Sejumlah Aspek Administrasi Disepakati dalam Konvensi Minamata Fase Pertama
Konferensi Para Pihak keempat Konvensi Minamata fase pertama pada 1-5 November telah selesai dilaksanakan. Sejumlah aspek administrasi disepakati dalam perundingan ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia sukses menyelenggarakan Konferensi Para Pihak tentang Merkuri keempat atau COP 4 Konvensi Minamata fase pertama pada 1-5 November 2021. Sejumlah aspek administrasi disepakati dalam perundingan ini, antara lain, terkait waktu pelaksanaan COP 4 fase kedua dan skema anggaran ke depan.
Staf Ahli Kementerian Luar Negeri Bidang Hubungan Antarlembaga Muhsin Syihab menyampaikan, terdapat empat pembahasan utama yang menjadi fokus Indonesia dan hal ini telah dinyatakan secara tegas dalam sejumlah negosisasi. Salah satunya, waktu dan tempat berlangsungnya COP 4 fase kedua pada 21-25 Maret 2022 secara tatap muka di Bali.
”Sebagian besar negara mendukung keputusan ini. Namun, ada beberapa negara yang juga mengusulkan agar diadakan juga secara hybrid. Ini menjadi tantangan untuk melakukan persiapan dan memberikan fasilitas apabila nantinya dilakukan secara hybrid,” ujar Muhsin yang juga Ketua Delegasi Indonesia untuk COP 4 Minamata dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (6/11/2021).
Dalam COP 4 fase pertama, Indonesia juga menyampaikan laporan nasional tentang implementasi Konvensi Minamata. Menurut Muhsin, hal ini dilakukan untuk menjelaskan kepada dunia bahwa setelah ratifikasi aturan Konvensi Minamata, Indonesia telah membuat Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM).
Saat ini, Indonesia sudah menyerahkan laporan nasional tahap awal tersebut kepada sekretariat Konvensi Minamata. Secara bersamaan, Indonesia juga menyampaikan komitmen untuk menyerahkan laporan nasional secara penuh tentang implementasi Konvensi Minamata sebelum batas akhir 31 Desember 2021. Upaya Indonesia ini diharapkan bisa dilakukan oleh negara lain.
Pada masa pandemi, Muhsin memandang banyak negara berkembang yang menghadapi tantangan dalam menyusun laporan implementasi Konvensi Minamata secara utuh. Oleh karena itu, Indonesia mengimbau sekretariat untuk memberikan bantuan dan memfasilitasi negara berkembang dalam menyusun laporan ini sehingga dapat disampaikan sesuai dengan waktu yag telah ditentukan.
”Laporan nasional ini penting disampaikan untuk mengukur kemajuan pelaksanaan Konvensi Minamata dari setiap negara pihak. Secara tidak langsung, laporan nasional ini merupakan bentuk peer review (ulasan awal),” ucapnya.
Dalam COP 4 fase pertama, Indonesia juga menyampaikan laporan nasional tentang implementasi Konvensi Minamata.
Selain masalah waktu pelaksanaan COP 4 fase kedua, perundingan pada fase pertama juga menyepakati program kerja dan pembiayaan untuk tahun 2022. Hal ini penting dibahas dan ditetapkan karena Konvensi Minamata telah memasuki masa implementasi. Program kerja dan pembiayaan akan sangat berpengaruh untuk setiap negara dalam melaksanakan implementasi Konvensi Minamata ini.
Dalam pembahasan sesi tersebut, kata Muhsin, Indonesia memperhatikan kepentingan negara berkembang untuk mendapat transfer teknologi. Program pembiayaan juga perlu dialokasikan untuk memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang.
”Pembahasan terakhir yang tidak kalah pentingnya dalam fase pertama adalah evaluasi efektivitas. Ini akan menjadi kerangka yang sangat penting dan menjadi indikator setiap negara. Harapannya, evaluasi efektivitas ini pada 2023 sudah berjalan dengan baik,” katanya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyatakan, perundingan dan negosiasi pada empat hari pertama berjalan cukup alot. Permasalahan jaringan internet juga kerap menjadi kendala saat perundingan berlangsung.
”Suara beberapa delegasi terkadang turun naik dan tidak jelas sehingga harus diulangi kembali. Tetapi sekretariat memperbolehkan negara pihak mengirim e-mail apabila terdapat masalah jaringan. Perbedaan zona waktu juga cukup menjadi tantangan kita,” katanya.
Terkait berlangsung COP 4 fase kedua tahun depan di Bali, Vivien mengakui bahwa terdapat sejumlah negara yang sempat ragu terhadap kondisi Covid-19 di Indonesia. Namun, delegasi Indonesia berhasil meyakinkan negara-negara lain bahwa penanganan pandemi di dalam negeri sudah optimal dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Vivien menegaskan, Indonesia sebagain tuan rumah COP 4 mendorong adanya pengukuran efektivitas implementasi Konvensi Minamata yang dilakukan setiap negara. Hal ini sekaligus menjadi bahan evaluasi tentang seberapa efektif implementasi Konvensi Minamata dari setiap negara.