200 Desa Mandiri Peduli Mangrove Dibentuk Tahun Ini
Sebanyak 200 Desa Mandiri Peduli Mangrove ditargetkan dapat dibentuk tahun ini. Kegiatan yang melibatkan masyarakat ini bertujuan agar mereka memperoleh manfaat dan pada akhirnya turut menjaga mangrove.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Restorasi Gambut dan Mangrove menargetkan 200 Desa Mandiri Peduli Mangrove dapat terbentuk tahun ini sebagai upaya merehabilitasi mangrove sekaligus menanggulangi dampak perubahan iklim. Kegiatan yang melibatkan masyarakat ini bertujuan agar mereka memperoleh manfaat dan pada akhirnya turut menjaga mangrove.
Sekretaris BRGM Ayu Dewi Utari menyampaikan, BRGM menerapkan sejumlah strategi secara komprehensif dengan rangkaian kegiatan memulihkan, meningkatkan, dan mempertahankan mangrove. Upaya memulihkan dan meningkatkan dilakukan dengan kegiatan penanaman sekaligus pemberdayaan masyarakat.
”Sementara upaya mempertahankan dilakukan pada areal dengan kerapatan mangrove yang cukup tinggi sehingga diharapkan keberadaannya tidak dikonversi. Sebab, mangrove sering dibuka dan dimanfaatkan hingga merusak ekosistem tersebut,” ujarnya dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim ke-26 (COP 26), di Jakarta, Senin (8/11/2021).
Dalam pelaksanaannya, kata Ayu, rehabilitasi mangrove tidak mungkin hanya dilakukan dengan cara menanam kembali. Perlu juga pendekatan institusional baik melalui edukasi, sekolah lapang, sosialisasi, publikasi, maupun pemberdayaan masyarakat, penyuluhan, hingga pendampingan. Seluruh kegiatan ini diarahkan dalam pembentukan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM).
Sementara upaya mempertahankan dilakukan pada areal dengan kerapatan mangrove yang cukup tinggi sehingga diharapkan keberadaannya tidak dikonversi. Sebab, mangrove sering dibuka dan dimanfaatkan hingga merusak ekosistem tersebut.
Saat ini, DMPM masih terus dibentuk di sembilan provinsi prioritas rehabilitasi mangrove dengan target tahun ini sebanyak 200 desa. Tujuan rehabilitasi ini adalah membuat ekosistem mangrove lestari sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan fungsi bagi lingkungan.
Melalui DMPM dan berbagai kegiatan yang dilakukan secara terpadu, masyarakat juga akan dilibatkan agar mereka memperoleh manfaat dan pada akhirnya turut menjaga mangrove. Manfaat yang dihasilkan baik dari kegiatan perikanan maupun ekowisata.
Menurut Ayu, rehabilitasi mangrove tahun ini memakai pendekatan pemulihan ekonomi nasional (PEN) dari dampak pandemi sehingga semua pekerjaan dilakukan masyarakat. PEN rehabilitasi mangrove diprediksi dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 560.500 orang. Mayoritas pelaksana PEN rehabilitasi mangrove merupakan nelayan dan buruh tambak.
”Dari pantauan kami, adanya PEN rehabilitasi mangrove dengan pola dilakukan langsung oleh masyarakat dapat meningkatkan pendapatan lebih kurang 70 persen. Jadi, jika sebelumnya masyarakat kehilangan pendapatan sebesar 50 persen karena pandemi, maka saat ini mereka ada peningkatan 20 persen,” katanya.
Ayu memastikan bahwa upaya rehabilitasi mangrove juga memperhatikan kesetaraan jender. Sebab, para kelompok tani wanita turut terlibat dalam penyiapan bibit hingga penanaman. Yang terpenting, masyarakat akhirnya semakin sadar atas data kependudukan karena menjadi salah satu syarat untuk terlibat dalam proses rehabilitasi.
Hingga pertengahan Oktober lalu, BRGM menanam bibit mangrove di lahan seluas 11.660 hektar. Wilayah dengan perkembangan rehabilitasi terluas ialah Riau (2.665 ha), Kalimantan Timur (2.561 ha), Bangka Belitung (1.638 ha), Sumatera Utara (1.585 ha), dan Papua (1.297 ha). Rehabilitasi tersebut melibatkan 22.612 warga setempat.
Direktur Konservasi Tanah dan Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Zainal Arifin mengatakan, sejak 2020 KLHK telah mengenalkan program swakelola penanaman dan rehabilitasi mangrove dengan aktivitas baru, terutama pola penyaluran pendanaan. Pada 2020, KLHK membuat terobosan dengan membayar langsung melalui rekening petani sehingga stimulus ekonomi dirasakan langsung oleh masyarakat.
Pada 2020, KLHK berhasil menanam mangrove seluas 17.000 hektar dengan melibatkan lebih dari 39.000 orang. Jumlah ini tercatat melebihi target yang ditetapkan, yakni 15.000 hektar. Adapun realisasi pencapaian anggaran cukup efisien mencapai 92,6 persen.
Koordinator Restorasi Lahan Basah dan Pengembangan Masyarakat Yayasan Lahan Basah (Wetland) Indonesia Eko Budi Priyanto menambahkan, penanaman mangrove diupayakan dilakukan di wilayah tambak dan pesisir. Namun, mangrove juga bisa tumbuh di atas wilayah pasang surut air laut.
”Tantangan utama penanaman mangrove ini adalah bagaimana petani-petani bisa merelakan tambaknya untuk dipangkas 40 meter sehingga secara alami mangrove bisa tumbuh di sana. Mereka harus terlibat dari awal perencanaan, implementasi, hingga pemantauan,” ucapnya.