Mundur, Rencana Pendaratan NASA di Bulan Tahun 2024
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat menargetkan mendaratkan kembali manusia di Bulan pada tahun 2024. Namun, kendala teknis membuat rencana tersebut mundur.
Di era Presiden Donald Trump, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA menargetkan untuk mendaratkan kembali manusia di Bulan pada tahun 2024. Namun, kendala teknis membuat rencana tersebut mundur. Paling cepat, pendaratan kembali manusia di Bulan baru bisa dilakukan tahun 2025.
”Tahun 2024 bukanlah target (pendaratan kembali manusia di Bulan) yang benar-benar layak secara teknis. Target saat ini, paling cepat bisa dilakukan tahun 2025,” kata Administrator NASA Bill Nelson dalam taklimat media, Selasa (9/11/2021), seperti dikutip Space, Rabu (10/11/2021).
Dalam tenggat yang ditetapkan Presiden Trump, NASA telah berupaya melakukan berbagai hal untuk mendaratkan kembali manusia di Bulan melalui program Artemis. Bukan hanya mendarat kembali, program ini diharapkan bisa menciptakan keberadaan manusia yang berkelanjutan di Bulan, tidak sekadar singgah seperti dalam pendaratan 12 antariksawan atau astronot NASA pada tahun 1969-1972.
Pendaratan kembali ke Bulan itu juga ingin menepis anggapan diskriminasi yang berkembang selama ini. Dari 12 antariksawan yang menginjakkan kaki di Bulan, semuanya adalah laki-laki dan orang kulit putih. Karena itu, salah satu target utama program Artemis adalah mendaratkan perempuan antariksawan dan antariksawan nonkulit putih.
Namun, target pengiriman manusia ke Bulan pada 2024 itu dinilai banyak kalangan sangat menantang, tidak didasarkan pada kelayakan teknis. Terjadinya pandemi Covid-19 dan gugatan hukum perusahaan penerbangan luar angkasa Blue Origin membuat pengembangan sistem pendaratan manusia di Bulan terhenti.
Baca juga : NASA Tunjuk Tiga Perusahaan untuk Pendaratan di Bulan Tahun 2024
Pada April 2021, NASA memberikan kontrak sistem pendaratan manusia (HLS) di Bulan kepada perusahaan SpaceX. NASA memilih pesawat luar angkasa Starship buatan SpaceX untuk mendaratkan antariksawan NASA di Bulan.
Namun, Blue Origin sebagai pesaing SpaceX tidak terima atas pemberian kontrak tersebut. Mereka pun mengajukan keberatan, mengirimkan surat terbuka hingga akhirnya mengajukan gugatan terhadap NASA ke pengadilan federal AS.
Selama proses gugatan tersebut, pengadilan menghentikan semua kerja sama program pendaratan manusia di Bulan milik NASA. Akhirnya, pengadilan menetapkan Blue Origin kalah pada 4 November 2021.
Kini, NASA pun bisa meneruskan kembali kerja samanya dengan SpaceX untuk mengembangkan wahana yang akan membawa antariksawan menuju dan kembali dari permukaan Bulan.
Dalam perbincangan pertama pascaputusan pengadilan antara Nelson dan Pimpinan Eksekutif Tertinggi SpaceX Gwynne Shotwell, kedua pihak memiliki pemahaman yang sama untuk membawa kembali manusia ke Bulan secepatnya. Meski demikian, keamanan dan keselamatan antariksawan tetap menjadi perhatian utama.
Namun, tim masih membutuhkan banyak waktu untuk mengerjakan program tersebut sebelum akhirnya bisa menentukan secara spesifik kapan waktu pendaratan kembali manusia di Bulan itu bisa dilakukan.
Baca juga: NASA dan SpaceX Luncurkan Misi Perdana ke Luar Angkasa
Meksi demikian, lanjut Nelson, NASA telah memiliki tenggat utama untuk menyelesaikan sejumlah tahapan hingga manusia bisa diterbangkan ke Bulan.
Peluncuran Artemis 1 yang merupakan penerbangan uji pertama yang akan membawa wahana ke sekitar luar angkasa Bulan akan dilakukan pada Februari 2022. Penerbangan uji tanpa awak ini akan memakai wahana Orion yang diletakkan di atas roket peluncur Space Launch System (SLS).
Sementara peluncuran Artemis 2 yang akan membawa antariksawan mengelilingi Bulan dan kembali ke Bumi akan dilakukan pada Mei 2024. Misi ini tetap menggunakan wahana Orion dan roket peluncur SLS. Dibandingkan tenggat pendaratan manusia di Bulan tahun 2024, pengiriman misi berawak mengelilingi Bulan ini mundur enam bulan dari rencana semula pada September 2023.
Selain itu, dalam misi Artemis 2 ini, wahana akan terbang hingga 64.000 kilometer dari Bulan sebelum antariksawan kembali ke Bumi. Ini akan menjadi perjalanan terjauh dari Bumi yang pernah ditempuh manusia di luar angkasa.
Dengan demikian, peluncuran Artemis 3 yang merupakan misi pendaratan manusia di Bulan paling cepat baru bisa dilakukan pada tahun 2025.
Besarnya tantangan dan penundaan yang terjadi membuat NASA akan meningkatkan anggaran untuk pengembangan pesawat luar angkasa Orion. ”NASA berkomitmen untuk memperbarui biaya pengembangan Orion sebesar 9,3 miliar dollar AS (sekitar Rp 132 triliun dengan kurs Rp 14.200 per dollar AS) dengan target uji terbang berawak pertama pada Mei 2024,” kata Nelson.
Biaya pengembangan wahana Orion itu naik hampir 40 persen dibandingkan anggaran pengembangan Orion sebelumnya. Deputi Administrator NASA Pam Melroy mengatakan biaya pembuatan Orion sebelumnya mencapai 6,7 miliar dollar AS (sekitar Rp 95 triliun).
Persaingan
Selain itu, Nelson menegaskan, peluncuran misi Artemis 1 dan Artemis 2 adalah penerbangan uji coba, penerbangan awal, dan dilakukan untuk menjaga agar penerbangan luar angkasa tetap kompetitif.
Saat ini, SpaceX adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki kontrak dari NASA untuk membangun sistem pendaratan manusia di Bulan. Namun, Kongres AS telah mengingatkan untuk senantiasa menciptakan dan menjaga daya saing dalam peluncuran lebih dari 10 misi pendaratan NASA di Bulan di masa depan.
Untuk itu, pendanaan program tersebut akan ditingkatkan mulai tahun 2023. Setidaknya NASA butuh anggaran sebesar 5,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 81 triliun hingga enam tahun ke depan.
Peningkatan anggaran itu tidak hanya akan meningkatkan persaingan di antara perusahaan penerbangan luar angkasa di AS, tetapi juga untuk mengantisipasi persaingan eksplorasi luar angkasa dari negara lain, khususnya China.
”NASA menghadapi program luar angkasa China yang sangat agresif dan bagus,” kata Nelson. Perkembangan pesat itu dikhawatirkan akan membuat China mampu mendaratkan antariksawan atau taikonautnya di Bulan lebih awal dari rencana AS.
Saya percaya, Pemerintah AS ingin AS tetap menjadi yang pertama untuk mendarat kembali di Bulan setelah lebih dari setengah abad.
Pada April 2021, China berhasil menempatkan modul utama stasiun luar angkasa Tiangong, yang dinamai Tianhe, di orbit. Proses pembangunan stasiun luar angkasa ini terus berjalan dengan penambahan modul-modul baru dan diharapkan akan selesai pada akhir 2022.
Baca juga : China Mengirim Misi Robot Angkasa Luar ke Bulan
Selama proses pembangunan itu, pengiriman antariksawan ke luar angkasa untuk menghuni Tiangong terus dilakukan. Bahkan, seperti dikutip dari AP, Selasa (9/11/2021), antariksawan Wang Yaping (41) menjadi perempuan China pertama yang bekerja di luar modul stasiun luar angkasa atau biasa disebut extravehicular activity (EVA) alias spacewalk.
Selain itu, China juga menjadi negara pertama yang berhasil mendaratkan wahana di bagian sisi belakang Bulan serta negara kedua yang berhasil mendaratkan wahana penjejak di Mars setelah AS.
Karena itu, NASA yakin bahwa mereka memiliki pesaing yang sangat agresif untuk penjelajahan luar angkasa, yaitu China. Tidak tertutup kemungkinan, persaingan itu juga bakal terjadi dalam pendaratan kembali manusia di Bulan. ”Saya percaya, Pemerintah AS ingin AS tetap menjadi yang pertama untuk mendarat kembali di Bulan setelah lebih dari setengah abad,” tambah Nelson.
Lebih jauh dari itu, tujuan Artemis lainnya bukanlah sekadar ingin mendaratkan kembali manusia di Bulan, melainkan juga menginspirasi generasi muda dari berbagai latar belakang, mulai dari ilmuwan, perekayasa, hingga penjelajah.
”NASA berkomitmen mendorong batas-batas dari apa yang kita ketahui menjadi mungkin dilakukan. Artemis akan mengubah fiksi ilmiah menjadi fakta ilmiah,” terangnya. Melalui program inilah diharapkan akan lahir generasi Artemis, generasi yang lebih menguasai sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM), karena merekalah yang akan menjadi pemimpin dalam penjelajahan luar angkasa di masa depan.