Perdagangan karbon sebagai salah satu jalan keluar untuk mencapai target penurunan emisi mulai diuji coba oleh pemerintah.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kawasan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 berkapasitas 2 x 660 megawatt di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa (16/11/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Meski belum ada regulasi yang menaungi, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah melakukan uji coba perdagangan karbon yang akan menjadi salah satu solusi mencapaian target penurunan emisi. Uji coba menghasilkan 28 transaksi sebanyak lebih dari 42.000 ton karbon dioksida dengan total biaya Rp 1,54 miliar.
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wanhar menyampaikan, Kementerian ESDM telah melaksanakan uji coba perdagangan karbon pembangkit litsrik tenaga uap (PLTU) batubara. Pemerintah bersama pelaku usaha sepakat menetapkan nilai batas atas emisi gas rumah kaca (GRK) PLTU batubara.
”Penetapan nilai batas atas ini merupakan hal yang sangat susah, khususnya meyakinkan pelaku usaha. Sebab, PLTU di Indonesia sangat bervariasi, baik dari sisi kapasitas maupun teknologinya, sehingga tidak bisa dibandingkan secara langsung,” ujarnya dalam webinar penyelenggaraan nilai ekonomi karbon di subsektor ketenagalistrikan, Kamis (2/12/2021).
Kebutuhan biaya untuk mitigasi perubahan iklim secara akumulatif selama 2020-2030 mencapai Rp 3.779 triliun atau Rp 343,6 triliun per tahun. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan untuk memastikan kebutuhan pendanaan dapat terpenuhi.
Dari kesepakatan yang telah ditetapkan, nilai batas atas emisi GRK di PLTU batubara dibagi menjadi tiga jenis. PLTU dengan kapasitas lebih dari 400 megawatt (MW) nilai batas atas yang ditetapkan, yakni 0,918 ton karbon dioksida per megawatt jam (ton CO2/MWh). Sementara PLTU berkapasitas 100-400 MW memiliki nilai batas atas 1,013 ton CO2/MWh. Adapun nilai batas atas PLTU Mulut Tambang berkapasitas 100-400 MW, yakni 1,094 ton CO2/MWh.
Uji coba perdagangan karbon sejak Maret-Agustus 2021 diikuti 32 PLTU batubara yang terdiri dari 14 unit pembeli dan 18 unit penjual. Uji coba menghasilkan 28 transaksi karbon sebanyak 42.455,42 ton CO2 dengan harga rata-rata 2 dollar AS per ton CO2.
Kompas/Priyombodo
PLTU Ropa
Dari perhitungan yang dilakukan, uji coba pasar karbon ini mendapatkan total biaya sebesar Rp 1,54 miliar. Sebanyak Rp 1,22 miliar merupakan insentif hasil perdagangan karbon yang didapatkan oleh unit pembangkit yang surplus emisinya atau berada di bawah nilai batas atas. Sementara Rp 236 juta lainnya merupakan perdagangan untuk pembangkit energi baru terbarukan.
Menurut Wanhar, dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan membuat Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan akan menerapkan pajak karbon pada April 2022. Hal ini membuat Kementerian ESDM harus segera melengkapi regulasi dan koordinasi dengan berbagai pihak, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai koordinator.
Kementerian ESDM saat ini juga tengah menyosialisasikan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon yang baru ditetapkan pada awal November. Pasal 47 Ayat 1 perpres tersebut menjelaskan bahwa nilai ekonomi karbon dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup dan kehutanan.
Kepala Subdirektorat Monitoring, Pelaporan Verifikasi, dan Registri Aksi Mitigasi Sektor Berbasis Nonlahan KLHK Hari Wibowo mengatakan, verifikasi nilai ekonomi karbon dilakukan oleh verifikator independen. Seluruh upaya penurunan emisi yang melibatkan pelaku usaha juga nantinya akan diintegrasikan dengan sistem registasi nasional (SRN).
”Akan ada juga SPE atau sertifikasi penurunan emisi. Pada prinsipnya, SPE ini sebagai alat bukti kinerja penurunan emisi. Nantinya SPE bisa didapat melalui tahapan, seperti mendaftar di SRN, verifikasi dan validasi secara independen, dan akhirnya penerbitan sertifikat. Kami tengah memproses peraturan menteri tentang SPE ini,” katanya.
Setelah Perpres No 98/2021 terbit, KLHK akan menindaklanjutinya dengan menyusun regulasi turunan berupa 16 peraturan dan 15 keputusan menteri. Regulasi yang disiapkan terkait dengan kerangka transparansi antara lain SRN; mekanisme pengukuran, pelaporan, dan verifikasi emisi GRK; penyelenggaraan inventarisasi GRK, dan sertifikasi pengurangan emisi; serta pembuatan standar kompetensi validasi dan verifikasi.
Pajak karbon
Peneliti Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Hadi Setiawan, menyatakan, kebutuhan biaya untuk mitigasi perubahan iklim secara akumulatif selama 2020-2030 mencapai Rp 3.779 triliun atau Rp 343,6 triliun per tahun. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan untuk memastikan kebutuhan pendanaan dapat terpenuhi.
Hadi menegaskan, nilai ekonomi karbon merupakan salah satu bagian dari paket kebijakan komprehensif untuk mitigasi perubahan iklim. Nilai ekonomi karbon dilakukan melalui instrumen perdagangan dan non-perdagangan, salah satunya pajak karbon.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Truk membawa cangkang sawit yang digunakan untuk campuran bahan bakar batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sintang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Selasa (12/10/2021).
”Pada 2022 penerapan pajak karbon akan dilakukan secara terbatas untuk PLTU batubara. Di tahap awal tarifnya Rp 30.000 per ton setara karbon dioksida. Namun tarif ini akan dievaluasi secara bertahap dan ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon. Jadi ini memang bertujuan untuk mendukung berkembangnya pasar karbon,” tuturnya.
Kementerian Keuangan saat ini tengah menyiapkan regulasi turunan penyelenggaraan pajak karbon. Penerimaan dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial.