La Nina menjelang akhir tahun ini diperkirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah hingga moderat atau sedang seperti tahun lalu hingga Februari 2022.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur menunjukkan adanya anomali hingga minus 0,61 pada dasarian pertama Oktober 2021. Hal ini menunjukkan, La Nina yang biasanya ditandai dengan intensitas hujan lebih tinggi di sebagian wilayah Indonesia akan kembali terjadi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam keterangan pers pada Senin (18/10/2021) mengatakan, kita harus bersiap menghadapi fenomena La Nina mulai November 2021. ”La Nina menjelang akhir tahun ini diperkirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah hingga moderat atau sedang seperti tahun lalu setidaknya hingga Februari 2022,” kata Dwikorita.
Menurut dia, pemantauan terhadap suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur menunjukkan bahwa saat ini telah terjadi anomali suhu muka air laut. ”Saat ini nilai anomalinya minus 0,61, telah melewati ambang batas La Nina minus 0,5,” ujarnya.
September lalu, Organisasi Meterologi Dunia (WMO) telah memprediksi terjadinya kembali La Nina. Kepala WMO Petteri Taalas saat itu mengatakan, La Nina, yang baru melanda bumi antara Agustus 2020 dan Mei 2021, akan muncul kembali pada akhir tahun.
La Nina mengacu pada pendinginan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik khatulistiwa tengah dan timur, yang umumnya terjadi setiap dua hingga tujuh tahun. Efeknya berdampak luas pada cuaca di seluruh dunia, biasanya dampak yang berlawanan dengan fenomena El Nino, yang memiliki pengaruh pemanasan pada suhu global. Siklus La Nina dan El Nino ini biasa disebut sebagai El Nino Southern Oscillation (ENSO).
Jika El Nino biasanya berdampak pada meningkatnya intensitas kekeringan di wilayah Indonesia, sebaliknya La Nina berdampak pada meningkatnya intensitas hujan di sebagian wilayah Indonesia. Perubahan iklim diduga turut menyebabkan siklus ENSO cenderung lebih rapat.
Data BMKG menunjukkan, La Nina pernah terjadi pada tahun 2007/2008, lalu terjadi lagi pada 2010/2011, tahun 2018, dan terakhir pada 2020/2021. Sementara El Nino terakhir terjadi pada 2019 dan sebelumnya pada 2015.
Dwikorita mengatakan, mengacu kejadian La Nina pada 2020, curah hujan saat itu mengalami peningkatan pada November, Desember, dan Januari, terutama di daerah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan. Peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20 hingga 70 persen di atas normal.
La Nina tahun ini diprediksi BMKG akan memiliki dampak yang relatif sama dengan tahun lalu sehingga meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah Indonesia. Oleh karena itu, Dwikorita meminta semua pihak meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap potensi curah hujan tinggi.
Sementara itu, Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko mengatakan, berdasarkan hasil pengamatan data dari jejaring stasiun pengamatan hujan di seluruh Indonesia, 19,3 persen wilayah zona musim di Indonesia telah memasuki musim hujan. Wilayah itu meliputi Aceh bagian tengah, Sumatera Utara, sebagian besar Riau, Sumatera Barat, Jambi, sebagian besar Sumatera Selatan, Lampung bagian barat, Banten bagian timur, Jawa Barat bagian selatan, Jawa Tengah bagian barat, sebagian kecil Jawa Timur bagian selatan, sebagian Bali, Kalimantan Utara, sebagian besar Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan bagian selatan dan timur, Kalimantan Tengah bagian timur, Pulau Taliabu, dan Pulau Seram bagian selatan.
Sejumlah wilayah akan mengalami transisi musim pada Oktober ini sehingga perlu diwaspadai terjadinya puting beliung atau cuaca ekstrem. Hal ini terutama di wilayah Aceh bagian timur, Riau bagian tenggara, Jambi bagian barat, Sumatera Selatan bagian tenggara, Bangka Belitung, Banten bagian barat, Jawa Barat bagian tengah, Jawa Tengah bagian barat dan tengah, sebagian DI Yogyakarta dan sebagian kecil Jawa Timur, Kalimantan Tengah bagian timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, serta Kalimantan Utara.
Banjir di Sumsel
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, hujan dengan intensitas tinggi di wilayah hulu memicu terjadinya luapan di Sungai Ogan, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Minggu (17/10/2021). Bencana ini menyebabkan sekitar 140 rumah terendam banjir dengan ketinggian 50-150 sentimeter.
Sebanyak 520 penduduk terdampak dan 110 orang di antaranya mengungsi. Banjir juga mengakibatkan 2 jembatan gantung rusak berat serta merendam 2 gedung balai desa, 1 gedung sekolah, dan 1 tempat ibadah.
Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, saat ini Sumsel telah memasuki musim hujan. Pada saat bersamaan terjadi aliran gelombang ekuatorial, paduan antara Rossby dan Kelvin, yang berada di atas wilayah Jambi, Sumsel, Lampung, sebagian DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. ”Beberapa wilayah Banten dan Jabar juga sudah memasuki awal musim hujan,” katanya.