Ketersediaan dan akses obat antiretroviral (ARV) sangat penting bagi orang dengan HIV/AIDS. Selain mendukung kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS, terapi ARV juga dapat menekan risiko penularan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengobatan antiretroviral amat dibutuhkan oleh orang dengan HIV agar tidak sampai menjadi AIDS. Selain itu, melalui pengobatan rutin, orang dengan HIV bisa memiliki kualitas hidup baik sekaligus menekan risiko penularan kepada orang lain.
Konsultan kesehatan yang juga penggagas Gerakan Dokter Tanpa Stigma, Sandra Suryadana, mengatakan, terapi antiretroviral (ARV) yang diberikan secara rutin kepada orang dengan HIV dapat menekan jumlah virus dalam darah sehingga virus dapat tersupresi atau tidak lagi terdeteksi. Dengan begitu, berbagai komplikasi penyakit bisa dicegah serta risiko penularan pun bisa ditekan.
”Karena itu, deteksi dini HIV sangat penting agar bisa segera diberikan terapi ARV sejak dini. Apabila seseorang memiliki faktor risiko, sebaiknya lakukan tes secara berkala dan jika terdiagnosis positif HIV, segera terapi dan disiplin menjalani terapi tersebut,” katanya di Jakarta, Sabtu ( 27/11/2021).
Orang dengan HIV memerlukan pengobatan ARV secara rutin untuk menurunkan jumlah virus HIV yang terdapat dalam tubuh. Dengan pengobatan ini, risiko terjadi AIDS bisa dicegah. Pada pasien AIDS pun pengobatan ARV dibutuhkan untuk mencegah terjadi infeksi oportunistik (menyerang tubuh dengan tingkat imunitas rendah) yang dapat memicu terjadi berbagai komplikasi berbahaya hingga kematian.
Sandra menuturkan, akses pengobatan ARV yang lebih baik di masyarakat turut mendukung capaian penurunan angka kematian akibat AIDS di Indonesia. Angka kematian akibat AIDS terus mengalami penurunan dari 2005-2019.
Menurut data Sistem Informasi HIV, AIDS, dan IMS (SIHA), angka kematian (CFR) AIDS pada 2005 tercatat 13 persen dari jumlah kasus. Jumlah ini terus menurun menjadi 5,23 persen pada 2010 dan 0,59 persen pada 2019.
Deteksi dini HIV sangat penting agar bisa segera diberikan terapi ARV sejak dini. Apabila seseorang memiliki faktor risiko, sebaiknya lakukan tes secara berkala dan jika terdiagnosis positif HIV, segera terapi dan disiplin menjalani terapi tersebut.
Dokter medis yang juga dikenal sebagai content creator kesehatan, Mario Johan, mengatakan, AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV karena pada kondisi tersebut jumlah virus di dalam darah amat tinggi sehingga sangat infeksius. Jika tidak mendapatkan pengobatan, orang dengan AIDS akan memiliki sistem imun yang sangat buruk sehingga sangat rentan terkena penyakit dan dampaknya bisa fatal.
”Tanpa pengobatan, orang dengan AIDS biasanya hanya bertahan hingga tiga tahun. Hal ini berbeda jika sudah mendapatkan pengobatan sejak dini. Ketika obat sudah diberikan saat masih dalam stadium infeksi HIV akut, sistem imun tetap bisa terjaga. Orang dengan HIV juga tetap bisa produktif,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Mario mengatakan, deteksi dini perlu dilakukan pada kelompok berisiko tinggi, seperti pekerja seks, orang yang memakai narkoba suntik, LSL (laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama lelaki), dan transjender.
Ia pun menegaskan agar tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV/AIDS. ”Karena, yang harus kita perangi itu virusnya, bukan orangnya,” ucapnya.
Mengadopsi target global, Indonesia menetapkan capaian akselerasi HIV dengan target 95-95-95 atau 95 persen orang dengan HIV tahu statusnya, 95 persen dari yang tahu statusnya menjalani pengobatan, dan 95 persen yang berobat, virus dalam tubuhnya sudah tidak terdeteksi lagi. Namun, saat ini baru 78,7 persen orang dengan HIV yang terdeteksi, 26,6 persen yang mendapatkan pengobatan, dan 7,7 persen yang virus di tubuhnya tidak terdeteksi.
HIV atau human immunodeficiency virus dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, seperti dari darah, air susu ibu, air mani, cairan vagina, dan cairan anus. Karena itu, penularannya bisa terjadi selama kehamilan dan menyusui, hubungan seksual tanpa pengaman, serta jarum suntik bekas atau berbagi jarum suntik.
Namun, Sandra mengatakan, masyarakat juga perlu paham jika HIV tidak menular lewat ciuman, salaman, berpelukan, dan gigitan nyamuk. Penularan ini juga bisa dicegah jika jumlah virus dalam darah pada orang dengan HIV sudah tersupresi atau tidak terdeteksi.
Sejumlah cara pun bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV, antara lain dengan konsep ABCDE. Cara tersebut meliputi Abstinence atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah, Be faithful atau bersikap setia pada satu pasangan seks, Condom atau menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seks. Kemudian Drug no atau tidak menggunakan narkoba, serta Education atau edukasi dan informasi yang baik mengenai HIV, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya.