Konsumsi Kopi dan Teh Menurunkan Risiko Stroke dan Demensia
Hasil penelitian menunjukkan, orang yang minum 2-3 cangkir kopi atau 3-5 cangkir teh per hari, atau kombinasi 4-6 cangkir kopi dan teh memiliki insiden stroke atau demensia terendah.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ada kabar baik bagi Anda yang suka minum kopi atau teh. Riset terbaru membuktikan, minum kopi atau teh menurunkan risiko ancaman stroke dan demensia.
Penelitian ini diterbitkan di jurnal dengan akses terbuka PLOS Medicine pada Selasa (16/11/2021). Penulis pertama kajian ini adalah Yuan Zhang dari School of Public Health, Tianjin Medical University, China.
Zhang menulis, stroke merupakan kejadian yang mengancam jiwa yang menyebabkan 10 persen kematian secara global. Sementara demensia berkaitan dengan penurunan fungsi otak dan merupakan masalah kesehatan global dengan beban ekonomi serta sosial yang tinggi. Adapun demensia pascastroke adalah suatu kondisi di mana gejala demensia terjadi setelah stroke.
Dalam penelitian ini, Zhang dan rekan-rekannya mempelajari data kesehatan dari 365.682 orang di Biobank Inggris yang dikumpulkan tahun 2006 hingga 2010 dan diikuti progresnya hingga 2020. Usia rata-rata orang yang dikaji adalah 56,2 tahun dan 55,8 persen adalah perempuan.
Peserta dibagi menjadi tiga kelompok menurut asupan kopi yang biasa mereka konsumsi, yaitu tidak ada (tidak mengonsumsi kopi secara teratur, 22,1 persen), ringan hingga sedang (0,5 hingga 3 cangkir/hari, 58,4 persen), dan tinggi (lebih dari 3 cangkir/hari, 58,4 persen) cangkir/hari, 19,5 persen).
Pada awalnya, para peserta melaporkan sendiri asupan kopi dan teh mereka. Selama masa studi, 5.079 peserta mengalami demensia dan 10.053 mengalami setidaknya satu kali stroke.
Orang yang minum 2-3 cangkir kopi atau 3-5 cangkir teh per hari atau kombinasi 4-6 cangkir kopi dan teh memiliki insiden stroke atau demensia terendah. Individu yang minum 2-3 cangkir kopi dan 2-3 cangkir teh setiap hari memiliki risiko stroke 32 persen lebih rendah dan risiko demensia 28 persen lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak minum kopi atau teh.
Temuan kami menunjukkan bahwa konsumsi moderat kopi dan teh secara terpisah atau dalam kombinasi dikaitkan dengan risiko stroke dan demensia yang lebih rendah.
Asupan kopi saja atau dalam kombinasi dengan teh juga dikaitkan dengan risiko demensia pascastroke yang lebih rendah. ”Temuan kami menunjukkan bahwa konsumsi moderat kopi dan teh secara terpisah atau dalam kombinasi dikaitkan dengan risiko stroke dan demensia yang lebih rendah,” kata Zhang.
Sebagai catatan kelemahan kajian ini, seperti ditulis Zhang, data sampel di Biobank Inggris ini dinilai mencerminkan orang yang relatif sehat dibandingkan populasi umum yang dapat membatasi kemampuan untuk menggeneralisasi asosiasi ini. Selain itu, relatif sedikit orang yang mengembangkan demensia atau stroke yang dapat mempersulit untuk memperkirakan tingkat secara akurat ke populasi yang lebih besar.
Kajian Zhang ini menguatkan penelitian sebelumnya yang menemukan tentang manfaat kopi bagi kesehatan. Sebelumnya, Judit Simon, dari Pusat Jantung dan Vaskular, Universitas Semmelweis, Hongaria, mempresentasikan tentang manfaat konsumsi kopi terhadap kesehatan jantung. Kajian ini dipresentasikan dalam The European Society of Cardiology (ESC) Congress 2021 pada Minggu (29/8/2011).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi kopi secara teratur dinilai aman. Bahkan, asupan harian yang tinggi tidak terkait dengan hasil kardiovaskular yang merugikan dan semua penyebab kematian setelah tindak lanjut 10 hingga 15 tahun. Selain itu, konsumsi kopi 0,5 hingga 3 cangkir kopi per hari secara independen dikaitkan dengan risiko stroke yang lebih rendah, serta menurunkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular dan kematian karena sebab apa pun.
Kajian Zhang dan Simon menekankan bahwa manfaat kopi atau teh hanya bisa optimal jika dikonsumsi tanpa gula atau tambahan pemanis lain. Sejumlah kajian lain menunjukkan, gula menjadi penyebab utama epidemi obesitas dan diabetes.
Penelitian Jinhee Hur dari Department of Nutrition, Harvard T.H. Chan School of Public Health dan tim yang dipublikasikan di jurnal British Medical Journal pada 7 Mei 2021 juga menunjukkan, minuman manis mendorong peningkatan glukosa darah dan sekresi insulin, yang dalam jangka panjang, dapat menyebabkan resistensi insulin, peradangan, obesitas, dan diabetes tipe 2. Bukti yang muncul juga menunjukkan bahwa fruktosa dapat merusak fungsi penghalang usus dan meningkatkan permeabilitas usus, yang dapat mendorong perkembangan kanker.