Perlindungan Vaksin AstraZeneca Menurun Setelah Tiga Bulan
Vaksin telah menjadi alat utama dalam memerangi pandemi Covid-19. Namun, studi baru menyebutkan efektivitas vaksin buatan AstraZeneca menurun tiga bulan setelah imunisasi.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perlindungan yang diberikan oleh vaksin Covid-19 buatan Oxford-AstraZeneca menurun setelah tiga bulan. Temuan ini merekomendasikan pentingnya pemberian dosis penguat vaksin guna melindungi dari keparahan akibat infeksi Covid-19.
Kajian dilakukan berdasarkan analisis dataset di dua negara, yaitu data dari dua juta orang di Skotlandia dan 42 juta orang di Brasil yang divaksinasi dengan produk Oxford-AstraZeneca. Hasil kajian ini dipublikasikan di jurnal The Lancet pada 20 Desember 2021.
Studi ini merupakan bagian dari proyek EAVE II dengan menggunakan data pasien terkait yang dianonimkan di Skotlandia untuk melacak pandemi dan peluncuran vaksin secara real time. Tim peneliti termasuk ilmuwan dari Universitas Edinburgh, Glasgow, Aberdeen, Strathclyde, dan St Andrew’s, Universitas Victoria Wellington, Universidade do Estado do Rio de Janeiro, dan Universidade Federal de Bahia.
Data di Skotlandia menunjukkan, jika dibandingkan dengan dua minggu setelah menerima dosis kedua, ada peningkatan risiko pasien yang dirawat di rumah sakit atau meninggal akibat Covid-19 hingga lima kali lipat setelah lima bulan pascavaksinasi dosis kedua.
Penurunan efektivitas mulai muncul pertama kali sekitar tiga bulan, ketika risiko rawat inap dan kematian naik dua kali lipat dibandingkan dengan dua minggu setelah vaksinasi. Risiko meningkat tiga kali lipat hanya dalam waktu empat bulan setelah dosis vaksin kedua. Angka serupa terlihat di Brasil.
Para peneliti dapat membandingkan data antara Skotlandia dan Brasil karena mereka memiliki interval yang sama di antara dua dosis suntikan, yaitu 12 minggu. Selain itu, prioritas awal siapa yang divaksinasi juga sama, yaitu orang yang berisiko tinggi terkena penyakit parah dan petugas layanan kesehatan.
Di sisi lain, varian yang dominan di dua negara ini berbeda selama masa studi. Di Skotlandia, varian dominan adalah Delta, sedangkan di Brasil Gamma. Ini berarti, penurunan efektivitas lebih dipengaruhi memudarnya vaksin, bukan oleh perbedaan kedua jenis varian ini.
Profesor Aziz Sheikh, Direktur Institut Usher Universitas Edinburgh dan pemimpin studi EAVE II, mengatakan, ”Vaksin telah menjadi alat utama dalam memerangi pandemi, tetapi penurunan efektivitasnya menjadi perhatian. Seharusnya pemerintah dapat merancang program booster (pemberian vaksin dosis penguat) yang dapat memastikan perlindungan maksimal tetap terjaga.”
Sementara Vittal Katikireddi, anggota peneliti dari Universitas Glasgow, memaparkan, ”Analisis kami terhadap kumpulan data nasional dari Skotlandia dan Brasil menunjukkan ada cukup banyak penurunan efektivitas untuk vaksin Oxford AstraZeneca, dengan perlindungan terhadap Covid-19 yang parah menurun seiring waktu.”
Kolaborasi global
Andrew Morris, Direktur Riset Data Kesehatan Inggris, mengatakan, penelitian ini merupakan contoh bagus tentang apa yang dapat dicapai melalui kolaborasi global dalam hal penggunaan data untuk penelitian kesehatan.
Vaksin telah menjadi alat utama dalam memerangi pandemi, tetapi penurunan efektivitasnya menjadi perhatian.
Dengan mengambil temuan dari kumpulan data di dua negara dengan membedakan varian dominan Covid-19, para peneliti telah mampu menguraikan vaksin yang memudar dari efek perubahan varian. ”Ini memperkuat bukti untuk program booster yang sedang berlangsung,” ujarnya.
Sejumlah studi lain juga menunjukkan, antibodi yang dipicu oleh vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech turun di bawah ambang batas sekitar enam bulan setelah dosis kedua untuk sebagian besar penerima. Selain pentingnya mempersiapkan suntikan ketiga, temuan ini juga menekankan pentingnya monitoring penularan dan keparahan Covid-19 setelah vaksinasi.
Temuan tentang penurunan antibodi dari vaksin Sinovac ini dilaporkan peneliti China dalam sebuah makalah yang diterbitkan di medRxiv pada Minggu (25/7/2021), yang belum ditinjau oleh rekan sejawat. Hasil kajian bisa diakses di https://bit.ly/3zGsxQt.