang dibutuhkan untuk menanam makanan. Area yang luas kemudian dapat kembali pada keadaan alaminya, dengan tanaman liar dan pepohonan yang menarik karbon dari atmosfer.
”Hal ini mungkin salah satu peluang kesehatan lingkungan terbesar yang bisa dilakukan,” kata penulis utama Zhongxiao Sun dari China Agricultural University. Pergeseran cepat ke pola makan ini dapat membantu masyarakat tetap berada dalam batas lingkungan.
Tim peneliti internasional ini menyelidiki berapa banyak tanah yang bisa diselamatkan oleh 54 negara berpenghasilan tinggi yang beralih ke pola makan ramah lingkungan sebagaimana disusun para ilmuwan dalam EAT-Lancet. Pola diet berbasis sumber makanan nabati yang baik untuk kesehatan manusia.
”Kami melihat negara berpenghasilan tinggi karena mereka memiliki banyak pilihan nabati untuk protein dan kebutuhan nutrisi lainnya. Di daerah berpenghasilan rendah, orang mengonsumsi lebih sedikit protein hewani tetapi sering mengandalkannya untuk kesehatan mereka,” kata Paul Behrens dari Universitas Leiden, penulis senior paper ini.
Para peneliti menemukan bahwa peralihan ke pola makan nabati akan mengurangi emisi dari produksi pertanian tahunan sebesar 61 persen. Selain itu, mengubah bekas lahan pertanian dan padang rumput ke keadaan alaminya akan menghilangkan 98,3 miliar ton karbon dioksida dari atmosfer pada akhir abad ini. Keuntungan karbon ini akan sangat membantu menjaga planet ini dari pemanasan lebih dari 1,5 derajat celsius.
Dampak ikutan
Menurut Behrens, langkah mengubah pola diet ini bisa menjadi kesempatan luar biasa untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Tak hanya itu, hal ini memiliki manfaat besar memperbaiki kualitas air, keanekaragaman hayati, polusi udara, dan akses ke alam.
Langkah mengubah pola diet ini bisa menjadi kesempatan luar biasa untuk mitigasi dampak perubahan iklim.
Ada ratusan makalah yang menunjukkan betapa pentingnya bagi kita untuk berada di alam untuk kesehatan kita. Perubahan ini akan membuka lahan yang luas untuk dibangun kembali menjadi lebih alami di dekat tempat tinggal orang.
Behrens memaparkan, sangat penting untuk mengarahkan kembali subsidi pertanian kepada petani untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan penyerapan karbon. ”Kita harus menjaga komunitas pertanian untuk memungkinkan ini dalam transisi pangan yang adil,” tuturnya.
Sebagai langkah transisi, menurut Behrens, tidak harus total meninggalkan konsumsi hewan. ”Bahkan hanya memotong separuh asupan hewani akan sangat membantu,” katanya.
Selain ramah bagi lingkungan, konsumsi lebih banyak sumber pangan berbasis tumbuhan sebenarnya juga baik untuk kesehatan. Sejumlah studi menemukan kaitan peningkatan konsumsi daging merah dengan berbagai penyakit terkait metabolisme. Untuk memenuhi konsumsi protein, bisa dari ikan.