Warga Gebang Linglung Diterjang Puting Beliung
Puting beliung yang melanda Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, merusak sedikitnya 143 rumah dan membuat warga trauma. Bencana ini masih mengancam hingga Januari 2022.
CIREBON, KOMPAS — Puting beliung yang menerjang sejumlah desa di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jabar, tidak hanya merusak sedikitnya 143 rumah. Putaran angin kencang tersebut juga menyisakan trauma bagi warga.
Puting beliung terjadi di Gebang, Senin (27/12/2021) sekitar pukul 15.30. Tanpa diawali hujan deras, angin kencang menyapu pepohonan dan permukiman. ”Angin gede pisan (sekali). Saya, anak, dan suami langsung lari keluar rumah,” ucap Iim Khotimah (35), warga Desa Gebang Kulon, Selasa (28/12/2021).
Angin menerbangkan genteng dan mendobrak tembok rumahnya. Sambil menggendong anaknya, Khaera Fayola (6), ia dan suaminya menyelamatkan diri. ”Batu bata jatuh semua. Suami dan saya ketiban asbes. Enggak luka, tapi bikin pusing kepala,” ungkap Iim sambil memegang kepalanya.
Berlindung di dekat kandang ayam milik tetangganya, Iim menyaksikan rumah semipermanennya dikoyak puting beliung. Angin itu berputar bersama tripleks hingga alat masaknya. Saking kencangnya, mata Iim tidak lagi mampu melihat angin yang diperkirakan hanya berlangsung 5 menit itu.
Baca juga: Cuaca Buruk Telan Korban, Warga Cirebon Diminta Waspada
Kamar Doraemon
Kamar tidur satu-satunya yang dindingnya berkelir biru bergambar tokoh kartun anak, Doraemon, juga tertimbun bata dan genteng. Gambar ”pintu ke mana saja” milik Doraemon itu tidak mampu membawa mereka ke mana-mana. Iim hanya terdiam melihat petaka itu.
”Anak saya juga diam, enggak bisa ngomong. Dia trauma,” ucapnya.
Malam itu, Iim sekeluarga harus mengungsi ke rumah saudaranya. Bukan hanya rumahnya tidak bisa ditempati, melainkan juga perasaannya yang belum tenang. Bahkan, Fayola hingga Selasa siang belum berani melihat rumahnya. Sementara Iim, suami, dan tetangga lainnya mulai membereskan bangunan itu.
Kipas angin, kulkas, dan televisinya juga terkena material bangunan. Ia belum tahu pasti apakah alat elektronik itu masih bisa digunakan atau tidak. Listrik yang padam akibat puting beliung hingga Selasa pagi belum juga menyala. Petugas masih berusaha memperbaiki kabel listrik yang terdampak.
Iim tidak menyangka angin kencang seperti menghentikan impiannya punya tempat tinggal sendiri. Mereka baru dua tahun terakhir menempati rumah itu. Sebelumnya, mereka tinggal di tempat mertua.
Rumah itu dibangun sedikit demi sedikit dari pekerjaan suaminya sebagai penyewa salon pengeras suara. Kadang suaminya juga jadi buruh bangunan dengan upah sekitar Rp 80.000 per hari.
Rumah berdinding bata itu sederhana. Hanya ada satu kamar dan ruang tengah. Bagian belakang rumahnya berbatasan dengan sawah, sedangkan di depannya terdapat rumah warga.
”Nanti kami (tinggal) di rumah keluarga dulu. Belum ada biaya untuk perbaiki rumah. Pas (pekerjaan) suami lagi kosong,” ucap ibu rumah tangga itu.
Puting beliung juga memorak-porandakan sejumlah bangunan di Perumahan Griya Samara di Desa Kalimaro, tetangga Gebang Kulon. Genteng rumah warga beterbangan. Bahkan, ada kanopi warga amblas dibawa puting beliung hingga lebih dari 20 meter.
”Itu kanopi saya di rumah belakang,” ucap Anggit (30), warga setempat, sambil menunjukkan baja kanopi yang tersangkut di atap tetangganya. Genteng dan asbes di beberapa bagian rumahnya juga ambrol. Beruntung, tidak ada korban jiwa.
Saat peristiwa berlangsung, Anggit bersama istri dan anaknya sedang di rumah keluarganya. ”Saya langsung pulang waktu dikabari. Rumahnya sudah rusak, enggak bisa ditempatin dulu. Sementara kami di rumah keluarga,” ujar Anggit, yang baru setahun berdomisi di rumah itu.
Berdasarkan pendataan sementara oleh aparat Kecamatan Gebang, terdapat 143 rumah terdampak puting beliung. Daerah itu tersebar di tiga desa, yakni Gebang Kulon, Gebang, dan Kalimaro. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Pelaksana Tugas Camat Gebang M Yusuf mengatakan, bantuan bahan pangan dari Dinas Sosial Kabupaten Cirebon telah disalurkan ke pemerintah desa. ”Namun, sampai saat ini belum ada posko karena warga yang terdampak masih bisa tinggal di rumah keluarganya,” ujarnya.
Ahmad Faa Izyin, prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kertajati, mengatakan, belum ada alat pengamatan cuaca di Gebang. ”Dari video yang beredar, puting beliung berkisar antara 30-40 knot atau 56-74 kilometer per jam,” ucapnya.
Angin kencang dan puting beliung, lanjutnya, diperkirakan masih mengancam menjelang puncak musim hujan pada Januari 2022. Sebab, saat itu, pertumbuhan awan kumulonimbus semakin meningkat. Hujan lebat hingga petir pun berpotensi terjadi.
Puting beliung dan angin kencang di Cirebon tidak hanya merusak rumah warga. Pernah ada korban jiwa akibat peristiwa itu.
Kewaspadaan memang harus tetap dijaga. Alasannya, puting beliung dan angin kencang di Cirebon tidak hanya merusak rumah warga. Pernah ada korban jiwa akibat peristiwa itu. Pada Jumat (3/12/2021), misalnya, seorang warga Desa Kasugengan Kidul, Kecamatan Depok, tewas tertimpa pohon.
Awal 2019, puting beliung di Kecamatan Panguragan, sekitar 14 kilometer dari Kasugengan Kidul, menyebabkan 237 rumah rusak ringan, 4 rumah rusak sedang, dan 6 rumah rusak berat. Satu anak balita meninggal dan 24 orang luka-luka.
Angin kencang dan puting beliung merupakan bencana kedua terbanyak di Cirebon selama Januari-Oktober tahun ini, yakni 24 kejadian. Sejumlah 435 keluarga atau 1.232 jiwa terdampak, 2 orang luka-luka, dan 11 orang mengungsi.
Sebanyak 8 rumah rusak berat, 6 rusak sedang, dan 19 rusak ringan selama periode itu. Meski sering terjadi, belum tampak pengumuman angin kencang dan jalur evakuasi di lokasi yang rawan.
Berdasarkan buku saku Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana edisi 2017, puting beliung terbentuk akibat proses pertumbuhan awan hujan kumulonimbus. Bencana ini sulit diprediksi karena fenomena atmosfer skala lokal. Namun, biasanya terjadi saat peralihan musim.
Puting beliung bisa diidentifikasi dari perubahan udara yang panas lalu muncul awan gelap hingga sore hari. Menjelang bencana, barang-barang segera dimasukkan ke rumah agar tidak terbawa angin. Lalu, tutup jendela, pintu, serta matikan aliran listrik.
Jika rumah kokoh, warga bisa berlindung. Sebaliknya, jika rumah warga semipermanen, warga harus segera berlari ke tempat yang lebih aman. Hindari berada di sekitar tiang listrik, pohon besar, papan reklame, dan bangunan tinggi.
Menjelang sore, awan di langit Gebang mulai kelam. Hingga saat itu, warga masih linglung. Sebelumnya, putaran angin itu beberapa kali berada di laut dan sawah. Padahal, kemarin, angin itu menerjang perumahan yang menggeser di areal pertanian. Namun, apa pun polanya, warga yakin bisa kembali jadi korban bila tidak waspada.
Baca juga: Rapuh Ringkih Mitigasi Tradisi yang Kini Rentan Mati