Pengalaman selama ini, kalau ada peningkatan mobilitas karena libur panjang, kasus Covid-19 akan naik. Namun, dengan antisipasi lebih dini dan mencegah euforia berlebih, peningkatan kasus bisa ditekan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia bisa menghindari terjadinya gelombang ketiga Covid-19 jika semua pihak bekerja sama meminimalkan risiko penularan. Selain tetap menjalankan protokol kesehatan dan meningkatkan pengetesan serta pelacakan, kita juga perlu mewaspadai masuknya varian baru, di antaranya Delta Plus.
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama, Senin (25/10/2021), mengatakan, risiko terjadinya gelombang ketiga Covid-19 pada pergantian tahun memang ada. ”Pengalaman selama ini, kalau ada peningkatan mobilitas karena libur panjang, maka kasus akan naik. Apalagi, sekarang pun relatif aktivitas masyarakat terus meningkat, sementara tidak semua menjaga jarak dan atau memakai masker dengan benar,” katanya.
Pengalaman selama ini, kalau ada peningkatan mobilisasi karena libur panjang, maka kasus akan naik. Apalagi, sekarang pun relatif aktivitas masyarakat terus meningkat, sementara tidak semua menjaga jarak dan atau memakai masker dengan benar.
Selain itu, menurut Tjandra, masih ada 65 persen penduduk kita yang belum mendapat perlindungan memadai karena belum mendapat vaksin lengkap. Bahkan, data juga menunjukkan, lebih dari tiga perempat kelompok lanjut usia belum mendapatkan vaksin memadai.
Menurut Tjandra, seberapa tinggi lonjakan kasus nantinya dipengaruhi oleh tujuh hal. Pertama, seberapa patuh masyarakat pada penerapan protokol kesehatan. Berikutnya, seberapa ketat kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh pemerintah sesuai derajat yang ada.
Hal yang juga menentukan adalah sebaik apa kita memantau data perkembangan kasus dari waktu ke waktu, dan kalau ada kenaikan, seberapa ketat pembatasan sosial diberlakukan.
Berikutnya, seberapa cepat vaksinasi ditingkatkan. ”India yang penduduknya empat kali kita sudah menyuntik 8 juta orang sehari. Maka, target kita 2 juta sehari rasanya cukup tepat dan semoga dapat dicapai,” katanya.
Menurut Tjandra, seberapa aktif pengetesan dan penelusuran dilakukan juga sangat menentukan. Di India, jumlah kasus juga sudah landai, tetapi mereka sekarang masih melakukan tes terhadap 1,5 juta orang sehari. Jadi, kalau kita seperempatnya, sebaiknya penelusuran mencapai sekitar 400.000 orang dan dilakukan minimal pada 15 kontak dari tiap kasus yang ada.
Faktor lain yang juga sangat penting adalah bagaimana kita mengendalikan pintu masuk negara dalam mengantisipasi kemungkinan peningkatan kasus dari mereka yang datang dari luar negeri.
Di luar faktor-faktor ini, kita juga perlu mengantisipasi ada tidaknya varian baru yang muncul, dan kalau ada, apakah akan lebih menular atau tidak. ”Untuk ini, jumlah pemeriksaan whole genome sequencing kita harus ditingkatkan. Pada sambutan pembukaan Kongres Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) pagi ini, Presiden juga menyampaikan bahwa kita perlu waspada dengan varian baru yang ada di negara-negara lain,” katanya.
Seperti diketahui, saat ini muncul varian baru Delta Plus yang tengah beredar di Inggris. Badan Keamanan Kesehatan Inggris (The UK Health Security Agency/UKHSA) baru-baru ini telah memasukkan Delta Plus ini ke dalam kategori ”varian dalam penyelidikan”.
Sejauh ini belum ada bukti bahwa varian itu menyebabkan penyakit yang lebih buruk. Varian Delta Plus atau AY.4.2 semakin meningkat di Inggris, yaitu mencapai 6 persen dibandingkan varian Delta.
”Subgaris keturunan ini menjadi semakin umum di Inggris dalam beberapa bulan terakhir, dan ada beberapa bukti awal bahwa itu mungkin memiliki tingkat pertumbuhan yang meningkat di Inggris dibandingkan dengan Delta,” demikian disampaikan UKHSA dalam laporannya.
Varian AY.4.2 merupakan cabang Delta yang mencakup beberapa mutasi baru dan memengaruhi protein paku yang digunakan virus untuk menembus sel. Mutasi tersebut adalah Y145H dan A222V, yang telah ditemukan di berbagai garis keturunan SARS-CoV-2 lain sejak awal pandemi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers evaluasi PPKM secara daring mengatakan, varian AY.4.2 atau Delta Plus ini belum masuk ke Indonesia. Namun, varian ini berpotensi mengkhawatirkan sebab memicu angka kasus di sejumlah negara Eropa.
”Kami sudah lihat bahwa di Inggris ada satu varian yang berpotensi mengkhawatirkan, yaitu AY.4.2, yang belum masuk di Indonesia, tapi terus kami monitor perkembangannya seperti apa,” kata Budi.
Budi menambahkan, pemantauan yang dilakukan dalam empat pekan terakhir di 34 provinsi menunjukkan, kasus konfirmasi Covid-19 kembali meningkat dalam dua pekan terakhir sekalipun masih berada di batas aman ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ”Memang angkanya masih tidak mengkhawatirkan dan berada di benchmark batas aman WHO. Tapi, kita mencoba mengantisipasi lebih dini supaya jangan sampai euforia berlebih membuat kita lengah, tidak waspada, dan kenaikan kasus di 105 kabupaten/kota terkontrol,” katanya.