Sejumlah eks pegawai BPPT diberhentikan tanpa kejelasan sebagai imbas peleburan lembaga tersebut ke BRIN. Padahal, selama bertahun-tahun mereka telah mengabdikan diri untuk membantu pengembangan riset di dalam negeri.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peleburan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT ke Badan Riset dan Inovasi Nasional membuat sejumlah pegawai yang berstatus non-pegawai negeri sipil diberhentikan tanpa kejelasan. Mereka menuntut pemerintah mempekerjakan mereka kembali karena selama bertahun-tahun telah mengabdi dan membantu dalam memajukan riset di dalam negeri.
Tuntutan tersebut disampaikan sejumlah periset dan pegawai yang tergabung dalam Paguyuban Pegawai Pemerintah Non PNS (PPNPN) BPPT setelah melakukan audiensi di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), di Jakarta, Rabu (5/1/2022). Audiensi diterima langsung oleh komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara.
Mereka yang mengikuti audiensi merupakan eks pegawai dan periset dari sejumlah balai di bawah naungan BPPT, di antaranya Balai Bioteknologi, Balai Teknologi Survei Kelautan, dan Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS).
Dalam pertemuan selama setengah jam tersebut, PPNPN-BPPT menyampaikan bahwa mereka diberhentikan tanpa kejelasan saat proses BPPT melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pertengahan hingga akhir tahun 2021. Mereka juga tidak menerima sosialisasi yang detail tentang peleburan tersebut ataupun terkait status kepegawaian.
Sosialisasi soal peleburan memang ada, tetapi tidak untuk kejelasan status pegawai. Kami tidak mendapat kejelasan apakah akan disekolahkan kembali atau diperpanjang kontraknya setelah peleburan ke BRIN.
Juru Bicara PPNPN-BPPT Andika menyampaikan, PPNPN-BPPT dibentuk pada akhir 2021 untuk mewadahi para eks pegawai yang tidak mendapat kejelasan status kepegawaian setelah peleburan BPPT ke BRIN. Para eks pegawai yang tergabung dalam paguyuban dan diberhentikan mayoritas memiliki kualifikasi pendidikan di bawah magister atau S-2.
”Sosialisasi soal peleburan memang ada, tetapi tidak untuk kejelasan status pegawai. Kami tidak mendapat kejelasan apakah akan disekolahkan kembali atau diperpanjang kontraknya setelah peleburan ke BRIN,” ujar eks pegawai Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT ini.
Rudi Jaya, Sekretaris PPNPN-BPPT yang merupakan eks pegawai Balai Bioteknologi BPPT, menyatakan, mayoritas anggota paguyuban PPNPN-BPPT telah bekerja selama lebih dari lima tahun. Bahkan, Rudi dengan pendidikan terakhir SMA ini telah bekerja di Balai Bioteknologi selama 16 tahun. Selama itu pula ia turut terlibat dalam sejumlah riset penting, seperti pengembangan bahan baku obat.
”Keterlibatan riset terakhir kami pada Desember 2020 juga telah mencapai hasil yang cukup memuaskan. Sebenarnya tuntutan kami tidak banyak. Kami tidak meminta pesangon, tetapi di masa pandemi saat ini kami hanya meminta dipekerjakan kembali,” ucapnya.
Rudi menyayangkan sikap BRIN yang memberhentikan para pegawai tanpa kejelasan. Padahal, seluruh anggota PPNPN-BPPT telah mengenal dan memiliki pengalaman panjang dalam sejumlah proyek riset. Ia pun menjamin seluruh eks pegawai siap untuk membantu negara dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan riset di bidangnya masing-masing.
Saat ini, paguyuban PPNPN-BPPT tengah mengumpulkan data eks pegawai di lembaga riset yang terdampak peleburan BRIN berikut masa kerjanya. Semua data tersebut nantinya akan diserahkan kepada Komnas HAM untuk menjadi pertimbangan saat mendalami pengaduan.
Beka Ulung mengatakan, Komnas HAM akan segera merespons dan mendalami pengaduan ini dengan meminta keterangan dari lembaga/kementerian terkait, termasuk BRIN. Komnas HAM akan meminta BRIN menjelaskan skema dan kejelasan status eks pegawai BPPT tersebut dan solusi terhadap ratusan pegawai yang diberhentikan lainnya.
Komnas HAM tengah menunggu kelengkapan data pegawai PPNPN-BPPT yang terdampak peleburan dengan BRIN. Di sisi lain, Komnas HAM juga akan melihat apakah ada sosialisasi kejelasan status pegawai seperti yang disampaikan oleh Kepala BRIN dalam beberapa wawancara. Sebab, dari pengakuan eks pegawai, selama ini tidak ada sosialisasi di unit kerja masing-masing.
”Negara harus menghargai upaya dan kerja keras dari para pegawai meskipun selama ini tidak terlihat di publik. Sebab, mereka telah membantu berbagai riset yang membuat Indonesia lebih maju. Bahkan, terdapat nakhoda kapal riset Baruna Jaya yang ikut membantu menemukan kotak hitam Lion Air,” katanya.
Aturan perekrutan
Menanggapi tuntutan tersebut, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menepis pernyataan yang menyebut eks pegawai BPPT diberhentikan karena ada integrasi lembaga riset. Menurut Handoko, mereka diberhentikan karena tenaga honorer hanya bisa dikontrak selama satu tahun anggaran. Jadi, setiap akhir tahun ada pemberhentian kontrak pegawai.
”Tidak benar bahwa mereka diberhentikan karena ada integrasi. Akan tetapi, karena kontrak hanya satu tahun dan sesuai regulasi, kami tidak bisa lagi merekrut honorer,” ungkapnya.
Regulasi yang mengatur perekrutan tersebut antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS dan PP No 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai turunan dari Undang-Undang No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Ketentuan dalam sejumlah aturan tersebut menyatakan bahwa lembaga pemerintah sudah tidak diperbolehkan merekrut personel sebagai individu selain dengan skema PNS dan PPPK sampai 2023.
Bagi para eks pegawai tersebut, Handoko memberikan solusi agar mereka mendaftar ke mitra operator kapal BRIN atau ke mitra alih daya untuk pegawai dengan spesifikasi tertentu. Ia menilai, eks pegawai yang profesional dan ahli di bidangnya akan mudah diterima karena mitra BRIN pasti membutuhkan tambahan pekerja.
Selain itu, kebingungan periset yang sudah terintegrasi terkait birokrasi di BRIN, menurut Handoko, terjadi karena mereka belum memahami struktur baru yang tengah dibangun saat ini. Sebab, saat ini BRIN masih dalam proses pemetaan sumber daya manusia sambil menunggu persetujuan struktur pusat riset akhir dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.