Indonesia Inisiasi Deklarasi Global tentang Perdagangan Merkuri
Perdagangan merkuri secara ilegal masih marak. Untuk mengatasi masalah ini, pada Konvensi Minamata, November nanti, Indonesia akan menginisiasi terbentuknya deklarasi atau kesepakatan global tentang perdagangan merkuri.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi Para Pihak Ke-4 dalam Konvensi Minamata akan menginisiasi terbentuknya deklarasi atau kesepakatan global tentang perdagangan merkuri. Hal ini menjadi salah satu fokus mengingat sampai saat ini masih banyak pihak yang memperdagangkan merkuri antarnegara secara ilegal.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, Konferensi Para Pihak Ke-4 (COP 4) Konvensi Minamata bertujuan melindungi kesehatan manusia dan keselamatan lingkungan dari emisi ataupun lepasan merkuri.
”Dalam COP 4 ini, Indonesia ingin menunjukkan kontribusinya dan mempertegas komitmen pengurangan serta penghapusan merkuri. Kedua, menunjukkan kepada dunia internasional upaya serius Indonesia dalam penanganan merkuri,” ujar Vivien yang juga ditunjuk sebagai Presiden COP 4 dalam diskusi media secara daring, Selasa (26/10/2021).
Beberapa elemen yang akan ada dalam deklarasi ialah komitmen untuk pemantauan hingga penegakan hukum, dorongan menyusun kebijakan, dan penguatan kerja sama.
Vivien mengatakan, Indonesia memiliki inisiatif dan usulan membuat Deklarasi Bali untuk melawan perdagangan ilegal merkuri pada COP 4. Deklarasi ini diusulkan karena perdagangan ilegal merkuri merupakan salah satu masalah utama dalam pengelolaan merkuri. Oleh karena itu, perlu penguatan komitmen global melalui keraja sama dalam memerangi perdagangan ilegal tersebut.
Staf Ahli Kementerian Luar Negeri Bidang Hubungan Antarlembaga sekaligus Ketua Delegasi Indonesia untuk COP 4 Minamata Muhsin Syihab menyampaikan, keberadaan inisiatif Deklarasi Bali karena selama ini belum ada kesepakatan internasional yang mengatur tentang perdagangan merkuri ilegal. Adanya deklarasi ini akan mendorong pembentukan kebijakan dan kolaborasi setiap negara untuk pendanaan ataupun dukungan teknis lainnya.
”Saat ini perdagangan ilegal merkuri masih banyak terjadi di hampir semua kawasan, termasuk Asia Timur dan Tenggara. Bahkan, perdagangan merkuri di kawasan kita diidentifikasi sebagai yang terbesar. Perdagangan ini bersifat lintas batas sehingga diperlukan kerja sama internasional,” katanya.
Menurut Muhsin, inisiatif deklarasi ini sudah dibahas secara intensif dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait. Inisiatif ini juga sudah dipresentasikan kepada grup wilayah dan sebagian negara sudah memberikan masukan. Nantinya inisiatif deklarasi ini akan dibahas dalam sesi khusus COP 4 tahap pertama dan setiap masukan akan dikonsolidasikan serta dirundingkan kembali pada COP tahap kedua.
Muhsin menegaskan bahwa Indonesia ingin mengarusutamakan deklarasi ini terlebih dulu dengan menggalang dukungan seluas-luasnya. Pada sesi khusus membahas deklarasi ini, Indonesia menghindari pembahasan yang bersifat konten. Namun, konten atau isi deklarasi secara detail baru dituangkan ketika akan disusun regulasi internasional.
”Salah satu contoh konten terkait dengan perdagangan merkuri secara daring nantinya juga tidak disebutkan secara khusus, tetapi akan ada beberapa peringatan yang bisa digunakan. Beberapa elemen yang akan ada dalam deklarasi ialah komitmen untuk pemantauan hingga penegakan hukum, dorongan menyusun kebijakan, dan penguatan kerja sama,” ucapnya.
COP 4 Konvensi Minamata akan diselenggarakan dua kali, yakni 1-5 November 2021 secara daring dan tatap muka pada 21-25 Maret 2022, di Bali. Mempertimbangkan berbagai keterbatasan, agenda konvensi secara daring tidak akan menghasilkan kesepakatan.
Agenda saat pertemuan daring hanya membahas hal-hal administratif, seperti anggaran tahun 2022-2023, mekanisme pendanaan, dan penyampaian draf pedoman pengisian laporan nasional. Selain itu, dibahas pula laporan sekretariat terkait dengan perkembangan penyusunan pedoman pemantauan merkuri dan inisiatif dari Norwegia serta Kanada.
Sementara pada agenda tatap muka di Bali tahun depan, salah satu isu yang akan dibahas di antaranya evaluasi aneks A dan B. Evaluasi memuat tentang usulan penambahan pengaturan lampiran A tentang produk merkuri yang dilarang, usulan proposal perubahan bagian II lampiran A tentang penggunaan dental amalgam, dan usulan dalam lampiran B tentang proses yang menggunakan merkuri.
Penghapusan merkuri
Sampai saat ini, Indonesia telah melakukan penarikan dan penghapusan merkuri di berbagai sektor, seperti manufaktur, kesehatan, energi, dan penambangan emas skala kecil (PESK). Hal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM).
KLHK mencatat, total penarikan merkuri sepanjang 2019-2020 di sektor manufaktur mencapai 701,06 kilogram, alat kesehatan 191.022 unit atau 11.877 kg, dan energi 1.270 kg. Sementara di sektor PESK, KLHK telah menghapus sebanyak 10.450 kg merkuri yang digunakan dalam kegiatan penambangan.
”Merujuk data tahun 2018, daerah yang berpotensi terdampak oleh aktivitas penggunaan merkuri mencapai 180 lokasi. Akan tetapi, saat ini jumlahnya sudah berkurang menjadi 5 lokasi. KLHK telah membantu PESK di delapan lokasi bagaimana mengelola emas skala kecil tanpa merkuri mendorong mereka agar beralih profesi,” ucap Vivien.