Gempa Utara Flores Bersumber di Sesar yang Belum Terpetakan
Gempa bumi berkekuatan M 7,4 yang terjadi di utara Flores berpusat di zona sesar yang belum dipetakan sebelumnya. Ini menjadi alarm pentingnya pemetaan tentang sumber gempa, terutama di dekat pusat kepadatan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa bumi berkekuatan M 7,4 yang terjadi di utara Flores pada Selasa (14/12/2021) pukul 11.20 Wita bersumber dari sesar di bawah laut yang belum terpetakan sebelumnya. Gempa ini menjadi alarm untuk mewaspadai zona kegempaan di kawasan ini, termasuk Sesar Belakang Flores yang pernah memicu tsunami besar pada 1992.
Menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada pada koordinat 7,59 Lintang Selatan dan 122,24 Bujur Timur atau di laut pada jarak 112 kilometer arah barat laut Kota Larantuka, Nusa Tenggara Timur. Sumber gempa tergolong dangkal, dengan kedalaman 10 kilometer.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setuyo Prayitno mengatakan, gempa ini memiliki mekanisme pergerakan geser atau sesar mendatar. Berdasarkan pemodelan yang dilakukan, gempa berpotensi tsunami sehingga BMKG kemudian mengeluarkan peringatan dini tsunami untuk beberapa wilayah NTT dan sebagian Sulawesi Selatan.
”Hingga pukul 13.20 Wita atau dua jam setelah kejadian gempa bumi pukul 11.20 Wita, tidak ada kenaikan muka air laut. Maka, peringatan tsunami dinyatakan telah berakhir. Jadi, saya ulangi, peringatan dini tsunami dinyatakan telah berakhir,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers daring.
Hingga pukul 13.20 Wita atau dua jam setelah kejadian gempa bumi pukul 11.20 Wita, tidak ada kenaikan muka air laut. Maka, peringatan tsunami dinyatakan telah berakhir. Jadi, saya ulangi, peringatan dini tsunami dinyatakan telah berakhir.(Dwikorita Karnawati)
Data pengamatan muka air laut dari Badan Informasi Geospasial (BIG) merekam adanya tsunami kecil, dengan ketinggian 7 sentimeter, di Marapokot, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, dan di Reo, Kabupaten Manggarai. Keduanya di Provinsi NTT.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 230 rumah di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, mengalami kerusakan akibat gempa kali ini. Selain itu, satu gedung sekolah, dua bangunan tempat ibadah, dan satu rumah jabatan kepala desa juga terdampak gempa.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, gempa tersebut dirasakan dan berdampak di tiga provinsi. Di Nusa Tenggara Timur, daerah yang terdampak meliputi Kabupaten Flores Timur, Sikka, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Nagekeo, dan Sabu Raijua. Sementara di Sulawesi Selatan, daerah yang terdampak adalah Kabupaten Kepulauan Selayar dan di Sulawesi Tenggara di Kabupaten Buton, Wakatobi, dan Kota Baubau.
Ahli gempa bumi yang juga Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengatakan, gempa kali ini berpusat di zona sesar yang belum dipetakan sebelumnya. ”Sumber gempa ini belum ada di Peta Sumber Gempa Nasional 2017, yang jadi dasar bahaya gempa di Indonesia. Sumber gempa yang sudah dipetakan di kawasan ini adalah Sesar Belakang Flores,” katanya.
Peta Sumber Gempa Nasional 2017 disusun oleh para ahli yang tergabung dalam Pusat Studi Gempa Bumi Nasional, di bawah koordinasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Peta ini menjadi acuan bahaya dan standar bangunan.
Irwan menyebutkan, gempa kali ini tidak berasal dari Sesar Belakang Flores yang pernah memicu gempa bumi dan tsunami Flores pada 1992 sekalipun lokasinya relatif dekat. ”Sesar Belakang Flores mekanismenya sesar naik dan sebagian ada yang turun, sementara gempa kali ini mekanismenya sesar geser mendatar. Jadi, jelas sumbernya berbeda,” ujarnya.
Menurut Irwan, dengan kekuatan gempa kali ini hingga M 7,4, bidang gempa dan jalur sesar yang baru diketahui ini seharusnya cukup panjang. Panjang bidang gempanya bisa 80-110 kilometer, tergantung jenis batuannya. Sementara lebarnya bisa 30 km dengan pergeseran 2,3 meter. ”Ini sumber gempa lumayan masif. Setidaknya bisa setara dengan Sesar Palu Koro yang memicu gempa di Palu pada 2018,” katanya.
Dengan kejadian ini, menurut Irwan, pelajaran sangat penting adalah pentingnya meningkatkan penelitian dan memetakan sumber gempa di Indonesia. Hal ini karena masih banyak sumber gempa yang belum terpetakan dengan baik, terutama sumber gempa di bawah laut. ”Pemahaman kita tentang sumber gempa di laut sangat sedikit. Kita tidak punya cukup data batimeteri yang resolusi cukup baik dan aksesibel. Industri mungkin punya, tetapi yang dimiliki peneliti sangat terbatas,” ungkapnya.
Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia Gegar Prasetya mengatakan, identifikasi sumber bahaya gempa merupakan dasar dari mitigasi bencana, termasuk mengurangi risiko tsunami. ”Jika sumber gempanya saja belum diketahui, bagaimana mau memitigasinya. Ini pekerjaan rumah besar bagi kita,” katanya.