Cara Mendekontaminasi Masker Sekali Pakai di Rumah
Ilmuwan menemukan cara sederhana mendekontaminasi masker wajah sekali pakai dengan menggunakan oven di rumah. Temuan itu membuat kita bisa menggunakan masker beberapa kali sebelum didegradasi.
Penggunaan masker untuk mencegah penularan Covid-19 memicu persoalan lingkungan karena banyak limbah alat pelindung ini berakhir di lautan. Kini, ilmuwan menemukan cara sederhana mendekontaminasi masker wajah sekali pakai dengan menggunakan oven di rumah sehingga kita bisa menggunakannya beberapa kali sebelum didegradasi.
Para peneliti di Rice University melalui eksperimen dan pemodelan ekstensif menemukan bukti bahwa pemanasan yang tepat akan menghilangkan virus yang menyebabkan Covid-19 dari masker bedah sekali pakai tanpa merusak masker itu sendiri. Kajian ini diterbitkan di Journal of Hazardous Materials pada 7 November 2021.
Penulis utama kajian ini adalah insinyur mesin Daniel Preston dari Sekolah Teknik George R Brown Rice, Rice University, dan mahasiswa pascasarjana Rice, Faye Yap, dari kampus yang sama.
Melalui beragam eksperimen, tim peneliti menemukan cara terbaik mendekontaminasi masker sekali pakai. Pemanasan hingga 70 derajat celsius selama lima menit terbukti bisa membunuh lebih dari 99,9 persen SARS-CoV-2 dan virus lain yang mereka uji.
Baca juga: Memakai Masker Ganda dengan Benar
Pemanasan masker ini bisa dilakukan dengan memakai oven rumah tangga. Dengan dekontaminasi hingga 99,9 persen, metode ini telah memenuhi pedoman Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA).
Makalah ini merupakan yang ketiga dari seri yang ditulis mereka terkait pandemi Covid-19 dan didukung oleh hibah National Science Foundation Rapid Response Research. Makalah pertama pada Agustus 2020 menyarankan pendekatan termal untuk dekontaminasi. Makalah kedua, yang muncul Mei 2021, membandingkan efek kisaran suhu sekitar pada virus di beberapa lokasi di AS.
Membunuh virus
Dalam studi terbaru ini, para peneliti memperkenalkan kerangka pemodelan untuk menentukan seberapa panas dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membunuh virus tertentu. Preston menunjukkan kerangka kerja ini tidak hanya berlaku untuk virus di udara seperti SARS-CoV-2, tetapi juga untuk virus yang hidup di permukaan dan menularkan melalui sentuhan.
Dalam menjelaskan strategi mereka, penulis studi Yap dan Preston merinci metode dekontaminasi yang telah dicoba tetapi hanya berhasil sampai tingkat tertentu: paparan sinar ultraviolet, karena tak mencapai lipatan atau celah umum pada masker; uap, tetapi membahayakan struktur topeng. Sementara disinfektan kimia bisa meninggalkan residu berbahaya dan menurunkan mutu bahan.
”Secara umum terbukti sinar ultraviolet (UV) cukup efektif, terutama untuk permukaan datar atau halus. Namun, tidak semua orang memiliki akses ke UV dan panas mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh celah atau lipatan pada kain,” kata Preston, asisten profesor teknik mesin.
Baca juga: Pandemi Sampah Masker
Ketika Preston menyadari sedikit yang telah dilakukan untuk membuat kerangka pemodelan dekontaminasi alat pelindung diri (APD), dia memutuskan laboratoriumnya tepat untuk pekerjaan itu, bersama kolaborator di Galveston yang melakukan sebagian besar eksperimen pemanasan. ”Kami tidak menemukan apa pun dalam literatur yang menggambarkan efek suhu terhadap dekontaminasi virus,” sebutnya.
Namun, pada akhirnya timnya menemukan bahwa pemanasan di oven bisa membunuh virus dengan efektif tanpa merusak masker. ”Pada akhirnya, apa yang kami hipotesiskan dan kini terbukti benar, yakni inaktivasi termal virus mudah dijelaskan dengan kombinasi dua hubungan mendasar,” katanya.
”Salah satunya adalah persamaan Arrhenius, yang menghubungkan parameter reaksi dengan suhu. Dan yang lainnya adalah hukum laju, memakai parameter reaksi tersebut untuk memberi tahu Anda seberapa cepat reaksi terjadi. Dalam hal ini, reaksinya adalah inaktivasi virus,” tuturnya.
Pastikan suhu tepat
Menurut Yap, sangat penting untuk memastikan masker memanas dengan suhu tepat. Pemanasan hingga 70 celsius harus bekerja dengan baik untuk masker dan semua lapisan mencapai suhu yang diperlukan selama lima menit.
Jika Anda bisa membuat seluruh massa memanas hingga suhu tepat, 70 derajat celsius, Anda masih akan menonaktifkan virus dalam waktu lima menit.
Dia mencatat bahwa jika panasnya terlalu tinggi, serat polimer yang membentuk sebagian besar masker akan meleleh, seperti yang mereka lihat pada gambar mikroskop dari sampel mereka. ”Pada sekitar 125 celsius, lapisan filter (tengah) di masker mulai berubah bentuk dan pada 160 celsius mencair. Ada garis tipis ketika Anda mulai mendekati titik leleh material,” kata Yap.
Saat protokol dekontaminasi dilakukan dengan tepat, itu bekerja dengan sangat baik. ”Jika Anda bisa membuat seluruh massa memanas hingga suhu tepat, 70 derajat celsius, Anda masih akan menonaktifkan virus dalam waktu lima menit,” tuturnya.
Sementara Covid-19 diharapkan memudar di belahan Barat, Preston mengatakan kekurangan APD tetap menjadi masalah di banyak bagian dunia. Metode sederhana dan efektif untuk mendekontaminasi masker dapat membantu banyak orang. Namun, kemampuan untuk menggunakan kembali masker bukanlah segalanya dan akhir dari semua untuk tetap aman selama pandemi.
”Saya tidak ingin mengklaim bahwa inaktivasi termal virus yang distabilkan di permukaan akan jadi kontributor utama untuk mencegah penyebaran Covid-19,” katanya. Menurut Preston, virus masih akan menyebar melalui tetesan aerosol yang menular dari satu orang ke orang lain. Masker dapat mencegahnya dan dekontaminasi merupakan tindakan pencegahan sekunder untuk membatasi penyebaran.
Baca juga: Darurat Pengelolaan Limbah Medis
Perlu jadi catatan, selama mendekontaminasi sendiri masker di rumah, sebaiknya kita tetap menggunakan alat pelindung diri yang memadai, termasuk memakai masker atau memakai sarung tangan. Hal dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi dari masker yang hendak didekontaminasi tersebut.
Limbah masker
Dalam kajian ini, peneliti tidak menyebutkan berapa kali masker wajah ini bisa didekontaminasi menggunakan oven. Namun, temuan ini bisa mengurangi beban lingkungan dari limbah masker yang telah menjadi masalah di banyak tempat.
Sebelumnya, tim peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sekarang menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah mengembangkan teknik untuk mendaur ulang limbah masker menjadi produk-produk yang bermanfaat, seperti pot hidroponik, bak sampah, dan kantong sampah.
Peneliti LPTB, Akbar Hanif Dawam Abdullah, dalam keterangan tertulis, mengatakan, hanya limbah masker sekali pakai yang berasal dari kategori sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga saja yang dapat diuji coba dalam proses ini.
”Karena limbah infeksius dari fasilitas pelayanan kesehatan dan rumah tangga di mana terdapat ODP (orang dalam pemantauan) memiliki cara khusus dalam penanganannya,” ungkapnya. Masker yang dimaksud yakni bekas pakai masyarakat yang tidak terpapar Covid-19.
Berdasarkan keilmuan, Dawam menyampaikan bahwa masker sekali pakai yang banyak digunakan selama masa pandemi Covid-19 adalah berbahan plastik dan jenis yang banyak ditemui adalah polipropilen (PP).
”Jika dibuang begitu saja, masuk bak sampah kemudian sampai ke TPA (tempat pembuangan akhir), sama saja kita membuang plastik ke TPA. Untuk itu, kami menawarkan solusi recycle (daur ulang) menjadi produk-produk yang bermanfaat, seperti pot hidroponik, bak sampah, dan kantong sampah,” tuturnya.
Secara teknis, Dawam menyampaikan, teknologi ini cukup sederhana dan bisa direplikasikan secara cepat sesuai desakan kebutuhan pengelolaan limbah masker disposable atau sekali pakai saat ini.
Secara ringkas, ia menjelaskan, proses daur ulang limbah masker berlangsung dalam beberapa tahapan, yaitu sterilisasi, ekstrusi, dan pencetakan. Proses ekstrusi pada suhu 170 derajat celsius untuk menghasilkan pellet/bijih plastik. ”Jika sudah menjadi biji plastik, daur ulang hasil limbah masker dapat dibentuk menjadi benda apa pun, sesuai yang kita inginkan,” tuturnya.
Dengan berbagai temuan dari saintis ini, kita bisa berperan untuk melindungi diri dari infeksi, tetapi tetap bertanggung jawab tidak mencemari lingkungan.