Pandemi telah mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan. Adaptasi pun harus segera dilakukan agar sistem pendidikan tetap berjalan secara optimal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan harus dipastikan tetap berjalan dengan baik sekalipun berbagai pembatasan diberlakukan selama masa pandemi Covid-19. Sistem yang berlaku pun dituntut untuk cepat beradaptasi guna menjamin kualitas pembelajaran yang diberikan.
Chief Operating Officer Eka Hospital Group Rina Setiawati dalam acara CEO on Stage sebagai rangkaian acara Kompas100 CEO Forum di Jakarta, Jumat (12/11/2021), menyampaikan, pandemi telah mendisrupsi sistem pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan kedokteran. Pola pendidikan kedokteran pun harus ikut berubah menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Meski begitu, setidaknya ada tiga aspek utama yang sebaiknya tetap ditekankan dalam pola pendidikan kedokteran, yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kognitif yakni kemampuan untuk memahami dan menerapkan ilmu yang diajarkan. Sementara aspek afektif meliputi sikap dan perasaan sebagai dokter kepada pasien dan aspek psikomotorik yakni keterampilan dalam praktik kedokteran.
”Pada masa pandemi, aspek psikomotorik yang paling terganggu. Para dokter yang sudah masuk dalam pendidikan profesi kesulitan untuk melakukan praktik di rumah sakit. Tidak sedikit rumah sakit yang tidak lagi menerima dokter koas karena sedang fokus menangani Covid-19,” katanya.
Karena itu, Rina mengatakan, beberapa perubahan perlu dilakukan dalam sistem pendidikan kedokteran selama masa pandemi. Perubahan kurikulum bisa menjadi pilihan agar kualitas lulusan pendidikan kedokteran bisa tetap terjamin.
Menurut dia, pandemi Covid-19 juga memberikan pembelajaran akan pentingnya kurikulum mengenai kompetensi situasi kedaruratan. Selama ini, mata kuliah terkait itu hanya diberikan secara umum. Hal ini menyebabkan banyak kegamangan ketika para dokter dihadapkan pada situasi darurat yang sebenarnya.
Belajar bukan sekadar kewajiban, tetapi itu harus dilihat sebagai investasi. Belajar merupakan hal yang berkelanjutan karena berbagai hal baru selalu muncul
”Mahasiswa fakultas kedokteran merupakan masa depan tenaga kesehatan yang akan menghadapi berbagai tantangan. Diharapkan melalui sistem pendidikan yang berkualitas kita bisa membentuk tenaga kesehatan yang tangguh di masa depan,” kata Rina.
Vice President of Corporate Strategy and Finance Ruangguru Arman Wiratmoko menuturkan, pemanfaatan teknologi menjadi jembatan agar pendidikan bagi masyarakat tidak terputus selama pandemi. Pendidikan tidak hanya diperuntukkan bagi siswa, tetapi juga mahasiswa, tenaga kerja, guru, dan kelompok masyarakat lainnya.
”Belajar bukan sekadar kewajiban, tetapi itu harus dilihat sebagai investasi. Belajar merupakan hal yang berkelanjutan karena berbagai hal baru selalu muncul,” ucapnya.
Arman menambahkan, pembelajaran yang diberikan pun bukan hanya mengenai hard skill, melainkan juga soft skill. Dua hal tersebut harus dipelajari dan dimiliki secara bersamaan untuk membentuk sumber daya manusia yang berdaya saing.
Aspek soft skill bisa menjadi modal untuk menghadapi perkembangan teknologi di masa mendatang. Contohnya, kemampuan untuk menyelesaikan masalah, manajemen diri sendiri, serta kemampuan sosial. Kemampuan itulah yang akan sulit digantikan oleh teknologi.
Menurut Arman, pendidikan yang bermutu harus bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat. Dukungan semua pihak diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut.
”Indonesia memiliki masyarakat dengan beragam latar belakang, baik dari sisi sosial, ekonomi, maupun geografi. Lewat teknologi inilah diharapkan dapat memberikan akses yang lebih luas pada pendidikan yang layak dengan berbagai situasi yang terjadi,” ujarnya.