Lembaga Riset Dilebur ke BRIN, Peneliti Butuh Kepastian
Peleburan sejumlah entitas lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional dinilai terlalu terburu-buru. Berbagai ketidakpastian muncul, terutama dialami oleh para periset.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peleburan lembaga riset menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional menimbulkan berbagai polemik dan dampaknya mulai dirasakan para periset. Di masa transisi yang dinilai terlalu terburu-buru ini, periset berharap segera mendapatkan kepastian.
Hal tersebut disampaikan, salah satunya, oleh Soeranto Human, peneliti utama di bidang pertanian nuklir yang sebelumnya tergabung di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Ia mengatakan, pasca-peleburan Batan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ia belum mendapatkan kepastian penempatan kerja.
”Kami saat ini menghadapi kekhawatiran yang luar biasa. Kami belum tahu ke depan akan bagaimana, juga belum pasti akan mendapat tempat kerja di mana. Sekarang ini berarti sudah empat bulan setelah kami diminta mengisi formulir penempatan kerja,” katanya ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (5/1/2021).
Kami saat ini menghadapi kekhawatiran yang luar biasa. Kami belum tahu ke depan akan bagaimana, juga belum pasti akan mendapat tempat kerja di mana.
Soeranto mengatakan, pada Agustus 2021, seluruh peneliti diminta untuk mengisi formulir penempatan kerja yang dinilai sesuai dengan bidang yang digeluti. Setiap peneliti diminta untuk setidaknya mengisi tiga pilihan penempatan kerja. Salah satu dari pilihan tersebut nantinya akan menjadi tempat kerja dari peneliti setelah adanya peleburan di BRIN.
Namun, setelah peleburan terjadi, ia belum juga mendapatkan kepastian penempatan kerja. Padahal, pada awal 2022, para periset BRIN diminta untuk segera menyerahkan proposal penelitian yang sesuai dengan penempatan kerja. Selain itu, tim penelitian juga belum dibentuk.
Hal ini tentu menimbulkan berbagai kebingungan dan ketidakpastian. Keberlanjutan riset yang dilakukannya pun untuk sementara harus terhenti. Soeranto bahkan khawatir jika sebagian riset yang sudah dilakukannya tidak bisa dilanjutkan. Tim yang selama ini sudah terbentuk kemungkinan akan mengalami perubahan.
”Pada dasarnya, tujuan peleburan lembaga riset ke dalam BRIN itu bagus, yakni supaya tidak ada tumpang tindih penelitian. Namun, implementasinya dan sistem yang berjalan sangat terburu-buru. Bagaimana kami bisa bekerja, sementara periset sendiri perlu ketenangan dalam bekerja,” ujar Soeranto.
Periset yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir Batan Kristedjo Kurnianto berharap, peleburan entitas riset ke dalam BRIN dapat lebih mengedepankan kolaborasi. Hasil riset dan inovasi pun bisa lebih baik.
”Organisasi riset dan pusat riset saat ini masih dinamis. Tentu butuh waktu dan koordinasi yang lebih baik mengingat cakupan BRIN sangat luas. Saya harap kebijakan dan pelaksanaan riset inovasi bisa lebih sinkron,” tuturnya.
Saat ini, setidaknya sudah ada lima entitas lembaga riset yang dilebur ke dalam BRIN, yakni Badan Tenaga Nuklir Nasional, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta Kementerian Riset dan Teknologi yang di dalamnya mencakup Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Setidaknya, sebanyak 11.000 sumber daya manusia (SDM) tergabung dalam BRIN.
Dalam siaran pers, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, ada lima opsi yang diberikan pada SDM dari entitas lembaga riset yang diintegrasikan dalam BRIN. Opsi pertama, PNS periset dilanjutkan menjadi PNS BRIN sekaligus diangkat sebagai peneliti. Opsi kedua, honorer periset usia di atas 40 tahun dan sudah mendapat gelar S-3 dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) 2021.
Opsi ketiga, honorer periset usia kurang dari 40 tahun dengan pendidikan S-3 dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021. Opsi keempat, honorer Periset non-S-3 dapat melanjutkan studi dengan skema by research dan research assistantship (RA). Opsi kelima, honorer non-periset, terutama yang sebelumnya tergabung di LBM Eijkman akan diambil alih ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sekaligus mengikuti rencana pengalihan gedung LBM Eijkman ke RSCM sesuai permintaan Kementerian Kesehatan yang memang memiliki aset tersebut sejak awal.
”Sehingga benar bahwa ada proses pemberhentian sebagai pegawai LBM Eijkman, tetapi sebagian besar dialihkan atau dengan berbagai skema di atas agar sesuai dengan regulasi sebagai lembaga pemerintah,” tutur Handoko.
Keterangan: Artikel ini telah direvisi dari versi sebelumnya tanpa mengubah substansi.