Covid-19 Belum Usai, Cegah Gelombang Ketiga
Angka kasus, perawatan, dan kematian karena Covid-19 di Indonesia telah mencapai titik terendah. Namun, bahaya Covid-19 belum sepenuhnya lewat dan situasi kita masih rentan.
Laporan Kementerian Kesehatan memperlihatkan, kasus Covid-19 di Indonesia pada Kamis (14/10/2021) bertambah 1.053 kasus. Penambahan ini termasuk di titik terendah, apalagi rasio kepositifan tes dengan polimerase rantai ganda atau PCR dan tes cepat molekuler juga rendah, yaitu 1,62 persen.
Tren penurunan kasus secara nasional juga terlihat dari jumlah kasus aktif yang terus menurun. Pada Kamis (14/10/2021), jumlah kasus aktif turun 699 hingga secara total menjadi 19.852 kasus aktif.
Sementara jumlah korban jiwa bertambah 37 orang, termasuk yang terendah dibandingkan pada puncak gelombang kedua pada Juli 2021 yang lebih dari 2.000 korban jiwa dalam sehari.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, penurunan kasus Covid-19 di Indonesia terutama disebabkan jumlah orang yang pernah terpapar sudah sangat tinggi.
Seperti kebakaran, bahan bakarnya, dalam hal ini orang yang bisa tertular dan menularkan sudah berkurang. Mengacu pada kajian Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), hingga awal Oktober 2021, orang Indonesia yang telah terinfeksi Covid-19 mencapai 29 persen atau 80 juta penduduk.
Baca juga: Ikatan Dokter Indonesia Antisipasi Gelombang Ketiga
”Jadi, penurunan kasus saat ini, salah satunya, karena tingginya orang yang pernah terpapar, selain juga ada irisan dengan yang sudah tervaksinasi. Kalau ditotal, saat ini sudah sekitar 120 juta penduduk di Indonesia yang sudah memiliki imunitas, baik secara alami (karena terinfeksi) maupun karena vaksinasi,” kata Dicky.
Meski demikian, situasi saat ini belum sepenuhnya aman karena mobilitas penduduk yang terus meningkat. Menurut data IHME, mobilitas penduduk pada awal Oktober sekitar 13 persen lebih rendah dari data dasar sebelum Maret 2020. Ini adalah tingkat mobilitas penduduk tertinggi kedua setelah libur Lebaran bulan Mei-Juni 2021.
Namun, yang sedikit menggembirakan, per 27 September 2021, Survei Tren dan Dampak Covid-19 menunjukkan, 75 persen orang melaporkan masih memakai masker saat keluar rumah. Hanya mengalami penurunan sedikit jika dibandingkan dengan 76 persen pada minggu sebelumnya.
Titik rawan
Dicky khawatir Indonesia kembali dilanda gelombang ketiga Covid-19 jika tidak hati-hati. ”Titik rawan kita liburan akhir tahun nanti. Kalau terjadi euforia dan mobilitas penduduk sangat tinggi, gelombang ketiga sepertinya bakal terjadi,” katanya.
Titik rawan di musim liburan akhir tahun juga berbarengan dengan tren penurunan antibodi. Menurut Dicky, tiga bulan setelah infeksi merupakan fase yang kembali rawan karena imunitas baik yang alami maupun karena vaksinasi terus menurun seiring waktu.
Vaksinasi jelas sangat penting terutama dalam mencegah keparahan dan risiko kematian. Tapi, vaksinasi tidak didesain mencegah penularan. Kasus penularan di kalangan atlet dan panitia Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua menunjukkan, Covid-19 masih bisa menginfeksi mereka yang telah divaksin.
Lonjakan kasus di negara-negara yang memiliki cakupan vaksinasi tinggi menjadi bukti lebih kuat terjadinya infeksi pada mereka yang telah divaksin. Singapura misalnya. Sekalipun 82 persen populasinya sudah menerima vaksin dosis lengkap hingga pertengahan Oktober 2021 ini, penambahan kasus hariannya sangat tinggi.
Bahkan, pada 9 Oktober 2021, Singapura mencatat rekor tertinggi penambahan kasus selama pandemi dengan tambahan 3.703 kasus dalam sehari. Situasi ini menyebabkan Pemerintah Singapura kembali memberlakukan pembatasan setelah sebelumnya melonggarkannya.
Baca juga: Penularan Covid-19 di PON Papua Jadi Alarm
Sebelumnya, berbekal cakupan vaksinasi paling tinggi di dunia dan pengendalian pandemi melalui peraturan ketat serta pengujian dan pelacakan yang agresif, pada Agustus 2021, Singapura memulai apa yang disebut sebagai ”perjalanan transisi ke negara yang tahan terhadap Covid-19”.
Transisi ini merupakan bagian dari strategi Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong untuk bersiap memasuki era endemi dan hidup bersama Covid-19. Dengan strategi ini, mengurangi kasus menjadi nol bukanlah solusi jangka panjang yang mungkin. Sebaliknya, mereka memutuskan memulai kembali secara bertahap ke kehidupan sehari-hari.
Jadi, penurunan kasus saat ini, salah satunya, karena tingginya orang yang pernah terpapar, selain juga ada irisan dengan yang sudah tervaksinasi.
Singapura telah menghitung bahwa pengujian mereka cukup komprehensif untuk mendeteksi wabah baru dengan cepat dan vaksinasinya cukup komprehensif untuk mencegah rawat inap yang meluas serta sistem perawatan kesehatannya cukup kuat untuk menangani peningkatan pasien.
Tapi, apa yang tidak mereka duga adalah varian Delta yang sangat menular. Meskipun mereka dengan cepat menekan wabah di sekelompok ruang karaoke dan pasar makanan laut yang besar, penularan ternyata tidak terhenti. Negara ini akhirnya kembali memberlakukan pembatasan mobilitas sejak minggu terakhir September 2021.
Praktisi kesehatan Indonesia yang bekerja di Singapura dan kolaborator saintis KawalCovid-19, Septian Hartono, mengatakan, saat ini sepertinya Singapura sudah mencapai puncaknya. ”Pembatasan masih ada, tapi sudah moderat tingkatannya,” katanya.
Fenomena lonjakan kasus di Singapura terjadi karena walau vaksinasinya tinggi, kebanyakan penduduknya belum pernah terinfeksi. Ini berkebalikan dengan Indonesia, yang cakupan vaksinasinya relatif rendah, tetapi penduduk yang sudah pernah terinfeksi sangat tinggi.
Baca juga: Singapura Bebaskan Karantina bagi Warga dari 8 Negara
”Di Singapura, rata-rata penduduknya masih rentan terinfeksi karena desain utama vaksin tidak untuk mencegah infeksi, tetapi untuk mencegah perburukan dan risiko kematian. Jadi, apa yang terjadi di Singapura saat ini bakal terjadi di negara-negara lain seperti Australia dan Selandia Baru yang tingkat infeksi di populasinya rendah, jika mereka mulai membuka mobilitas,” katanya.
Tingginya cakupan vaksin, sebagaimana terjadi di Singapura, memang tidak sia-sia. Sekalipun angka kasusnya tinggi, tingkat kematian karena Covid-19 di negara ini sangat rendah, yaitu 0,14 persen, jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia yang mencapai 3,3 persen.
Kita justru perlu lebih khawatir dengan Indonesia jika gelombang ketiga kembali melanda. Seperti diingatkan IHME, gelombang kematian rentan terulang jika lonjakan kasus kembali terjadi mengingat masih rendahnya cakupan vaksinasi khususnya untuk warga lansia.
Kita patut gembira saat ini wabah mereda. Namun, jangan sampai euforia, apalagi jemawa. Kondisi ini tercipta dengan sedemikian banyak korban jiwa, yang seharusnya bisa dicegah jika kita tidak meremehkan dan lebih serius menangani wabah sejak awal.
Belajar dari tragedi sebelumnya dan pengalaman negara lain, selain mempercepat cakupan vaksinasi, pemerintah juga tetap harus meningkatkan tes, lacak, dan menyiapkan kapasitas perawatan lebih baik guna mengantisipasi lonjakan kasus. Sementara masyarakat, memakai masker dan menerapkan protokol kesehatan tetap harus menjadi keseharian.