Menjaga Kualitas Hidup Pasien Paru Obstruktif Kronik
Pandemi Covid-19 menghambat layanan bagi penderita penyakit paru obstruktif kronik. Kondisi itu mengakibatkan pasien rentan mengalami perburukan penyakit hingga berakibat fatal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasien penyakit paru obstruktif kronik lebih rentan mengalami keparahan penyakit ketika tertular Covid-19. Upaya untuk meningkatkan kesehatan paru pun menjadi amat penting agar kualitas hidup pasien tetap terjaga dengan baik.
Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi paru di Rumah Sakit Hermina Tangkuban Perahu, Malang, Susanthy Djajalaksana, menjelaskan, jumlah pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) tidak berkurang selama pandemi. Jumlahnya justru diperkirakan bertambah seiring dengan besarnya faktor risiko yang terjadi. Saat ini ada 4,8 juta kasus PPOK di Indonesia.
”PPOK merupakan penyakit pernapasan bersifat progresif. Penyakit ini terutama terjadi pada usia tua yang sering terpajan polusi udara dan asap rokok,” ujarnya.
Susanthy menambahkan, pasien PPOK perlu lebih memperhatikan kondisi kesehatan mereka dari risiko infeksi Covid-19. Selain lebih rentan tertular Covid-19, pasien PPOK lebih mudah mengalami keparahan penyakit sehingga membutuhkan perawatan intensif.
PPOK merupakan penyakit penapasan yang bersifat progresif. Penyakit ini utamanya terjadi pada usia tua yang sering terpajan polusi udara dan asap rokok.
Di sisi lain, seseorang yang tertular Covid-19 bisa mengalami PPOK. Setidaknya ada 2-13 persen dari jumlah total penderita Covid-19 memiliki PPOK. Jumlah ini bisa lebih besar karena deteksi PPOK masih kurang di masyarakat.
Untuk mencegah perburukan pada pasien PPOK, Susanthy menuturkan, upaya untuk menjaga kesehatan paru amat penting untuk dilakukan. Setidaknya ada sejumlah cara yang bisa dilakukan, yakni tetap aktif bergerak, tetap patuh berobat, konsumsi makanan dengan gizi seimbang, tetap rutin kontrol ke dokter, vaksinasi, dan melakukan terapi rehabilitas pernapasan.
Terapi rehabilitasi pernapasan dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau melakukan sepeda statis. Terapi ini dapat meningkatkan kondisi fisik dan emosional dari pasien sehingga dapat mencegah kekambuhan sekaligus meningkatkan kualitas kehidupan mereka.
Susanthy menyampaikan, cara lain yang tidak kalah penting untuk menjaga kesehatan paru bagi pasien PPOK, yakni menghindari paparan zat beracun seperti asap rokok, polusi kendaraan, ataupun zat iritan (zat yang dapat memicu peradangan). Hal ini penting untuk diperhatikan agar pasien tidak mengalami perburukan dan kekambuhan dari PPOK.
”Pasien PPOK juga harus taat protokol kesehatan dengan mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi bepergian, dan melakukan vaksinasi. Risiko terinfeksi Covid-19 harus dihindari,” ujarnya.
Ketua Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Erlina Burhan menyampaikan, pneumonia menjadi salah satu penyakit paru yang harus diwaspadai. Pneumonia merupakan kondisi radang atau inflamasi yang terjadi di jaringan paru. Peradangan ini disebabkan mikroorganisme, seperti virus, bakteri, dan jamur.
Insiden pneumonia paling banyak ditemui pada kelompok usia lanjut usia dan anak di bawah lima tahun. Dua kelompok ini lebih rentan mengalami pneumonia karena sistem pertahanan tubuh atau imunitas lemah. Pada warga lansia, tingkat imunitas menurun, sedangkan pada anak di bawah usia lima tahun belum terbentuk dengan sempurna.
Pneumonia bahkan menjadi penyebab utama kematian anak usia bawah lima tahun. Kementerian Kesehatan mencatat, kasus pneumonia pada anak usia 0-5 tahun diperkirakan naik dari 885.482 kasus pada 2019 menjadi 890.151 kasus pada 2020. Namun, angka kematian yang tercatat turun dari 550 pada 2019 menjadi 498 kasus pada 2020. Penurunan ini diperkirakan karena adanya kasus yang tidak terlaporkan.
Erlina menuturkan, masyarakat perlu lebih disadarkan untuk bisa mencegah risiko pneumonia. Langkahnya tidak berbeda dengan pencegahan Covid-19, seperti sering mencuci tangan dan menjaga kebersihan, memakai masker, dan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
”Pengobatan bisa diberikan pada pasien pneumonia, tetapi upaya pencegahan tetap jauh lebih baik. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan upaya pencegahan yang efektif. Deteksi dini juga perlu dilakukan agar penanganan bisa cepat diberikan,” tuturnya.