Ditemukan Mikrobioma yang Bisa Menyelamatkan Pendengaran Anak
Studi terbaru mengungkap bahwa bakteri yang ditemukan di sistem pernapasan bagian atas anak-anak Aborigin di Australia dapat membantu melawan infeksi telinga tengah kronis.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bakteri yang ditemukan di sistem pernapasan bagian atas anak-anak Aborigin di Australia dapat membantu melawan infeksi telinga tengah kronis. Penemuan ini bisa menjadi harapan untuk pengobatan potensial terhadap infeksi telinga tengah kronis yang menjadi penyebab utama gangguan pendengaran dan ketulian pada anak-anak.
Kajian yang dipimpin Seweryn Bialasiewicz dari Australian Centre for Ecogenomics, Universitas Queensland, ini dipublikasikan di jurnal Microbiology Spectrum edisi Oktober 2021.
Andrea Coleman, penulis pertama paper ini, dalam keterangan tertulis, Selasa (9/11/2021), mengatakan, infeksi telinga tengah kronis dapat memengaruhi sepertiga hingga setengah dari anak-anak Aborigin dan Torres Strait Islander, Australia. Angka ini jauh di atas ambang batas 4 persen yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehingga dianggap sebagai penyakit yang memerlukan tindakan kesehatan masyarakat yang mendesak.
”Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan memiliki dampak seumur hidup pada perkembangan bicara dan bahasa, pendidikan, serta prospek pekerjaan di masa depan. Pada populasi Aborigin dan Torres Strait Islander, penyakit ini berkontribusi pada kesenjangan yang lebar dalam hasil pendidikan dan pekerjaan,” ungkapnya.
Meskipun demikian, di antara populasi ini ada anak-anak yang tidak pernah mengalami sakit infeksi telinga tengah kronis. ”Kami telah mencoba mencari tahu selama bertahun-tahun mengapa beberapa anak tidak pernah menderita penyakit telinga kronis meskipun berada dalam kategori berisiko tinggi untuk tertular,” kata Bialasiewicz.
Untuk menjawab pertanyaan ini, tim peneliti berfokus mengakaji mikrobioma di saluran pernapasan bagian atas anak-anak di komunitas Aborigin, Australia, yang tidak pernah sakit telinga.
Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan memiliki dampak seumur hidup pada perkembangan bicara dan bahasa, pendidikan, serta prospek pekerjaan di masa depan.
Sebanyak 103 anak berusia 2-7 tahun dari dua komunitas Queensland bagian utara dilibatkan dalam penelitian. Sebanyak 17 anak atau 16,8 persen diketahui sehat, yaitu hasil pemeriksaan normal dan tidak ada riwayat infeksi telinga tengah kronis.
Bakteri baik
Para peneliti kemudian mengambil sampel usap rongga hidung, telinga, dan tenggorokan anak-anak. Sampel ini kemudian diekstraksi DNA-nya dan dianalisis dengan pengurutan amplikon 16S rRNA.
Hasilnya, ditemukan ada mikrobioma hidung berbeda secara signifikan antara anak-anak yang tidak pernah sakit dan yang pernah sakit. Anak-anak dengan riwayat infeksi telinga tengah kronis memiliki kelimpahan bakteri Moraxella yang relatif lebih besar dibandingkan anak-anak yang sehat meskipun keduanya memiliki telinga yang sehat pada saat diambil sampelnya.
Sebaliknya, anak-anak dengan hidung yang sehat memiliki kelimpahan relatif bakteri Staphylococcus aureus yang lebih besar dibandingkan mereka yang menderita sakit. Bakteri Dolosigranulum berkorelasi dengan Corynebacterium pada anak-anak yang sehat, sedangkan Haemophilus dan Streptococcus berkorelasi di seluruh fenotipe.
Peneliti juga menemukan, Ornithobacterium tidak ada atau hadir dengan kelimpahan relatif rendah pada anak-anak sehat dan berkerumun di sekitar otopatogen. Ini berkorelasi dengan Helcococcus dan Dichelobacter. Sementara Dolosigranulum dan Corynebacterium membentuk sinergi yang meningkatkan kesehatan saluran pernapasan atas (URT) atau telinga pada anak-anak Aborigin, Australia.
Bakteri Ornithobacterium kemungkinan mewakili Candidatus Ornithobacterium hominis dan dalam populasi ini berkorelasi dengan bakteri baru yang tampaknya terkait dengan kesehatan telinga yang buruk.
Dari temuan ini, para peneliti menyimpulkan adanya jaringan ekologis interaksi bakteri atau mikrobioma yang tampaknya bekerja sama untuk melindungi terhadap penyakit tersebut. ”Jelas bahwa kelompok bakteri ini tidak hanya diperlukan, tetapi juga berinteraksi satu sama lain untuk memberikan perlindungan dari infeksi telinga tengah,” kata Bialasiewicz.
Menurut Bialasiewicz, mereka berharap untuk menggunakan informasi ini untuk mengetahui mekanisme perlindungan yang tepat, dan kemudian menirunya pada anak-anak yang masih sangat kecil, sebagai terapi atau tindakan pencegahan.
”Ini bisa berupa molekul yang dapat digunakan sebagai obat untuk pengobatan, atau sebagai probiotik pelindung sehingga bakteri ’baik’ ini dapat disemai di hidung cukup awal untuk menawarkan perlindungan terhadap bakteri ’jahat’ yang masuk,” tuturnya.
Bialasiewicz optimistis temuan mereka tentang mikrobioma baik yang bisa mencegah infeksi telinga ini dapat diterapkan di seluruh dunia.