Polifenol teh hijau atau katekin sebenarnya bukan antioksidan, melainkan pro-oksidan yang meningkatkan kemampuan organisme untuk mempertahankan diri, mirip dengan vaksinasi.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
Teh hijau telah lama dikenal memiliki manfaat kesehatan. Temuan terbaru menunjukkan, teh hijau memiliki kandungan pro-oksidan yang meningkatkan kemampuan organisme untuk mempertahankan diri. Meski demikian, konsentrasi berlebih bisa menjadikannya sebagai racun karena itu tidak disarankan mengonsumsi ekstrak atau konsentrat teh hijau.
Teh hijau diketahui mengandung katekin yang disebut EKG dan EGCG, yang termasuk dalam kelompok polifenol. Pada umumnya katekin ini dianggap antioksidan, yang berarti mereka melawan atau mencegah stres oksidatif dalam tubuh yang disebabkan oleh radikal bebas oksigen yang agresif.
Para peneliti banyak berasumsi bahwa katekin menetralisasi radikal bebas ini dan dengan demikian mencegah kerusakan sel atau DNA. Salah satu sumber radikal bebas oksigen adalah metabolisme; misalnya, ketika mitokondria—pembangkit tenaga sel—bekerja untuk menghasilkan energi.
Untuk mengetahui manfaat teh hijau ini, Michael Ristow, Profesor Metabolisme Energi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kesehatan di ETH Zurich, bersama dengan rekan-rekan dari Universitas Jena, melakukan penelitian eksperimental pada cacing nematoda C. elegans. Dan, mereka sampai pada kesimpulan berbeda yang tampaknya paradoks: alih-alih menekan stres oksidatif, katekin dalam teh hijau mempromosikannya.
Dalam sebuah penelitian yang baru saja diterbitkan dalam jurnal Aging, Ristow dan tim menunjukkan bahwa polifenol dari teh hijau ini pada awalnya meningkatkan stres oksidatif dalam jangka pendek, tetapi ini memiliki efek selanjutnya dalam meningkatkan kemampuan pertahanan sel dan organisme. Akibatnya, katekin dalam teh hijau menyebabkan umur yang lebih panjang dan kebugaran yang lebih besar pada nematoda yang memberi mereka makan teh hijau.
”Itu berarti polifenol teh hijau atau katekin sebenarnya bukan antioksidan, melainkan pro-oksidan yang meningkatkan kemampuan organisme untuk mempertahankan diri, mirip dengan vaksinasi,” ucap Ristow.
Namun, peningkatan kemampuan pertahanan ini tidak terwujud melalui sistem kekebalan, melainkan dengan mengaktifkan gen yang menghasilkan enzim tertentu, seperti superoksida dismutase (SOD) dan katalase (CTL). Enzim inilah yang menonaktifkan radikal bebas dalam nematoda; mereka pada dasarnya adalah antioksidan endogen.
Ristow menyatakan tidak terkejut melihat mekanisme seperti ini bekerja. Kelompok penelitiannya menunjukkan pada 2009 bahwa alasan olahraga meningkatkan kesehatan adalah karena kegiatan fisik ini meningkatkan stres oksidatif dalam jangka pendek sehingga meningkatkan pertahanan tubuh.
Mengonsumsi lebih sedikit kalori juga memiliki efek yang sama, seperti yang telah ditunjukkan beberapa kali pada hewan. Tikus yang diberi diet rendah kalori hidup lebih lama daripada tikus yang diberi diet normal berkalori tinggi. ”Jadi, masuk akal bagi saya bahwa katekin dalam teh hijau akan bekerja dengan cara yang sama,” ujar Ristow.
Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa temuan dari penelitian ini bisa diterjemahkan dengan baik ke manusia. Proses biokimia dasar, di mana organisme menetralkan radikal bebas oksigen, dilestarikan dalam sejarah evolusi dan hadir dalam segala hal, mulai dari ragi uniseluler hingga manusia.
Hindari konsentrat
Ristow sendiri mengaku minum teh hijau setiap hari, sebuah praktik yang dia rekomendasikan. Namun, ia menyarankan untuk tidak mengonsumsi ekstrak atau konsentrat teh hijau. ”Pada konsentrasi tertentu, itu menjadi racun,” katanya.
Katekin dosis tinggi menghambat mitokondria sedemikian rupa sehingga dapat memicu kematian sel, yang bisa sangat berbahaya di hati. Siapa pun yang mengonsumsi polifenol ini dalam dosis berlebihan berisiko merusak organ mereka.
Teh hitam, di sisi lain, mengandung tingkat katekin yang jauh lebih rendah karena sebagian besar dihancurkan oleh proses fermentasi. Itulah mengapa teh hijau lebih direkomendasikan daripada teh hitam.
Sementara sebagian besar katekin ditemukan dalam varietas teh hijau Jepang, teh hijau lainnya juga mengandung polifenol dalam jumlah yang cukup. Teh hitam, di sisi lain, mengandung tingkat katekin yang jauh lebih rendah karena sebagian besar dihancurkan oleh proses fermentasi. ”Itulah mengapa teh hijau lebih direkomendasikan daripada teh hitam,” kata Ristow.
Bahaya mengonsumsi konsentrat teh hijau juga disampaikan Jiang Hu dari Worldwide Scientific Affairs, Herbalife Nutrition, AS di jurnal Regulatory Toxicology and Pharmacology pada 2018. Kajian yang dilakukan melalui tinjauan data efek samping dari 159 studi intervensi manusia menghasilkan temuan yang konsisten dengan bukti toksikologi dalam rentang terbatas.
Teh hijau kaya katekin bisa berbahaya bagi hati ketika dikonsumsi dalam dosis besar, tetapi tidak apbila dikonsumsi sebagai teh yang diseduh. Bukti toksik dan farmakokinetik lebih lanjut menunjukkan dosis internal katekin merupakan penentu utama dalam terjadi dan tingkat keparahan hepatotoksisitas.