Kecepatan penanganan pada stroke diperlukan untuk mencegah kecacatan dan kematian pada pasien. Deteksi dini pada gejala stroke pun sangat penting.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Penanganan stroke amat bergantung pada waktu. Semakin cepat mendapat pertolongan, makin besar pula risiko kecacatan dan kematian bisa dicegah. Karena itu, tiap orang sebaiknya bisa mengenali gejala stroke sejak dini.
Sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stroke merupakan gangguan pembuluh darah di otak yang terjadi secara tiba-tiba.
Gangguan ini bisa terjadi karena sumbatan ataupun pendarahan. Definisi itu, oleh American Heart Association and American Stroke Association (AHA/ASA) dilengkapi bahwa stroke tidak hanya terjadi karena kematian pada sel otak, tetapi juga karena gangguan pembuluh darah di sumsum tulang belakang (medulla spinalis) dan retina mata.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PP Perdossi) Dodik Tugasworo, di Jakarta, Kamis (28/10/2021), dalam rangka Hari Stroke Sedunia yang diperingati setiap 29 Oktober, mengatakan, penanganan stroke sangat berpacu dengan waktu. Jika ada gejala yang muncul tiba-tiba, hal itu sebaiknya harus segera diwaspadai sebagai gejala stroke, terutama pada orang yang memiliki faktor risiko.
Adapun faktor risiko stroke, yakni adanya riwayat stroke sebelumnya, hipertensi atau darah tinggi, memiliki penyakit jantung, mengalami diabetes melitus, obesitas atau kegemukan, dan kurang gerak. Selain itu, faktor risiko lainnya seperti merokok, konsumsi alkohol, dan penggumpalan darah.
Dodik mengungkapkan, setidaknya ada enam gejala stroke yang harus diwaspadai. Itu meliputi senyum yang tidak simetris serta tersedak dan sulit menelan air minum secara tiba-tiba; gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba.
Beberapa gejala lainnya meliputi bicara pelo atau tidak bisa berbicara yang tiba-tiba; rasa kebas, baal, atau kesemutan di separuh tubuh secara tiba-tiba; rabun atau gangguan pandangan pada satu mata secara tiba-tiba; dan sakit kepala hebat yang muncul secara tiba-tiba.
”Kata kunci pada stroke adalah pembuluh darah dan tiba-tiba. Jika gejala stroke muncul secara tiba-tiba, segera bawa ke rumah sakit. Jangan menunda waktu karena setiap menit sangat berharga dalam penanganan stroke. Obat harus segera diberikan setidaknya 4,5 jam setelah serangan muncul,” tutur Dodik.
Jika sumbatan pada pembuluh darah tidak segera dibuka, setiap menit ada 1,9 juta sel saraf otak mati di area sumbatan tersebut. Sel otak yang mati tidak bisa diganti dengan sel baru sehingga berisiko mengalami kecacatan dan kematian. Sebaliknya, jika sumbatan berhasil dibuka, hal itu dapat mengurangi jumlah sel saraf yang mati.
Dalam penanganan stroke pun harus ditunjang dengan rantai penanganan yang komprehensif, mulai dari prapenanganan di rumah sakit, penanganan ketika berada di rumah sakit, serta penanganan pascaperawatan di rumah sakit. Setelah gejala stroke dari pasien bisa terdeteksi, kedatangan pelayanan emergensi medis yang cepat sangat dibutuhkan. Jika terpaksa harus menggunakan alat transportasi pribadi, komunikasi dengan pihak rumah sakit harus segera dilakukan agar kondisi pasien bisa tetap terpantau.
Setelah tiba di rumah sakit, pasien stroke perlu segera menjalani pemindaian dengan CT scan atau MRI. Karena itu, ketika merujuk pasien stroke harus dipastikan dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas itu. Penanganan pun dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi yang cepat di rumah sakit.
Jika gejala stroke muncul secara tiba-tiba, segera bawa ke rumah sakit. Jangan menunda waktu karena setiap menit sangat berharga dalam penanganan stroke. Obat harus segera diberikan setidaknya 4,5 jam setelah serangan muncul.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi stroke di Indonesia mencapai 10,9 persen. Stroke juga merupakan penyakit dengan beban biaya rawat inap terbesar kedua setelah jantung, yakni sebesar Rp 794,08 miliar dengan jumlah kasus mencapai 172.303 orang. Tanpa intervensi yang berarti, beban pengeluaran kesehatan untuk penyakit ini akan meningkat.
Menurut Dodik, upaya perbaikan layanan stroke di masyarakat bisa dilakukan dengan menyediakan layanan komprehensif, tidak hanya di kota besar. Saat ini baru ada 15 rumah sakit layanan stroke level tinggi yang ada di Indonesia. Selain rumah sakit stroke yang masih terbatas, ketersediaan fasilitas pencitraan seperti CT scan dan MRI juga kurang.
”Sumber daya manusia kesehatan yang menangani stroke juga amat terbatas dengan ketersediaan belum merata. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 270 juta orang, jumlah dokter spesialis neurologi hanya 2.500 dokter dan dokter spesialis neurointervensi hanya 60 dokter,” tuturnya.
Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Elvieda Sariwati menegaskan, peta jalan penanganan stroke di Indonesia masih dibahas. Beberapa penguatan telah dilakukan, terutama untuk memperkuat upaya pencegahan serta deteksi dini.
”Kampanye kesehatan pencegahan stroke akan dilakukan melalui FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama) sekaligus mendorong masyarakat yang memiliki faktor risiko untuk melakukan pemeriksaan kesehatan minimal satu tahun sekali. Penanganan faktor risiko pun masuk dalam standar pelayanan minimal yang diberikan di FKTP,” tuturnya.