Orang Indonesia Percaya Dukun Setingkat dengan Ilmuwan
Secara global, mereka yang sangat percaya pada ilmuwan dan ilmu pengetahuan telah meningkat dari 34 persen pada 2018 menjadi 43 persen pada akhir 2020. Namun, di Indonesia, ilmuwan dianggap sama dengan dukun.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Survei terbaru menemukan, pandemi Covid-19 telah meningkatkan kepercayaan publik terhadap ilmuwan dan ilmu pengetahuan secara global. Namun, Indonesia menghadapi tantangan berat untuk meyakinkan masyarakat bahwa virus korona pemicu Covid-19 benar ada. Bahkan, tingkat kepercayaan orang Indonesia terhadap ilmuwan setara dengan dukun.
Laporan survei mengenai tingkat kepercayaan publik terhadap ilmuwan dan ilmu pengetahuan ini dilaporkan Wellcome Global Monitor 2020: COVID-19 pada Senin (29/11/2021). Dalam laporan ini disebutkan, secara global, mereka yang sangat percaya ilmuwan dan ilmu pengetahuan telah meningkat dari 34 persen pada 2018 menjadi 43 persen pada akhir 2020.
Persentase yang mengatakan mereka percaya sains dan ilmuwan sangat meningkat setidaknya 10 persen terjadi di tiga wilayah, yaitu Asia Timur (terutama China), Amerika Latin, dan Eropa Timur. Namun, persentase ini relatif stagnan di dua wilayah lain yang juga rendah pada 2018, yaitu Rusia/Kaukasus/Asia Tengah dan Afrika Sub-Sahara.
Di Afrika Sub-Sahara, di mana kepercayaan pada sains turun antara 2018 dan 2020, hanya 19 persen yang menyatakan tingkat kepercayaan yang tinggi pada ilmuwan, merupakan level terendah di dunia. Hal ini dapat dibandingkan dengan 62 persen warga di Australia dan Selandia Baru yang percaya pada sains dan ilmuwan.
Selain melakukan survei global, para peneliti juga mewawancarai orang-orang di empat negara, yaitu Jerman, Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat, untuk mendengar tentang kepercayaan mereka pada sains.
Clemente Leon, warga Meksiko yang diwawancarai, mengatakan pandangannya tentang sains telah menguat selama pandemi. ”Pendapat saya tentang kemajuan ilmiah setelah pandemi menjadi lebih kuat dan saya tahu bahwa saya bisa lebih memercayai mereka sekarang,” katanya.
Sebelum pandemi, saya selalu menjadi orang yang percaya pada perkembangan ilmiah, dalam studi ilmiah dan semua penelitian yang dilakukan para ilmuwan, karena sains membantu kami untuk meneliti, menguatkan, dan menemukan cara untuk melawan penyakit X (tertentu).
Clemente sekarang tinggal di AS, di mana dia merasa sebagian besar komunitasnya tidak percaya sains. ”Sebelum pandemi, saya selalu menjadi orang yang percaya pada perkembangan ilmiah, dalam studi ilmiah dan semua penelitian yang dilakukan para ilmuwan, karena sains membantu kami untuk meneliti, menguatkan dan menemukan cara untuk melawan penyakit X (tertentu),” paparnya.
Percaya dukun
Dalam laporan ini disebutkan, Indonesia, yang menjadi episentrum global pandemi pada Juli dan Agustus 2021, menghadapi tantangan berat untuk meyakinkan masyarakat bahwa virus korona benar ada. Ini sejalan dengan laporan Kompas tentang para penyangkal pandemi pada 6 Januari 2021.
Wellcome Global Monitor 2020 menemukan bahwa orang-orang di Indonesia menunjukkan tingkat kepercayaan yang sama terhadap ilmuwan seperti halnya kepada para dukun. Dengan masing-masing 12 persen dan 13 persen mengatakan mereka sangat memercayai kelompok-kelompok ini.
”Pendekatan ilmiah tidak diterima masyarakat karena mayoritas masyarakat tidak percaya bahwa virus itu ada,” kata Sudarmono Djoko Nugroho dari Jakarta yang bertindak sebagai Ketua Rukun Warga, yang diwawancara.
Sudarmono percaya bahwa butuh gelombang Covid-19 pada Juni-Agustus 2021 bagi kebanyakan orang untuk akhirnya percaya pada risiko virus. ”Pada Juni-Juli, kepanikan terjadi di semua elemen masyarakat,” katanya. ”Karena apa? Rumah sakit penuh. Tempat tidur pasien bahkan ditempatkan di halaman depan rumah sakit. Tidak hanya di bangsal.”
Faktor signifikan lain yang memengaruhi tingkat kepercayaan terhadap sains dan ilmuwan adalah bagaimana persepsi publik terhadap kepemimpinan nasional mereka. Orang yang memiliki kepercayaan pada pemerintah nasional mereka 13 persen lebih mungkin untuk mempercayai ilmuwan dan sains.
Ashley Adams, pekerja dari California, mengatakan, tidak punya alasan untuk meragukan sains. Namun, bagi dia, pandemi membuatnya mempertanyakan bagaimana pemerintah menggunakan data ilmiah. ”Selama Covid-19, saya melihat cara khusus (Pemerintah) Amerika Serikat menanganinya. Saya merasa seperti tidak bisa memercayai banyak hal yang dikatakan,” katanya.
Di Amerika Serikat, hanya 1 dari 10 orang yang disurvei mengatakan bahwa mereka memercayai pemerintah, sedangkan yang memercayai ilmuwan mencapai 5 dari 10 orang.
Laporan ini juga menyebutkan, tingkat kepercayaan orang di Indonesia bahwa pemerintah akan mengambil keputusan terkait virus korona berdasarkan saran ilmiah hanya sekitar 39 persen. Sementara kepercayaan terhadap WHO hanya 37 persen.
Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat yang tingkat kepercayaannya terhadap pemerintah hanya 21 persen, tapi jauh lebih rendah dibandingkan Jerman sebesar 63 persen dan Australia 59 persen. Namun, warga AS percaya WHO hingga 57 persen, sedangkan di Jerman 54 persen.