Membangun Tata Kelola Hukum Rumah Sakit Jadi Lebih Baik
Tata kelola hukum di rumah sakit perlu diperkuat untuk menunjang sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tata kelola administrasi hukum di rumah sakit perlu dibangun menjadi lebih baik. Hal itu diperlukan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu bagi masyarakat sekaligus untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi tenaga kesehatan di era digitalisasi.
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, regulasi yang kuat diperlukan untuk menegaskan tanggung jawab rumah sakit dalam melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, termasuk dalam memberikan pembelaan hukum yang tegas.
”Selama ini, terkadang ketika ada permasalahan justru menempatkan tenaga kesehatan, khususnya perawat, sebagai korban dari sistem pelayanan yang kurang baik. Harapannya, lewat berbagai perbaikan, persoalan yang menempatkan nakes di posisi yang terdesak tidak akan terjadi lagi,” ujarnya, di Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Ia mengatakan, upaya melindungi tenaga kesehatan semakin dibutuhkan di tengah perkembangan layanan digitalisasi di rumah sakit yang semakin masif. Tata kelola hukum yang lebih baik diperlukan di tengah berbagai perubahan sistem pelayanan kesehatan di masyarakat.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menambahkan, konstruksi hukum terkait pelaku pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu dikaji ulang agar tenaga kesehatan bisa memberikan pelayanan kesehatan dengan rasa aman dan nyaman.
”Profesionalitas tenaga kesehatan juga bisa berjalan dengan baik tanpa ada kegamangan dan ketakutan dalam menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan di rumah sakit,” ucapnya.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Budi Sampurna menuturkan, perlindungan hukum memiliki sejumlah makna bagi tenaga kesehatan di rumah sakit. Dengan adanya perlindungan hukum, tenaga kesehatan, termasuk dokter dan perawat, bisa bekerja secara profesional dan memiliki kebebasan profesi yang tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, perlindungan hukum juga bermakna memberikan kepastian bagi dokter dan tenaga kesehatan untuk bekerja secara sah tanpa ancaman kekerasan atau intimidasi dari pihak lain. Dokter dan tenaga kesehatan juga bisa memperoleh kesempatan membela diri jika ada dugaan melakukan kesalahan. Apabila standar profesi bisa dipenuhi, dokter dan tenaga kesehatan tidak bisa dipersalahkan.
Profesionalitas tenaga kesehatan juga bisa berjalan dengan baik tanpa ada kegamangan dan ketakutan dalam menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan di rumah sakit.
”Perlindungan hukum bukanlah ketentuan yang menghilangkan adanya kemungkinan penuntutan hukum oleh orang lain, tetapi lebih menekankan pada perlindungan bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh kewenangan sesuai dengan kompetensi keprofesiannya,” ucap Budi.
Selama ini, sejumlah regulasi terkait dengan perlindungan bagi tenaga kesehatan di rumah sakit sudah berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal (3), pengaduan yang dimaksud dalam ayat sebelumnya, tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Dalam regulasi tersebut juga disampaikan, setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seorang tenaga kesehatan dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Namun, tuntutan itu tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Budi menambahkan, UU Kesehatan Pasal 46 menyebutkan, rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit pun wajib melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit dalam melaksanakan tugas serta menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya menuturkan, pendampingan atas permasalahan hukum pada tenaga kesehatan di rumah sakit terus dilakukan. Tata kelola administrasi hukum di rumah sakit akan dibangun secara lebih baik.
”Setiap tenaga medis ataupun tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit butuh perlindungan yang kuat agar bisa semakin mengembangkan keprofesiannya kepada masyarakat,” tuturnya.