Kalimantan Salah Satu Penyimpan Karbon Tertinggi di Bumi
Konsentrasi karbon di sebagian wilayah Kalimantan termasuk tertinggi di dunia. Jika karbon tersebut terlepas, hal itu akan memicu bencana iklim.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim peneliti dari Conservation International telah membuat peta terbaru tentang bagian dunia yang memiliki konsentrasi karbon sangat tinggi dan jika terlepas akan memicu bencana iklim. Wilayah gambut di Kalimantan dan Papua termasuk yang memiliki konsentrasi karbon tertinggi di Bumi.
Dalam laporan riset yang diterbitkan di jurnal Nature Sustainability pada 18 November 2021, kelompok peneliti yang dipimpin Monica L Noon dari Conservation International, Amerika Serikat, ini menyebutkan, untuk menghindari bencana perubahan iklim dibutuhkan dekarbonisasi yang cepat dan pengelolaan ekosistem yang lebih baik pada skala planet.
Karbon yang dilepaskan melalui pembakaran bahan bakar fosil akan membutuhkan waktu ribuan tahun untuk beregenerasi di Bumi. Meskipun jangka waktu pemulihan karbon untuk ekosistem seperti lahan gambut, bakau, dan hutan tua lebih pendek atau dalam skala berabad-abad, jangka waktu ini masih melebihi waktu yang tersisa untuk menghindari dampak terburuk pemanasan global.
Monica dan tim menyebut ada beberapa tempat alami yang seharusnya tidak dibuka karena cadangan karbonnya sangat besar. ”Di sini kami memetakan ’karbon yang tidak dapat dipulihkan’ secara global untuk mengidentifikasi karbon ekosistem yang tetap berada dalam lingkup manusia untuk dikelola. Jika karbon lepas, tidak dapat dipulihkan pada pertengahan abad, pada saat kita perlu mencapai emisi nol bersih untuk menghindari dampak iklim terburuk,” tulis Monica.
Monica dan tim menemukan, wilayah di Bumi yang menyimpan karbon tertinggi dan harus dijaga di antaranya permafrost atau tanah beku di belahan utara, termasuk Siberia, dan kawasan rawa-rawa di sepanjang pantai barat laut Amerika Serikat. Selain itu, lembah Amazon, Cekungan Kongo, dan sebagian Kalimantan.
Kami memetakan ’karbon yang tidak dapat dipulihkan’ secara global untuk mengidentifikasi karbon ekosistem yang tetap berada dalam lingkup manusia untuk dikelola.
Beberapa wilayah ini merupakan kawasan mangrove, yang lain berupa lahan gambut. Untuk Indonesia, selain Kalimantan, yang dipetakan menyimpan karbon sangat tinggi adalah Papua bagian selatan.
Tidak dapat dipulihkan
Menurut Monica, kawasan ini merupakan penyerap karbon alami dan bisa dianggap sebagai penyimpan sumber daya yang ”tidak dapat dipulihkan” karena jika karbon yang tersimpan dilepaskan oleh aktivitas manusia, dibutuhkan waktu berabad-abad bagi daerah tersebut untuk pulih.
Tim peneliti menentukan wilayah ekosistem dengan karbon yang tidak dapat dipulihkan berdasarkan tiga kriteria, yaitu dapat dipengaruhi oleh tindakan manusia secara langsung dan lokal, berpotensi lepas karbonnya selama konversi penggunaan lahan, dan jika lepas, tidak dapat dipulihkan dalam jangka waktu tertentu, minimal selama 30 tahun mengingat emisi global harus mencapai nol bersih pada tahun 2050.
Menurut dia, sejak 2010, pertanian, penebangan, dan kebakaran hutan telah melepaskan emisi setidaknya 4 giga ton (Gt) karbon yang tidak dapat dipulihkan. Sisa 139,1 ± 443,6 Gt karbon dunia yang tidak dapat dipulihkan ini menghadapi risiko dari konversi penggunaan lahan dan perubahan iklim. Jika itu terjadi, bakal terjadi bencana iklim.
Risiko ini dapat dikurangi melalui perlindungan proaktif dan manajemen adaptif. Dalam pemetaan ini, 23 persen karbon yang tidak dapat dipulihkan berada di dalam kawasan lindung dan 33,6 persen dikelola oleh masyarakat adat dan komunitas lokal. Setengah dari karbon yang tidak dapat dipulihkan di Bumi terkonsentrasi hanya pada 3,3 persen dari tanahnya, menyoroti peluang untuk upaya yang ditargetkan untuk meningkatkan keamanan iklim global.
Peter Thornton dari Laboratorium Nasional Oak Ridge menguraikan pemetaan yang dilakukan oleh Monica dan tim ini dalam artikel di Nature Sustainability. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang lokasi sumber daya planet yang tidak dapat dipulihkan, menurut Thornton, Monica menganalisis gambar satelit dan perkiraan sebelumnya tentang berapa banyak karbon yang disimpan di kawasan ini. Mereka kemudian membuat peta dunia yang menyoroti penyerap karbon ini dengan warna ungu.
”Dalam melihat peta, mudah untuk melihat di mana mereka berada. Yang tidak mudah adalah mengembangkan rencana yang melindungi area tersebut dari perambahan. Salah satu fitur mencolok dari peta ini adalah betapa kecilnya area sumber daya yang tidak dapat dipulihkan. Mereka menempati hanya 3 persen dari total luas daratan Bumi,” sebut Thornton.