Jadikan Sektor Kesehatan sebagai Acuan dalam Pemulihan dari Pandemi
Pemulihan berbagai sektor pascapandemi sangat bergantung pada dinamika kasus Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Penyakit Covid-19 diprediksi masih akan bertahan lama sehingga kita harus berjuang hidup bersamanya. Oleh karena itu, upaya pemulihan sosial ekonomi tetap harus menjadikan sektor kesehatan sebagai acuannya.
Demikian terungkap dalam pemaparan tentang Peta Jalan Adaptasi Pengendalian dan Pemulihan Dampak Pandemi Covid-19, yang disusun oleh para ahli yang digagas Yayasan Bina Swadaya, Jumat (19/11/2021).
Poppy Ismalina, dosen Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Ketua Tim Ahli Penyusunan Peta Jalan, ini mengatakan, pelajaran penting dari pengalaman Indonesia dan negara-negara lain adalah sektor kesehatan harus jadi prioritas dalam menangani krisis pandemi menuju pemulihan. Namun, risiko kesehatan salin terkait dengan dua sektor lain, yaitu sektor ekonomi-keuangan dan sosial.
”Menyusun peta jalan dan strategi adaptasi untuk sektor kesehatan menjadi langkah pertama kami, yang akan disusul dengan penyusunan peta jalan dan strategi adaptasi yang didedikasikan untuk kelompok rentan seperti petani, UMKM, komunitas adat, kaum miskin kota-desa, komunitas disabilitas, dan perempuan di sektor informal,” kata dia.
Dari aspek sosial ekonomi, menurut Poppy, pemulihan pascapandemi harus lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Aspek keadilan menjadi sangat penting karena pandemi ternyata juga memperlebar kesenjangan sosial.
Saat ini, sejumlah negara di dunia kembali mengalami pertambahan kasus Covid-19, seperti di Eropa dan China. Meskipun telah gencar mengadakan vaksinasi, kini mereka tengah kewalahan dengan naiknya tingkat infeksi virus.
Mengacu data Badan Pusat Statistik pada Maret 2021, sebanyak 10,14 persen atau 27,54 juta penduduk Indonesia berstatus miskin. Peningkatan kemiskinan terbesar di wilayah perkotaan, yaitu 1 juta orang. Sementara di tingkat perdesaan meningkat 120.000 orang. Selain itu, 75 persen rumah tangga mengalami penurunan kesejahteraan selama pandemi akibat turunnya pendapatan.
Sementara aspek berkelanjutan terkait dengan berbagai risiko yang lain, termasuk dampak perubahan iklim. ”Keberlajutan ini termasuk mengelola sumber daya alam yang akuntabel, termasuk transisi hijau. Proses pemulihan harus berkelanjutan dan bisa menghadapi krisis apa pun, termasuk krisis iklim yang akan lebih dahsyat dampaknya jika tidak diantisipasi,” katanya.
Peta Jalan Kesehatan
Dicky Budiman, epidemiolog dan penyusun peta jalan ini, mengatakan, virus korona pemicu Covid-19 ini diperkirakan bakal hadir dalam waktu yang lama sehingga menjadi endemik. Oleh karena itu, upaya pemulihan sosial ekonomi harus tetap memprioritaskan aspek kesehatan, karena risiko Covid-19 masih akan ada.
Memprioritaskan kesehatan dalam pemulihan, menurut Dicky, berarti sektor lain harus mengacu pada aspek ini. Misalnya, kalau mau memulihkan sektor pariwisata, tetap harus memitigasi risiko kesehatannya.
Menurut Dicky, pelonggaran PPKM yang tidak terukur kuat dan strategi komunikasi yang tidak memadai membuat masyarakat kini menjadi cenderung abai terhadap penerapan protokol kesehatan. Padahal lonjakan kasus masih sangat mungkin terjadi mengingat jumlah populasi yang belum memiliki imunitas baik karena belum divaksinasi dan belum terinfeksi masih cukup signifikan. ”Setidaknya 40 persen dari total populasi belum memiliki imunitas,” katanya.
Dicky mencontohkan, lonjakan kasus Covid-19 di Eropa, Asia dan Kawasan ASEAN, kembali memberi sinyal serius perlunya upaya pengetatan 3T, 5M, dan akselerasi vaksinasi. ”Saat ini, sejumlah negara di dunia kembali mengalami pertambahan kasus Covid-19, seperti di Eropa dan China. Meskipun telah gencar mengadakan vaksinasi, kini mereka tengah kewalahan dengan naiknya tingkat infeksi virus,” katanya.
Baca juga : Gelombang Keempat Mengintai, Eropa Kembali Waspada
Dicky mengatakan, gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia berpotensi terjadi di triwulan pertama tahun 2022, walaupun diperkirakan tidak akan sebesar gelombang sebelumnya. ”Jika kita tidak berhati-hati, masa Natal dan Tahun Baru menjadi momen yang rawan sehingga kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan harus lebih ketat, apalagi dengan mobilitas yang tinggi dan masa karantina yang dipersingkat,” tambahnya.
Peta Jalan Adaptasi Pengendalian dan Pemulihan Dampak Covid-19 ini, menurut Dicky, memberikan arahan langkah apa saja yang perlu dilakukan oleh semua pihak untuk mempercepat transisi masa pandemi menuju endemi untuk tercapainya target pembangunan kesehatan.
Peta jalan ini mengungkap enam pokok permasalahan sektor kesehatan Indonesia yang perlu dimitigasi, yaitu belum tercapainya abang batas kekebalan kelompok, belum optimalnya deteksi dini dan pencegahan, dan belum memadainya kapasitas fasilitas kesehatan untuk mengantisipasi lonjakan kasus saat krisis. Selain itu, belum konsistennya perilaku adaptif publik, belum optimalnya koordinasi dan pemonitoran, dan potensi penurunan kualitas layanan kesehatan.
Adapun solusi yang ditawarkan peta jalan ini agar tercapai pemulihan sektor kesehatan adalah dengan meningkatkan vaksinasi, memperbaiki komunikasi risiko, menerapkan tes-lacak-isolasi, melakukan terapi anti-virus, melakukan pengawasan, melakukan pengendalian perbatasan, dan menerapkan perilaku 5M. Selain itu, perlu memperbaiki kualitas udara, memberikan insentif kepada tenaga kesehatan, perlindungan pada kelompok rentan, melakukan evaluasi berkala, penguatan sarana dan prasarana sektor kesehatan, serta memberikan pendanaan serta melakukan riset dan diplomasi kesehatan.
Baca juga : Pengendalian Covid-19 Jadi Kunci Perekonomian 2022
Deputi 3 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Suprapto mengapresiasi dibuatnya peta jalan ini, yang menurut dia akan menjadi bahan perhatian pemerintah dalam menetapkan kebijakan. ”Kita harus bisa mempertahankan situasi ini menjadi lebih baik dengan membangun koordinasi bersama berbagai pihak, baik di pusat maupun di daerah,” katanya.
Agus mengakui, mengubah pandemi menjadi endemi tidaklah mudah. Misalnya untuk vaksinasi, ada provinsi yang cakupannya sudah sangat tinggi, namun ada pula yang masih rendah hanya 20 persen. ”Tugas kita adalah mendorong terciptanya sistem kesehatan untuk mengatasi kesenjangan tersebut dengan cepat. Kerja sama semua pihak untuk membangun sistem kesehatan di daerah masing-masing menjadi kunci,” katanya.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, ”Kami ingin peta jalan ini sejalan dengan empat pilar penanganan Covid-19. Pertama, pilar penguatan sistem kesehatan melalui implementasi protokol kesehatan. Kedua, pengaturan mobilitas. Ketiga, scaling up deteksi dan tes, dan keempat penguatan rantai pasokan vaksinasi,” kata Maxi.
Sementara itu, Sonny Harry B Harmadi, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Nasional, mengingatkan, kemungkinan lonjakan kasus dari tingkatan sedang sampai tinggi masih ada. ”Diprediksi masih bisa mencapai kasus aktif 400.000, seperti pada Februari 2021,” katanya.