Sejumlah industri mulai mengembangkan kendaraan listrik roda tiga sebagai transportasi umum perkotaan. Desain yang ramping memungkinkan kendaraan listrik ini menyusuri jalan-jalan kecil untuk mengantar penumpang.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Seluruh dunia, termasuk Indonesia, berlomba mengembangkan desain kendaraan listrik maupun komponennya untuk mencapai target penurunan emisi. Selain roda dua dan empat, pengembangan kendaraan listrik roda tiga juga dapat menjadi solusi untuk meningkatkan transportasi umum perkotaan yang praktis, murah, dan ramah lingkungan.
Kendaraan roda tiga telah menjadi angkutan publik di negara-negara lain khususnya di Asia, seperti India, Thailand, Vietnam, Pakistan, Filipina, China, dan Jepang. Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia juga sudah mengenal dan menggunakan angkutan kecil beroda tiga, seperti becak, bemo, dan bajaj, di Jakarta.
Kendaraan roda tiga yang populer dengan sejumlah nama tersebut dipilih sebagai transportasi umum karena dianggap aman dan nyaman serta melindungi penumpang dari hujan maupun panas matahari. Kendaraan ini juga dinilai praktis, murah, dan menjangkau jalan-jalan kecil karena desain yang ramping.
Beberapa kelebihan tersebut membuat kendaraan roda tiga cocok digunakan sebagai angkutan pertama dan terakhir (last and first mile). Secara sederhana, kendaraan roda tiga dapat melayani dan mengantarkan penumpang yang naik dari stasiun transportasi publik ke rumah masing-masing. Di sisi lain, perawatan kendaraan roda tiga juga relatif murah dan mudah jika dibandingkan kendaraan roda empat atau transportasi umum lainnya.
Awalnya, kendaraan roda tiga dijalankan dengan konsep tenaga manusia, yakni dikayuh seperti becak di Indonesia. Berkembangnya zaman dan teknologi membuat kendaraan roda tiga mulai berevolusi memakai mesin bensin kecil tipe dua tak yang mengeluarkan banyak polusi dan bunyi yang keras serta mengganggu. Polusi dan bunyi nyaring dari kendaraan roda tiga mulai berkurang saat mesin berubah menjadi empat tak.
Sumber energi kendaraan roda tiga kemudian diubah kembali menjadi bahan bakar gas (BBG) yang lebih ramah lingkungan. Menyadari pentingnya peran sektor transportasi dalam penurunan emisi, saat ini kendaraan roda tiga di beberapa negara telah berevolusi dengan menerapkan sistem penggerak motor listrik dan tenaga baterai yang non-polusi.
Konsep kendaraan listrik roda tiga inilah yang juga mulai dikembangkan di Indonesia dan beberapa di antaranya dipamerkan dalam kegiatan Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2021 di Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang Selatan, akhir November 2021.
Direktur PT Haka Motors, Halim Kalla, mengemukakan, tim periset Haka Motors mengembangkan kendaraan Trolis yang merupakan singkatan dari tiga roda listrik. Seluruh desain Trolis dibuat sepenuhnya di Indonesia dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 70 persen. Namun, baterai dan motor listrik masih mengandalkan impor karena belum ada perusahaan di dalam negeri yang memproduksi komponen penting dalam kendaraan listrik tersebut.
”Trolis akan jauh lebih baik digunakan dibandingkan angkutan roda dua atau sepeda motor. Diharapkan ada dukungan untuk mendorong pemakaian Trolis ini sebagai angkutan urban di kota besar dan kecil sejalan dengan program pemerintah menciptakan produk industri dalam negeri yang ramah lingkungan sekaligus memajukan industri kendaraan listrik Indonesia,” ujarnya dalam kegiatan IEMS 2021, akhir November lalu.
Dimensi dan spesifikasi
Trolis yang mulai dikembangkan sejak Oktober 2019 ini memiliki desain atau tampilan interior yang simpel karena memiliki dimensi panjang 2,5 meter dan lebar 1,2 meter serta tinggi 1,55 meter. Adapun jarak sumbu roda (wheelbase) Trolis sepanjang 2 meter dengan ukuran roda depan 130/60-13 dan roda belakang 135/70R12.
Ruang antara penumpang dan pengemudi terdapat partisi atau penyekat yang dapat menekan penularan penyakit khususnya pada masa pandemi Covid-19. Partisi dibuat dari bahan akrilik tembus pandang sehingga memungkinkan penumpang dan pengemudi untuk berinteraksi secara terbatas. Sementara kursi penumpang dapat diisi oleh dua orang atau bisa juga sebagai tempat penyimpanan barang bawaan. Kapasitas total angkut mencapai 300 kilogram.
Trolis menggunakan sistem penggerak motor listrik dan daya baterai 72 volt per 100 ampere jam (AH) dengan kapasitas 7,8 kilowatt jam (kWh). Daya dan kapasitas ini membuat trolis mampu menempuh jarak 125 kilometer (km) dengan kecepatan maksimal 50 km/jam. Pengisian daya dari nol hingga baterai penuh membutuhkan waktu sekitar empat jam.
Menurut Halim, pihaknya terus melakukan penelitian dan pengembangan untuk menyempurnakan Trolis Model 2 sekaligus memfasilitasi permintaan pasar. Secara spesifikasi, Trolis Model 2 tak jauh berbeda dengan Model 1. Perbedaan terletak pada dimensi Trolis Model 2 lebih lebar dan panjang serta daya baterai yang lebih tinggi. Pintu bagasi belakang Trolis Model 2 akan dibuat agar bisa dibuka demi memudahkan penumpang untuk memasukkan barang bawaan.
”Komponen Trolis memang kami beli, tetapi desain semua bodi dan rangka dibuat sendiri tanpa bantuan asing. Kesulitan dalam pengembangan ini memang pada aspek sumber daya manusia. Jadi, kerja sama dengan universitas maupun BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) juga sangat diperlukan,” katanya.
Peran industri
Selain pemerintah dan peneliti atau akademisi, industri juga memiliki peran penting dalam mendukung implementasi Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk Transportasi Jalan.
Dalam konteks kendaraan listrik roda tiga, sejumlah industri juga sudah mengembangkan jenis tersebut salah satunya PT Juara Bike dengan produk Balis yang merupakan akronim dari Bajay Selis. Kendaraan listrik roda tiga ini juga dirancang untuk penggunaan di wilayah terbatas seperti kompleks perumahan, area publik, maupun arena golf. Balis telah dipamerkan dalam gelaran kolaborasi Indonesia Automodified (IAM) dan Indonesia International Motor Show (IIMS) Motobike Show 2021.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) BRIN Agus Haryono mengatakan, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam percepatan program KBLBB, yaitu menyiapkan ekosistem teknologi kendaraan listrik. BRIN telah menyiapkan infrastruktur riset dan inovasi serta sumber daya manusia untuk membantu berbagai permasalahan yang dihadapi industri, termasuk kebutuhan yang belum terfasilitasi.
Periset harus berkaca ketika hasil riset tidak dimanfaatkan oleh industri. Bisa jadi hal ini karena hasil riset tidak sesuai dengan kebutuhan, kemauan, atau ekspektasi dari industri.
Selain menguasai teknologi kunci dan memperkuat kompetensi, Agus menekankan kepada periset untuk meningkatkan kolaborasi khususnya dengan industri sejak dini. Dengan kolaborasi, riset dan inovasi tidak hanya akan menghasilkan teknologi kunci, tetapi juga produk yang benar-benar dibutuhkan oleh industri.
”Periset harus berkaca ketika hasil riset tidak dimanfaatkan oleh industri. Bisa jadi hal ini karena hasil riset tidak sesuai dengan kebutuhan, kemauan, atau ekspektasi dari industri. Jadi, peningkatan kompetensi periset di semua aspek kendaraan listrik harus diiringi dengan memupuk kolaborasi bersama industri,” ucapnya.
Kementerian Perindustrian menargetkan 400.000 kendaraan listrik dapat diproduksi di Indonesia pada 2025 hingga meningkat menjadi 1 juta kendaraan pada 2035. Produksi kendaraan listrik ini didukung oleh sejumlah industri, yakni tiga perusahaan untuk bus elektrik dengan kapasitas 1.680 unit per tahun dan 22 perusahaan untuk sepeda motor elektrik berkapasitas lebih dari 1 juta unit per tahun.