Peneliti Temukan Hormon Selain Insulin untuk Pengobatan Diabetes
Peneliti dari Salk Institute, Amerika Serikat, menemukan hormon seperti insulin yang diproduksi di jaringan lemak dengan kemampuan mengatur glukosa darah secara cepat dan kuat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
CALIFORNIA, RABU — Satu abad silam, penemuan insulin yang diproduksi di pankreas membuka jalan pengobatan bagi penderita gula darah tinggi, seperti diabetes. Jalan untuk mengobati diabetes kini semakin terbuka setelah peneliti menemukan hormon seperti insulin yang diproduksi di jaringan lemak dengan kemampuan mengatur glukosa darah secara cepat dan kuat.
Hasil penelitian para ilmuwan dari Salk Institute, Amerika Serikat, tentang penemuan molekul tersebut telah dipublikasikan di jurnal Cell Metabolism, 4 Januari 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hormon yang disebut FGF1 mengatur glukosa darah dengan menghambat pemecahan lemak atau lipolisis.
Sama halnya dengan insulin, laporan itu menyebut FGF1 dapat mengontrol glukosa darah dengan menghambat lipolisis. Namun, kedua hormon tersebut melakukannya dengan cara yang berbeda. Akan tetapi, perbedaan ini dapat memungkinkan FGF1 untuk digunakan dengan aman dan berhasil menurunkan glukosa darah pada orang yang menderita resistensi insulin.
”Penemuan hormon kedua yang dapat menekan lipolisis dan menurunkan glukosa adalah sebuah terobosan ilmiah. Peneliti telah mengidentifikasi hormon baru yang dapat membantu memahami bagaimana penyimpanan energi dikelola dalam tubuh,” ujar Profesor Biologi Molekuler Salk Institute sekaligus salah satu penulis laporan tersebut, Ronald Evans, dikutip dari situs resmi Salk Institute, Rabu (5/1/2022).
Saat manusia makan, lemak yang kaya energi dan glukosa akan memasuki aliran darah. Setelah itu, insulin akan mengangkut nutrisi ini ke sel-sel di otot dan jaringan lemak untuk digunakan langsung atau disimpan sebagai cadangan energi. Namun, glukosa tidak dikeluarkan secara efisien dari darah pada orang dengan resistensi insulin dan lipolisis yang lebih tinggi meningkatkan kadar asam lemak.
Asam lemak ekstra inilah yang akan mempercepat produksi glukosa dari hati dan menambah kadar glukosa yang sudah tinggi. Selain itu, asam lemak akan menumpuk di organ tubuh dan memperburuk resistensi insulin yang merupakan karakteristik orang terkena diabetes dan obesitas.
Sebelumnya, hasil laboratorium menunjukkan bahwa menyuntikkan FGF1 dapat menurunkan glukosa darah pada tikus. Pengobatan FGF1 kronis juga mampu meredakan resistensi insulin. Akan tetapi, cara kerja FGF1 ini masih menjadi misteri dan belum dapat diungkap peneliti.
Sementara dalam penelitian yang dilakukan Salk Institute, tim peneliti menyelidiki mekanisme di balik fenomena ini. Setelah melalui berbagai percobaan, peneliti menyimpulkan bahwa FGF1 dapat menekan lipolisis dan mengatur produksi glukosa di hati. Semua kerja FGF1 ini sama dengan yang dilakukan oleh insulin.
Kemampuan unik FGF1 untuk menginduksi penurunan glukosa berkelanjutan pada tikus diabetes yang resisten terhadap insulin adalah rute terapi yang menjanjikan untuk pasien diabetes.
Peneliti kemudian menyelidiki kembali kesamaan jalur sinyal untuk mengatur glukosa darah antara FGF1 dan insulin. Hasilnya, FGF1 dan insulin menggunakan jalur yang berbeda. Hal ini disimpulkan setelah peneliti menguji serangkaian enzim pemicu jalur persinyalan. Insulin menggunakan jalur enzim yang disebut PDE3B, sedangkan FGF1 melalui jalur enzim PDE4.
”Mekanisme ini pada dasarnya adalah lingkaran kedua dengan semua keuntungan dari jalur paralel. Saat terjadi resistensi, persinyalan insulin akan terganggu. Namun, kontrol lipolisis dan regulasi glukosa darah masih bisa dilakukan dengan jalur lain yang berbeda,” kata Gencer Sancar, penulis pertama laporan tersebut sekaligus peneliti postdoctoral di Laboratorium Evans, Salk Institute.
Penemuan jalur PDE4 membuka peluang baru untuk menemukan obat dan penelitian dasar yang berfokus pada glukosa darah tinggi (hiperglikemia) ataupun resistensi insulin. Ke depan, para peneliti akan menyelidiki kemungkinan memodifikasi FGF1 untuk meningkatkan aktivitas PDE4.
”Kemampuan unik FGF1 untuk menginduksi penurunan glukosa berkelanjutan pada tikus diabetes yang resisten terhadap insulin adalah rute terapi yang menjanjikan untuk pasien diabetes. Kami berharap memahami jalur ini akan mengarah pada perawatan yang lebih baik untuk pasien diabetes,” kata Michael Downes, peneliti senior di Laboratorium Evans.