Penanganan yang baik bagi bayi prematur harus dilakukan sejak awal kelahiran. Pemantauan dan penapisan rutin juga penting untuk memastikan tumbuh kembang bayi tetap optimal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perawatan anak yang lahir prematur tidak mudah. Namun, kontrol pemantauan tumbuh kembang secara rutin dapat membantu memastikan perkembangan anak sudah sesuai dengan usianya. Penanganan pun bisa cepat diberikan jika ditemukan adanya gangguan.
Dokter spesialis anak konsultan neonatologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Putri Maharani, di Jakarta, Rabu (17/11/2021), mengatakan, penanganan bayi prematur yang tepat diperlukan bukan hanya untuk memastikan bayi bisa tetap hidup, melainkan juga memiliki kualitas hidup yang baik. Penanganan itu harus dimulai sejak lahir.
”Penanganan yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko pada bayi prematur. Anak lahir prematur mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya, seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem pencernaannya,” ujarnya.
Dalam proses kelahiran, Putri menyampaikan, pemilihan pusat kesehatan yang sesuai dengan kondisi janin yang dilahirkan perlu diperhatikan. Pusat layanan kesehatan yang memiliki fasilitas yang baik akan mendukung penanganan bayi prematur yang optimal. Penanganan di awal kelahiran sangat menentukan masa depan bayi terutama dalam penanganan gangguan pernapasan yang sering dialami bayi prematur.
Setelah itu, hal lain yang tidak kalah penting adalah penerapan developmental care pada tumbuh kembang bayi prematur. Perawatan ini meliputi keterlibatan keluarga, upaya untuk meminimalkan stres, dan mengoptimalkan pemberian ASI kepada bayi.
Anak yang lahir prematur juga membutuhkan kenyamanan dan ikatan (bonding) dari orangtua. Perawatan metode kanguru (kangaroo mother care) bisa dilakukan untuk memperkuat ikatan tersebut. Caranya, dengan mendekapkan bayi di dada orangtua. Melalui metode ini, angka kematian bayi dengan berat badan 1-1,8 kilogram bisa diturunkan.
Anak lahir prematur mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya, seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem pencernaannya.
Selain itu, pemantauan berkala, perawatan, dan penanganan khusus juga menjadi faktor penting bagi anak yang lahir prematur. Ketika melakukan kontrol rutin ke dokter, orangtua sebaiknya menanyakan apakah bayi sudah tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan. Apa pula yang harus dicapai sesuai dengan usia bayi. Dalam pemeriksaan pertumbuhan bayi, ukur berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala bayi secara rutin.
Putri menuturkan, pemberian nutrisi pada bayi prematur juga harus sesuai dengan kebutuhan kalori dan volume yang dibutuhkan. ”Selalu konsultasikan dengan dokter anak untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang tepat dan sesuai,” tuturnya.
Kelahiran prematur atau yang juga disebut preterm merupakan kelahiran pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Terdapat satu dari sepuluh bayi di seluruh dunia yang lahir secara prematur. Kondisi ini menyebabkan ada lebih dari 1 juta bayi meninggal karena preterm. Di Indonesia, sebanyak 84 persen kematian pada anak yang baru lahir disebabkan oleh kelahiran prematur.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal FKUI-RSCM, Rima Irwinda, menyampaikan, semakin pendek masa kehamilan, semakin besar risiko kematian dan kesakitan pada bayi yang lahir prematur. Urgensi perawatan yang tepat pada bayi prematur disebabkan oleh besarnya dampak yang bisa terjadi. Dampak itu tidak hanya terjadi pada bayi, tetapi juga pada ibu.
Bayi yang lahir prematur berisiko mengalami masalah pernapasan ketika baru lahir, perdarahan intraventrikular, aliran darah jantung abnormal, serta rentan mengalami sepsis atau infeksi. Selain itu, bayi yang lahir prematur juga memiliki risiko jangka panjang untuk mengalami gangguan penglihatan (retinopathy of prematurity), masalah pendengaran, gangguan belajar, keterlambatan dalam perkembangan, serta cerebral palsy.
Rima menambahkan, tidak jarang, anak yang lahir prematur juga memiliki risiko mengalami diabetes melitus tipe 1 dan 2. Risiko mengalami riwayat alergi juga lebih besar. Ibu yang melahirkan bayi prematur juga rentan mengalami kecemasan, depresi pascapersalinan, post-traumatic stress, dan permasalahan pelekatan dengan bayi.
Faktor risiko
Ia mengatakan, terdapat tiga karakteristik yang bisa menjadi faktor risiko kelahiran prematur, yakni karakteristik ibu, karakteristik nutrisi, dan karakteristik kehamilan. Pada karakteristik ibu, biasanya terkait usia yang terlalu muda atau terlalu tua untuk hamil, kebiasaan merokok, penyakit seperti diabetes dan hipertensi, jarak kehamilan yang terlalu singkat, obesitas, serta kondisi psikologis.
Adapun pada karakteristik nutrisi berkaitan dengan kenaikan berat badan selama kehamilan, kebiasaan makan, anemia saat hamil, dan kurangnya pemenuhan mikronutrien, seperti vitamin A, B6, B12, D, folat, dan zinc. Sementara karakteristik kehamilan biasanya dipengaruhi oleh riwayat persalinan sebelumnya, riwayat memiliki anak kembar, dan riwayat pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya gangguan.
Rima mengungkapkan, riwayat abortus dapat meningkatkan risiko prematur 1,9 kali lipat. Riwayat persalinan prematur juga bisa meningkatkan risiko prematur sampai tiga kali lebih besar dibandingkan tanpa riwayat persalinan prematur. Begitu pula dengan persalinan sesar. Riwayat persalinan sesar dapat berisiko 2,9 kali lebih besar mengalami persalinan prematur pada kehamilan berikutnya.
”Risiko kelahiran preterm dapat ditekan dengan memodifikasi faktor risiko, antara lain dengan pemberian suplementasi omega 3, zinc, vitamin D3, atau multi-mikronutrien lainnya,” lanjutnya.