Penghijauan Jalan Tol Trans-Sumatera Dukung Pengurangan Emisi Karbon
Upaya mengurasi emisi gas rumah kaca membutuhkan dukungan nyata dari berbagai pihak. Pemerintah, masyarakat, hingga swasta harus turun langsung melakukan kegiatan mitigasi perubahan iklim, misalnya dengan menanam pohon.
Oleh
Vina Oktavia
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong semua pihak untuk berkontribusi nyata dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Salah satunya dengan menanam pohon yang mempunyai kemampuan menyerap emisi karbon.
”KLHK mendorong dan mengajak seluruh pemangku kepentingan, masyarakat, dan korporasi untuk sama-sama terlibat dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,” kata Direktur Jenderal Pengendalian dan Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi saat membuka acara penanaman pohon trembesi di rest area Tol Bakauheni-Terbanggi Besar secara daring, Rabu (8/12/2021).
Acara yang digelar oleh Djarum Foundation itu dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan Lampung Yanyan Ruchyansyah dan Pelaksana Tugas Dinas Lingkungan Hidup Lampung Murni Rizal. Selain itu, hadir pula Branch Manager Ruas Tol Bakauheni-Terbanggi Besar Hanung Hanindito serta Vice President Director Djarum Foundation FX Supanji.
Laksmi mengatakan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen jika mendapat dukungan internasional pada 2030. Selanjutnya, Indonesia ditargetkan mencapai nol emisi karbon pada 2060.
Untuk mencapai itu, KLHK telah menetapkan sejumlah upaya mitigasi di sektor kehutanan dan tata guna lahan. Upaya mitigasi itu di antaranya mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan, penanaman di hutan tanaman industri, teknik pemanenan hutan, rehabilitasi, hingga restorasi dan perbaikan tata air gambut.
Laksmi mengapresiasi upaya penghijauan Jalan Tol Trans-Sumatera dengan menanam pohon trembesi sebagai bentuk kontribusi nyata dalam mengurasi emisi karbon. Ia menyebut, pohon trembesi bisa menyerap 28,5 ton karbon dioksida setiap tahun. Pohon itu paling efektif dalam menyerap karbon dioksida dibandingkan dengan pohon lainnya yang rata-rata hanya menyerap 1 ton karbon dioksa selama 20 tahun masa hidupnya.
Penanaman pohon trembesi di sekitar ruas jalan tol diharapkan bisa mereduksi emisi karbon dari kendaraan yang melintas di jalan tol. Selain itu, pohon trembesi juga bermanfaat sebagai penyejuk dan pengikat tanah yang kuat.
Laksmi menambahkan, upaya pengurangan emisi gas rumah kaca juga dilakukan di berbagai sektor lainnya, seperti energi, industri, pertanian, serta pengelolaan limbah. Peran dunia usaha pada aksi mitigasi perubahan iklim akan berkontribusi besar dalam membantu pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca.
Mulai 2021, pemerintah akan memasukkan peran dunia usaha dalam sistem registri nasional terkait pengurangan emisi karbon. Dengan begitu, upaya mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh dunia usaha bisa lebih terukur.
Abdurrachman mengatakan, pihaknya akan menanam sekitar 15.000 pohon trembesi di ruas Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140 kilometer dalam kurun waktu satu tahun ke depan. Selain menanam, pihaknya juga berkomitmen merawat dan memastikan pohon trembesi yang ditanam tumbuh dengan baik sehingga bisa berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida.
Sebelumnya, pihaknya juga telah menanam 150.750 pohon trembesi di jalur pantura, Jalan Tol Trans-Jawa, Tol Joglosemar, Madura, Lombok, dan Sumatera. Penanaman itu dilakukan sebagai bentuk kontribusi nyata swasta dalam upaya pelestarian lingkungan.
Hanung menuturkan, PT Hutama Karya juga terus menanam pohon di sekitar ruas jalan tol sebagai upaya mewujudkan green tol. Sepanjang 2021, Hutama Karya telah menanam sekitar 60.000 pohon berbagai jenis di Jalan Tol Trans-Sumatera.
Yanyan juga mengapresisi dukungan swasta dalam upaya pelestarian lingkungan di Lampung. Ia berharap, dukungan swasta dalam upaya pelestarian alam tidak hanya dilakukan di ruas jalan tol, tetapi juga di kawasan hutan. Selain menanam pohon, aksi penyelamatan lingkungan juga bisa dilakukan dengan pembuatan biopori, pengolahan sampah, hingga pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan di Lampung.