Walaupun curah hujan belum ekstrem, sejumlah daerah sudah dilanda banjir. Ini bisa jadi pertanda telah rusaknya kondisi lingkungan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun telah terjadi peningkatan intensitas hujan dibandingkan rata-rata tahunan, sejauh ini belum ada peristiwa ekstrem yang terjadi. Banjir yang meluas di sejumlah daerah, khususnya di Kalimantan, bisa jadi penanda telah menurunnya daya dukung lingkungan.
”Seperti kami prediksi sejak awal, musim hujan kali ini lebih basah. Secara nasional, curah hujan pada dasarian pertama di bulan November 2021 juga di atas normal. Namun, Kalimantan tidak terlalu tinggi anomalinya dibandingkan dengan pulau lain,” kata Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Supari di Jakarta, Senin (15/11/2021).
Supari mengatakan, sejauh ini intensitas hujan yang terjadi di wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan, masih dalam kategori sedang hingga lebat. Menurut kategori BMKG, hujan kategori sedang memiliki intensitas 20-50 milimeter (mm) per hari, lebat jika intensitasnya 50-100 mm per hari, sangat lebat jika intensitasnya 100-150 mm per hari, dan ekstrem jika intensitasnya di atas 150 mm per hari.
Analisis sifat hujan dasarian pertama November 2021 oleh BMKG menunjukkan, peningkatan intensitas hujan di atas normal dalam dasarian pertama di November ini sebenarnya lebih banyak terjadi di wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi, hingga Papua. Sementara kenaikan intensitas hujan di Kalimantan tidak signifikan.
Akumulasi hujan selama beberapa hari juga bisa memicu potensi genangan dan banjir di suatu wilayah karena jenuhnya permukaan tanah.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, banjir meluas di sejumlah wilayah Kalimantan. Di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, banjir telah terjadi selama empat minggu terakhir.
Banjir melanda 12 kecamatan di Sintang dengan ketinggian air di permukiman warga bisa mencapai 3 meter. Sebanyak 88.148 warga terdampak, 33.000 jiwa mengungsi, dan dua orang meninggal dunia akibat banjir ini.
Di Kalimantan Tengah, banjir terus meluas di empat kabupaten dan kota seiring intensitas hujan yang terus meningkat, yakni Kota Palangkaraya, Kabupaten Katingan, Kotawaringin Timur, dan Pulang Pisau. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya mencatat, banjir merendam empat kecamatan di 17 kelurahan sehingga berdampak pada 9.907 orang. Banjir yang melanda Kabupaten Pulang Pisau mengganggu jalur Trans-Kalimantan poros tengah yang menghubungkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Sementara di Kalimantan Selatan, banjir melanda lima desa di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan. Laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Balangan, banjir ini menyebabkan 175 rumah warga terendam air.
Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin mengatakan, selama musim hujan kali ini belum ada intensitas hujan harian yang ekstrem di Indonesia. ”Termasuk banjir bandang di Kota Batu, Jawa Timur, beberapa waktu lalu intensitas hujannya sekitar 80 milimeter dalam 2 jam. Ini memang kategori lebat, tetapi belum sampai ekstrem,” katanya.
Untuk hujan di Sintang, yang tertinggi sejauh ini tercatat 97 mm atau kategori hujan lebat pada 7 November 2021. Catatan BMKG menunjukkan, hujan terjadi di Sintang pada 1 November sebesar 49 mm per hari atau kategori sedang. Pada 2 dan 3 November, intensitasnya nol atau tidak terjadi hujan. Sementara pada 4 dan 5 November masing-masing 22 mm, dan pada 7 November intensitasnya nol.
Miming mengatakan, banjir tidak melulu dipicu oleh hujan ekstrem dalam durasi jam atau satu hari. ”Akumulasi hujan selama beberapa hari juga bisa memicu potensi genangan dan banjir di suatu wilayah karena jenuhnya permukaan tanah,” katanya.
Meski demikian, Supari mengatakan, dampak La Nina terhadap peningkatan hujan di Indonesia sebenarnya belum mencapai puncaknya. Saat ini, intensitas hujan belum ada yang ekstrem, tetapi banjir sudah terjadi cukup meluas. ”Menjadi pertanyaan juga, kenapa curah hujan yang tidak terlalu ekstrem di Kalimantan ini menyebabkan banjir cukup parah. Saya kira faktor atmosfer bukan penyebab dominan banjir di sana,” kata Supari.
Data pencatatan hujan dari BMKG ini menguatkan pernyataan Gubernur Kalimantan Banjir Sutarmidji, bahwa banjir di wilayahnya dipicu oleh meluasnya perkebunan sawit. Seperti diberitakan Kompas (Senin, 15/11/2021), Sutarmadji marah terhadap puluhan perusahaan pemegang konsesi kebun sawit terkait penyebab dan penanganan banjir di wilayahnya.
Waspada di Indonesia timur
Selain banjir di Kalimantan, banjir juga melanda sejumlah wilayah di Pulau Jawa. Laporan BNPB, banjir melanda dua kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur, pada Minggu (14/11/2021) pukul 19.00. Banjir ini berdampak terhadap 66 keluarga. Masih di Jawa Timur, banjir juga terjadi di Bojonegoro pada Sabtu (13/11/2021) sekitar pukul 17.50, yang berdampak terhadap 60 keluarga.
Data pencatatan curah hujan BMKG menunjukkan, dalam 24 jam terakhir, intensitas hujan tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung, Cilacap, Jawa Tengah, dengan intensitas 97,3 mm sehari. Berikutnya, di Halim Perdanakusuma, Jakarta, dengan intensitas 90 mm per hari, dan Sam Ratulangi, Manado, dengan intensitas 88 mm per hari.
Miming mengatakan, untuk minggu-minggu ke depan, peningkatan intensitas hujan lebih berpeluang terjadi di kawasan Indonesia bagian timur. ”Minggu ini, gelombang atmosfer ekuator, seperti MJO, Kelvin, dan Rossby, masih berada di Indonesia bagian tengah, tetapi minggu depan sudah bergeser ke Indonesia timur. Wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua perlu lebih waspada,” katanya.