Pemulihan Gambut Indonesia Dapat Menghemat Miliaran Dollar AS
Kondisi lahan gambut yang terjaga akan memberikan banyak manfaat tidak hanya dalam skala lokal, tetapi juga regional dan global.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia bisa menghemat biaya miliaran dollar AS jika bisa menjaga dan memulihkan lahan gambutnya. Selain itu, upaya ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah 12.000 kematian dini.
Hasil kajian para peneliti dari University of Leeds ini diterbitkan di jurnal Nature Communications pada Kamis (2/12/2021). Hasil riset ini diperoleh dengan menganalisis data emisi kebakaran dan tutupan lahan berbasis model satelit. Peneliti menemukan bahwa restorasi lahan gambut dapat menghasilkan penghematan ekonomi sebesar 8,4 miliar dollar AS untuk kurun 2004-2015.
Saat ini, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk merestorasi 2,5 juta hektar lahan gambut yang terdegradasi dengan proyeksi biaya 3,2 miliar-7 miliar dollar AS. Biaya yang harus dikeluarkan ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan dampak kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 di Indonesia yang mencapai 28 miliar dollar AS.
Sementara enam peristiwa kebakaran terbesar antara tahun 2004 dan 2015 menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 93,9 miliar dollar AS akibat kerusakan perkebunan, kehutanan, dan pertanian, emisi karbon dioksida, serta dampak kesehatan akibat paparan polusi udara.
Studi tersebut menyatakan bahwa jika restorasi telah selesai, area yang rusak karena terbakar pada tahun 2015 akan berkurang sebesar 6 persen, mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 18 persen, dan emisi partikel halus (PM 2,5)—yang dapat menembus jauh ke dalam paru-paru—sebesar 24 persen sehingga bisa mencegah 12.000 kematian dini.
Laura Kiely, peneliti dari University of Leeds yang menjadi penulis pertama laporan ini, mengatakan, ”Ada banyak manfaat restorasi lahan gambut, dari manfaat lokal berupa berkurangnya kerugian properti, manfaat regional untuk kualitas udara dan kesehatan masyarakat, hingga manfaat global dari pengurangan emisi karbon dioksida.”
Sebaliknya, kerusakan lahan gambut dapat memicu kebakaran merusak lahan pertanian dan mengganggu transportasi, pariwisata dan perdagangan. Selain itu, kebakaran ini dapat menyebabkan emisi karbon dioksida yang besar.
Cadangan karbon
Antara 1997 dan 2016, kebakaran di kawasan khatulistiwa Asia, yang sebagian besar terjadi di Indonesia, disebut bertanggung jawab atas 8 persen emisi karbon kebakaran global pada tahun 1997-2016.
”Lahan gambut Indonesia menyimpan sekitar 57 gigaton karbon, kira-kira 55 persen dari karbon lahan gambut tropis dunia. Jelas ada manfaat di seluruh dunia untuk memulihkan dan menjaga lahan gambut Indonesia,” kata Kiely.
Para peneliti juga menyebut, lahan gambut Indonesia jarang mengalami kebakaran hingga beberapa dekade terakhir. Deforestasi dan drainase yang terkait dengan perluasan pertanian, terutama sejak proyek lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan, telah menyebabkan kerusakan ekstensif pada lahan gambut Indonesia, membuat lahan gambut yang tahan api secara alami lebih rentan terhadap kebakaran.
Saat ini, kebakaran besar sudah menjadi hal rutin di Indonesia. Api yang dinyalakan untuk membuka lahan dapat terbakar di luar kendali dan menyebar ke hutan dan lahan gambut yang terdegradasi, terutama selama kekeringan.
Studi ini menyoroti pentingnya jumlah lahan yang direstorasi dan di mana restorasi terjadi. Disebutkan bahwa restorasi harus ditargetkan pada area yang telah terbukti paling rentan terhadap kebakaran di masa lalu.
Ada banyak manfaat restorasi lahan gambut, dari manfaat lokal berupa berkurangnya kerugian properti, manfaat regional untuk kualitas udara dan kesehatan masyarakat, hingga manfaat global dari pengurangan emisi karbon dioksida.
Kebakaran lebih mungkin terjadi di lahan terdegradasi daripada di kawasan hutan lindung dan saluran drainase yang digunakan di pertanian dapat membuat kebakaran hampir 5 kali lebih mungkin terjadi. Lahan gambut dapat dipulihkan dengan menutup saluran drainase untuk membasahi kembali gambut dan menanam pohon untuk revegetasi lanskap.
Pemilik lahan menggunakan api untuk membersihkan lahan karena lebih mudah dan murah dibandingkan dengan metode lain, seperti pembersihan mekanis. Namun, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh kerusakan pertanian berjumlah 23,5 miliar dollar AS selama enam tahun yang dicakup oleh penelitian ini. Ini jauh lebih besar daripada pengurangan biaya penggunaan api dibandingkan dengan opsi pembukaan lahan lainnya.
Moratorium konversi lahan baru di lahan gambut mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2011. Pada tahun 2016, Badan Restorasi Gambut dibentuk untuk merestorasi dan membasahi kembali 2,49 juta hektar lahan gambut yang terdegradasi.
Anggota tim peneliti Profesor Dominick Spracklen di Leeds University mengatakan, ”Pemantauan diperlukan untuk menilai apakah upaya restorasi lahan gambut berhasil. Dukungan lokal dari restorasi lahan gambut dan skema pengurangan kebakaran merupakan faktor kunci keberhasilan program ini.”
Spracklen menambahkan, perubahan iklim di masa depan akan menempatkan lahan gambut Indonesia dan lahan gambut di seluruh dunia pada risiko yang lebih besar terhadap degradasi dan kebakaran lebih lanjut. ”Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memulihkan lahan gambut mereka—jika sukses—dapat menjadi contoh utama di tahun-tahun mendatang,” katanya.