Indonesia Sambut Bantuan Inggris Rp 6,8 Triliun untuk Turunkan Emisi Kehutanan
Dalam KTT ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP 26) di Glasgow, Inggris mengumumkan bantuan atau dukungan sekitar 350 juta poundsterling bagi Indonesia untuk pengurangan emisi di sektor kehutanan dan lahan.
Oleh
A Tomy Trinugroho
·2 menit baca
GLASGOW, KOMPAS — Indonesia menyambut gembira bantuan 350 juta pound sterling atau sekitar Rp 6,8 triliun dari Inggris untuk pengurangan emisi karbon di sektor kehutanan dan tata guna lahan. Kerja sama bilateral semacam ini akan terus diupayakan dengan negara lain karena dinilai lebih konkret.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, Rabu (3/11/2021), di sela-sela penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP 26) di Glasgow, Skotlandia, mengatakan, bantuan itu merupakan kerja sama selama 10 tahun dan akan digunakan untuk membantu Indonesia mencapai target penyerapan karbon bersih dari penggunaan hutan dan lahan (FoLU net carbon sink) 2030.
”Tadi Pemerintah Inggris melalui Menteri Goldsmith mengumumkan bantuan atau dukungan sekitar 350 juta pound sterling atau sekitar 500 juta dollar AS,” ujarnya seusai menghadiri pengumuman kerja sama di Pavilion Indonesia di Scottish Event Campus, Glasgow.
Pengumuman kerja sama dihadiri Alue dan Zac Goldsmith, Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris. Adapun Scottish Event Campus merupakan lokasi COP 26.
Kerja sama yang ditawarkan Pasal 6 Kesepakatan Paris 2015 yang bersifat multilateral dinilai lebih sulit dan kurang konkret.
Lewat target FoLU net carbon sink 2030, Indonesia ingin mencapai kondisi lebih banyak karbon yang terserap atau setidaknya sama dengan jumlah karbon yang dilepas akibat aktivitas pembukaan hutan/lahan. Caranya, antara lain, melakukan rehabilitasi hutan dan menekan deforestasi.
Menurut Alue, ada 11 langkah yang disiapkan pemerintah untuk mencapai neutral carbon. Empat di antaranya ialah pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, pencegahan kebakaran hutan serta lahan, rehabilitas hutan dan lahan (termasuk di dalamnya mangrove), serta manajemen atau tata kelola gambut.
Menurut Alue, dana dari Pemerintah Inggris kemungkinan dipakai untuk program penanaman mangrove karena target yang besar, yakni 630.000 hektar hingga tahun 2024. Meski demikian, Alue mengakui, bantuan yang diberikan Inggris belum mencukupi. Total dana yang diperlukan Indonesia untuk mencapai target FoLU net carbon sink 2030 sebesar Rp 550 triliun.
Di sisi lain, ia mengatakan, pola kerja sama bilateral dengan Inggris akan terus diupayakan oleh Indonesia dengan negara lain. Kerja sama yang ditawarkan Pasal 6 Kesepakatan Paris 2015 yang bersifat multilateral dinilai lebih sulit dan kurang konkret.
”Lebih baik pola seperti ini. Kita akan mencari negara yang memang berkomitmen,” ujar Alue.
Hentikan alih fungsi
Dalam siaran pers, Program Officer Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan Yosi Amalia mengingatkan akan keikutsertaan Indonesia dalam Deklarasi Glasgow. Indonesia bersama lebih dari 120 negara lain (pemilik sekitar 85 persen hutan dunia) berkomitmen bekerja secara kolektif untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya hutan dan degradasi lahan pada tahun 2030.
Ia mengatakan, hal itu agar diimplementasikan Presiden dengan menghentikan rencana alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan tujuan FoLU net carbon sink 2030. ”Hutan alam, ekosistem gambut, dan wilayah masyarakat adat di dalam area of interest food estate harus dikeluarkan dan dilindungi agar tidak dikonversi. Saat ini ada 1,5 juta hektar hutan alam di area of interest food estate di empat provinsi saja,” tambah Yosi Amelia.